PART 2

275 22 4
                                    

Happy reading 💙💙💙

Dengan langkah tegasnya pemuda itu berjalan menuju podium. Berdiri menjulang di depan para murid baru. Bisikan-bisikan tentang dirinya berseliweran.  Decak kagum tak membuat ekspresi arogannya memudar. Tatapan menghunus ia tampilkan, meski ia tahu hal itu tak menyurutkan minat para siswi.

Kepalan tangannya menggenggam pengeras suara. Irisnya beredar, menelisik ribuan pelajar.

"Zivara Aghnaf Gifananta," panggilnya seketika. Sontak suara bariton yang menggema itu disambut riuh.

"Tunjuk tangan!" titahnya tegas.

Zivara, gadis berkuncir dua yang diikat menggunakan pita berwarna merah mencolok dan poni menjuntai yang menutupi dahinya itu, mengerjap lucu.  Dirinya yang masih asik mengemut cokelat pasta menoleh ke sisi kiri, dimana sahabatnya berada.

Gadis yang tengah berteriak heboh seketika menghentikan aksinya. Sosok itu kemudian memegang pundak Zivara dan menggoyangkan tubuh kecil sahabatnya dengan gemas.

"Zivara... nama lo di sebut."

"Zivara?" tanya Zivara menunjuk diri

"Iya, Zivara Aghnaf Gifananta." Nada memperagakan.

"Zivara kenapa?"

"Astaga!" Nada menepuk jidat menahan kesal. Greget juga lama-lama pada sahabat polosnya ini.

"Angkat tangan Var," suruhnya kemudian.

"Zivara." Teriak Zivara lantang, mengangkat tangan ke udara yang langsung di serbu tatapan penuh selidik.

"Maju aja Var. Mayan bisa cuci mata," bisik Nada.

Zivara yang hendak menuju podium, berhenti kala sebuah suara kembali terdengar.

"Dah, lo di situ aja," tahan Gaksa, pemuda yang tengah menempati podium itu seorang diri.

"Heeeh. Gitu aja?" Nada cengo. "Gue kirain..." dumelnya pelan seraya melengoskan wajah.

"Mohon perhatiannya." Suara Gaksa menginterupsi, menarik semua perhatian dari segala penjuru.

"Gue, Arey Gaksana Muzadi. Dihadapan kalian semua mendeklarasikan diri gue sebagai pesuruh untuk Zivara Aghnaf Gifananta." Cetus Gaksa dalam sekali tarikan nafas. Para audiensi sukses ia buat tercengang. Napas mereka seakan tercekat dalam kebisuan. Keterkejutan tak mampu disembunyikan, begitu juga dengan rasa dengki yang menerpa.

Semua pasti ingin berada di posisi Zivara, khususnya para pelajar cewek. Siapa yang tak ingin di lindungi oleh senior tersohor, tampan, cerdas, rada-rada bengal tapi keren? Jangankan di lindungi, disorot saja sudah mampu membuat para siswi ketar-ketir, menjerit histeris, memekik kegirangan dan berjingkrak bahagia.

"Untuk itu, mulai sekarang jangan ada yang berani macam-macam sama Zivara karena dia di bawah lindungan gue. Paham?" Imbuhnya penuh ketegasan.

"Paham..." semua menjawab serentak, meski dengan berat hati.

Prok prok prok

Dua sosok yang sedari tadi mengekori Gaksa bertepuk tangan. Tak lama kemudian disusul sorak tepuk tangan dari para penonton yang terdengar seantero sekolah.

Zivara ikut bertepuk ria meski dirinya masih dalam ketidakpahaman. Tak lupa mengembangkan senyum manis, meski ribuan pertanyaan tengah memenuhi benaknya.

"Udah tahu 'kan, Zivara yang mana?" tanya Gaksa memastikan.

"Udah..."

"Untuk acara selanjutnya, saya kembalikan kepada panitia osis." Gaksa menyorot sang ketua osis yang terlihat kalem diantara anggota osis lainnya.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang