PART 14

39 6 0
                                    

"Rey, gue saranin lo nggak usah skolah dulu deh. Khawatir gue. Lo keliatan pucat banget tuh," usul Aqsa pada kawannya yang sedang mengenakan seragam sekolah.

"Udah, gue nggak pa-pa kok," sahut Gaksa sembari mengancing kemejanya.

"Duh, duh." Ia mendadak oleng dan hampir tumbang jikalau saja tangannya tak bertumpu di tepian meja.

"Nah 'kan. Gue bilang juga apa?!" Aqsa mendekat. Memapah sohibnya menuju pinggiran kasur. "Batu, sih."

Gaksa bergeming. Ia menunduk seraya memijat pelipis yang terasa pening. Melihat itu, Aqsa berinisiatif mengambil obat dan segelas air.

"Nih, minum dulu."

Gaksa menyambar sodoran pil obat, lalu meneguk segelas air pemberian Aqsa hingga tandas.

"Yaudah deh, kalau lo-nya nggak mau denger. Gue bisa apa? Kuy berangkat."

Gaksa mengangguk. Dengan sedikit gontai, ia berusaha bangkit.

"Ah, lama lo." Dengan telaten, Aqsa membantu sahabatnya berjalan ke arah pintu utama dan berakhir di lift. Walau agak sulit karena beban tubuh Gaksa membuatnya ikut berjalan sempoyongan.

♢_♢

"Ih, kak Gaksa." Zivara nampak bergerutu dengan raut kesalnya, bermaksud melampiaskan kerisauan yang bertalu.

Ia menggembungkan pipi, membuatnya terlihat gemas di mata siapa saja, termasuk Gaksa. Dengan sorot sayunya, pemuda itu mengulum senyum tipis.

"Iya maaf, gue salah," balas Gaksa seraya mengelus poni Zivara.

"Bukan salah, kakak sakit. Kenapa dipaksain ke sekolah sih?" Omel Zivara lagi.

"Gue sehat kok, nih lihat?" Dengan sengaja Gaksa berdiri, bermaksud menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan baik.

"Yaudah, kalau Lo nggak percaya. Nih liat, gue mau main basket dulu. Lo tunggu di sini ya. Jangan kemana-mana."

"Kak, kak..."

Belum sempat di cegat, Gaksa sudah lebih dulu berlari ke lapangan, ikut bergabung bersama rekan basketnya dan meninggalkan Zivara juga Nada di tribun.


Tak berselang lama, bola di bawah kendali Gaksa. Pemuda itu memantul bolanya melewati lawan mainnya satu per satu secara mulus.

Dengan gerakan mata, ia memberi isyarat pada Ogi. Mendapati itu, Ogi lekas mengambil posisi tepat ketika Gaksa mengoper bola. Setelah menerima bola dengan sempurna, Ogi bergerak gesit mendekati keranjang lawan.

Mata elangnya membidik keranjang, ia berlari dan melakukan lompatan kecil untuk menembakkan bola ke dalamnya.

Karena ukuran tubuhnya yang tinggi, ia dengan mudah memasukkan bola ke keranjang lawan dan berhasil mencetak poin.

"Whooo..." Beberapa penonton yang di dominasi laki-laki bersorak.

Zivara yang awalnya ikut menyoraki, menjadi terdiam kala melihat Gaksa yang nampak semakin pucat. Pemuda itu menunduk seolah merasa sensitif dengan cahaya matahari. Sekelebat ia memegang pelipis, merasakan denyut nyeri di kepala. Sesekali kepalanya ia gelengkan untuk mengembalikan penglihatannya yang buram sesaat.

Mengambil langkah seribu, Zivara tergesa-gesa menuruni undakan bangku penonton dan berlari menuju Gaksa.

"Kak Gaksa!" Pekik Zivara setibanya ia dan langsung menjadi topangan tubuh seniornya yang nyaris terjatuh.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang