PART 23

26 5 0
                                    

Satu tahun yang lalu ....

Aqsa yang sedang asik berbincang dengan Nada, tiba-tiba tergeser tatkala pinggangnya ditendang dari samping. Memegang pinggangnya yang kebas beberapa saat, ia menoleh sengit.

"Zain," panggilnya, terkesiap dengan segera berdiri.

Nada memiringkan badan, menelisik siapa sosok yang mengejutkan Aqsa. "Zain." Ia ikut terlonjak, bangkit seperti Aqsa.

Zain dengan setelan serba hitamnya, menyeringai. Ia melempar helm-nya secara asal pada Aqsa. Kemudian menduduki bangku yang sebelumnya di tempati oleh dua sejoli di depannya.

Tangannya membentang di atas sandaran kursi. Sorotnya melirik Aqsa dan Nada bergantian. "Asik banget ngobrolnya. Masih ingat Zivara, nggak?"

Berdiri bersisian, Aqsa dan Nada dibuat kelabakan. "Nggak, itu, kita cuma-"

Zain mengangkat tangan, menyela penjelasan Aqsa. "Gue nggak mau denger alasan apapun."

Ia menghembuskan napas berat. "Gue nggak habis pikir. Kenapa kalian sejahat itu sama Zivara? Kalian tahu 'kan, seberapa rapuhnya dia?"

"Zain kita-"

"Kalian pengkhianat!" Zain memandang bengis pada Nada, membuat gadis itu ciut dengan bibir terkatup rapat. "Gue tahu kalian selingkuh di belakang Zivara."

"Feeling gue selalu benar kalau itu menyangkut Zivara, mau itu baik ataupun buruk. Dan kalian termasuk feeling buruk gue," sarkasnya dengan sorot menajam.

"Cukup gue yang tahu keburukan kalian, jangan sampai Zivara," lanjut Zain, bangkit sembari menepis-nepis ujung jaketnya.

Ia meluruskan pandang, menatap dua remaja di depannya tanpa ekspresi. "Aq, gue kasih lo waktu selama seminggu buat mutusin Zivara. Karena gue tahu, dia nggak akan mau lepasin lo gitu aja dan tanpa alasan yang jelas. Buat semua sealami mungkin karena gue nggak mau dia sakit apalagi sampe nangis."

Aqsa mencelos di tempat, matanya membola kaget.

Mengabaikan respons dari Aqsa, Zain beralih pada Nada, menatapnya penuh benci. "Dan lo. Gue paling benci sama orang bermuka dua. Kalian sahabatan sejak kecil, tapi karena urusan cowok, lo malah berkhianat." Zain menggeleng disertai kekehan mengejek. "Sekarang nggak ada alasan gue buat ngijinin lo temenan sama Zivara. Jauhin adek gue kalau lo mau selamat."

Zain melangkah hendak meninggalkan tempat itu. Namun sebelum benar-benar pergi, ia berujar tanpa berbalik, "ingat, gue nggak mentolerir siapapun. Sekalipun itu menyangkut gender. Kalian ... Toxic!"

Nada yang merasa tersinggung, kian menunduk dalam. Berbeda dengan Aqsa yang memandang  kepergian Zain hingga pemuda itu tak terlihat lagi.

"Gue udah salah macarin lo, Nad." Aqsa memposisikan tubuhnya menghadap Nada. Kilat kemarahan tak mampu ia sembunyikan. Namun sebisa mungkin, ia bertutur lembut. "Seharusnya, dari awal gue setia sama Zivara. Kita putus aja, ya, Nad. Prioritas gue hanya Zivara, bukan lo." Setelahnya, ia melangkah pergi.

Mata Nada berair dalam waktu cepat. Ia meneriaki Aqsa yang berlalu tanpa beban. "GUE NGGAK MAU PUTUS SAMA LO! ZAIN YANG SALAH, BUKAN GUE."

Nada melemas ketika Aqsa terus melangkah hingga hilang dari pandangnya. Ia jatuh terduduk di bangku, membiarkan air matanya menganak sungai. "Karena dia, kita berada dalam hubungan yang salah ...." lirihnya.

ʕ º ᴥ ºʔ

"Mulai sekarang, jauhin Aqsa dan Nada," titah Zain, berdiri menjulang di ambang pintu kamar adiknya.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang