PART 29

52 6 0
                                    

Tujuh tahun berselang.

Gaksa tampak terusik dalam tidurnya. Ia menggeliat dengan mata yang masih terpejam erat. "Ssh," rintihnya pelan. Keringat mengucuri dahi, gerah menyelimutinya.

"Hah!" Matanya sukses terbuka. Ia lantas mengusap wajah sambil mengatur napas yang memburu.

"Engh," lenguhan terdengar dari sisi kirinya. Sosok mungil itu ikut terganggu dengan pergerakan Gaksa.

"Sst." Gaksa coba menangkan dengan menepuk pelan bokong bocah lelaki yang memunggunginya. "Tidur yang nyenyak."

Setelah anak itu terlelap, Gaksa memutuskan bangkit. Ia beringsut turun dari ranjang, menyiapkan keperluannya, lalu melenggang ke kamar mandi.

Gemercik air menandakan jika lelaki dewasa itu mulai membasuh diri.

Anak yang masih bergelung dengan selimutnya, terbangun. Tanpa berbalik, ia meraba bagian yang Gaksa tempati ketika tidur. Kosong, hal itu membuat si anak turut bangkit.

Menapaki lantai, tiba-tiba saja ia merapatkan kakinya, lantas berlari meski terasa sulit.

"Buka," katanya sembari mengetuk pintu.

Di dalam kamar mandi, Gaksa seketika menghentikan ritual mandinya. Mengabaikan busa yang masih melekat di rambut, Gaksa lekas menggunakan handuk, lalu berjalan untuk membuka pintu. "Kenapa?"

"Mau pipis," jawab si anak di sela-sela kantuknya.

"Yaudah, sini. Sekalian mandi, ya." Gaksa meraih anak itu dalam gendongan.

(≧▽≦)

"Aaa, Geon udah bangun. Sini-sini." Aila merekah melihat Gaksa dan Geon yang berjalan menuruni undakan tangga. Grezal yang melihatnya ikut tersenyum.

Sesampainya di meja makan, Geon langsung diambil alih oleh sang mama. Sementara Gaksa mengambil posisi duduk di samping papanya.

"Um, wangi. Pasti udah mandi, ya?" tanya Aila, mencium puncak kepala Geon yang berada dalam pangkuannya.

"Um." Geon mengangguk, lalu beralih menunjuk mangkok berukuran kecil. "Mau makan."

"Ah, iya. Geon kayaknya udah laper banget," kata Aila, menatap dua lelaki di seberang meja.

"Cepat suapi dia yang banyak. Jangan sampai penerus kita tidak terawat dengan baik," sahut Grezal, bergurau.

Gaksa berhenti mengunyah, ia tertawa menanggapi candaan ayahnya. "Um, Geon harus mendapatkan layanan terbaik."

Aila menatap sinis suaminya. "Lihat itu, garis hitam di bawah mata. Jadi, siapa yang tidak terawat di sini?"

"Ini biasa, seorang pebisnis memang sibuk. Waktu luangnya hanya sedikit, jadi sulit untuk tidur." Grezal berkilah sembari menggaruk tengkuknya. "Bukan begitu, Gaksa?"

"Huh, alasan!" cibir Aila, fokus menyuapi Geon yang merengek.

"Ada apa sih, ini, ribut-ribut?" celetuk Ganis menengahi, di belakangnya ada Gandi.

"Ini. Papa kalian sok-sokan nyuruh ngerawat Geon, dirinya sendiri tidak terurus," adu Aila tanpa menatap lawan bicaranya.

"Papa, Papa." Gandi dan Ganis kompak menggeleng. Keduanya memutuskan duduk berhadapan untuk sarapan sebelum mengawali rutinitas paginya.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang