PART 7

85 7 2
                                    

Semua murid nampak tenang di barisannya masing-masing. Dengan posisi istirahat di tempat, mereka memusatkan perhatian ke podium. Menunggu pemuda yang sedang menempatinya untuk berujar.

Namun sejak 5 menit yang lalu, tepat ketika pemuda itu baru saja menempati podium suaranya tak kunjung terdengar. Hanya kicauan burung yang mengisi kesunyian. Ditambah terik matahari yang mulai menyengat membuat para murid merasa kegerahan. Padahal jam masih menunjuk pukul 8 pagi.

Tapi tak ada yang berani mengeluarkan bantahan atas tindakannya itu. Pasalnya, netra tajamnya menyorot sengit ke segala penjuru, menyisir satu persatu pelajar yang ada.

"Ekhem." Dehemannya terdengar lantang melalui pengeras suara.

"Kalian pasti udah tahu apa alasan gue ngumpulin kalian di lapangan ini." Sepintas, ia menoleh ke samping. Tangannya mengacung ke arah mading yang masih nampak bentuknya. "Lihat, di mading itu terpampang jelas berita yang sedang trending di sekolah kita."

"Zivara Aghnaf Gifananta, siang kemarin baru saja menjadi korban penyekapan dari pelajar di sekolah ini. Perlu kalian ketahui, karena kejadian itu psikisnya semakin memburuk."

"Sebagai penerus dari pemilik yayasan sekolah ini, gue bakal ambil tindakan. Terlebih ini bukan hal sepele, ini sama saja pem-bully-an, PENINDASAN. Yang secara tidak langsung akan mencemari nama sekolah dan membuat para murid merasa tidak nyaman. Bagaimana bisa seorang murid melakukan tindak kejahatan di sekolahnya sendiri?" Pemuda itu menggebu.

"Siapa pun pelakunya akan diberi sanksi, tanpa memandang BU-LU. Bagi pelakunya gue titip salam, moga cepet tobat."

"Kali ini sanksinya berbeda. Bukan lagi menjadi pelayan kantin selama sebulan tanpa upah, bukan pula menjadi pelayan kebersihan selama dua bulan berturut-turut. Apalagi mendapat skorsing plus dendanya."

Pemuda itu menyeringai puas, senyum yang menjadi ciri khasnya walau sangat jarang terlihat. "Tapi di keluarkan dari sekolah ini secara tak layak."

"Hhhaaa." Seantero barisan di buat tercengang. Ekspresi mereka pun hampir sama. Sebagian besar diantaranya membelalakkan mata dengan mulut terbuka.

"Tau 'kan konsekuensinya. Maka bersiaplah, momok menakutkan menunggu pelaku sebenarnya." 

Apa yang dikatakan pemuda itu bukanlah isapan jempol belaka. Nyatanya, dikeluarkan dari SMA Gmuzadi adalah sebuah malapetaka.
Nama pelakunya akan masuk daftar hitam di perusahaan yang bekerja sama dengan SMA Gmuzadi. Tentu hal itu akan sangat mempengaruhi pelajar yang terjerat, karena terancam sulit bahkan tidak bisa bergabung di perusahaan mentereng yang menyediakan lowongan bagi para alumni SMA Gmuzadi.

Kabarnya, SMA GMUZADI menggarap semua perusahaan ternama untuk dijadikan kolega. Tak ayal jika SMA Gmuzadi sangat diminati dan di klaim sebagai sekolah yang elit.

"Untuk terakhir kalinya gue umumin." Sosok itu menjeda. Matanya beredar tajam, sarat akan peringatan. "Jangan usik daerah kekuasaan gue, atau kalian yang bakal terusik karena gue."

"Gue nggak musti nyebutin dimana aja letak kekuasaan gue. Dan gue harap kalian semua paham akan peringatan gue barusan." Siswa itu menyudahi pidatonya.

Berganti, pemuda lain menaiki podium. "Bubar," ujarnya mengakhiri agenda pagi ini.

💚💚💚

"Duh duh, ampun deh. Nic, Nic, gue takut nih. Gimana kalau kita ketahuan." Hilir mudik, gadis itu menunduk cemas.

Gadis yang tengah membelakangi westafel dengan tangan yang menumpu ditepiannya, menimpali. "Eh, ogeb. Lo manggil sapa? Gue apa Monic?"

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang