Zivara menyusuri koridor seorang diri. Kini tujuannya adalah toilet. Ia ingin merapikan tata letak pita pengikat rambutnya, juga dasi yang di rasa kurang rapi.
"Na, na, na." Ia bersenandung ria untuk mengurangi ketakutannya. Ada hawa menyeramkan yang menyelimuti lorong sepi itu. Ia merasakan kehadiran seseorang, seolah dirinya sedang di awasi dalam jarak yang dekat namun tersembunyi.
Langkahnya terhenti. Diam sejenak, dan dalam sekejap mata ia langsung membalik badannya. "Mmm, nggak ada siapa-siapa." Kepalanya meneleng lugu.
"Na, na, na." Kali ini ia bergerak lebih aktif. Diciptakannya lompatan-lompatan kecil untuk menyamarkan kesunyian yang ada.
Pluk
Sebuah benda jatuh tepat di belakangnya. Lalu menggelinding hingga akhirnya berhenti di samping sepatu yang ia kenakan. Zivara sempat terlonjak kaget sebelum akhirnya Ia memungut benda itu dengan raut penasaran.
"Apa ya, ini?" Tanyanya memperhatikan benda yang berada dalam genggamnya.
Tanpa ia sadari, ada sosok yang berdiri di belakangnya. Sekelebat wajahnya langsung di bekap menggunakan kain, membuatnya terhuyung ke belakang dan mulai kehilangan kesadarannya.
♡▪♡▪♡
"Mana Zivara?" Gaksa berdiri di depan meja Nada, melayangkan tatapan penuh selidik pada gadis itu.
"Di- dia tadi nggak masuk sejak jam pertama."
"Kemana dia sebelumnya?" Tangan Gaksa bertumpu di sisi meja. Ia sedang menginterogasi gadis yang nampak gemetar dengan kepala tertunduk.
"Dia katanya izin mau ke toilet."
"Sendirian?"
"I- iya."
"Shit." Gaksa membalik badan.
"Do, Gi. Siang ini kita bolos. Kita musti cari Zivara. Gue yakin dia dalam bahaya," jelas Gaksa pada dua sohibnya yang di balas anggukan.
"Gue ikut," sahut Januar di ambang pintu.
"Pokoknya gue harus ikut," tegasnya memasuki kelas.
Memutar bola mata jengah, Gaksa mengangguk setuju.
"Kita mencar. Ogi sama Dodo, Januar sama gue," katanya memberi arahan.
"Gue juga mau ikut." Nada angkat bicara. "Bareng kak Januar." Pandangannya jatuh pada pemuda jangkung di sebelah Ogi.
"Ok, lo bareng Januar. Biar gue sendiri," tandas Gaksa, datar.
Usai membagi kubu, pencarian di mulai. Mereka berpencar ke segala penjuru. Ke lima pelajar itu bergerak cepat, berlarian ke sana kemari. Mereka membuka dan memeriksa semua ruangan yang jarang di kunjungi. Kawasan di belakang sekolah pun tak luput dari pantauan mereka.
"Aaa, shit." Gaksa meremas rambutnya frustrasi. Kesal karena tak kunjung menemukan Zivara atau petunjuk lain.
"Gudang lama, iya. Zivara mungkin ada di sana," monolognya, yakin dengan apa yang ia pikirkan.
Pemuda itu bergegas menuju tempat yang ia maksud. Larinya cepat dengan tetap berlindung agar tak ada guru yang memergokinya karena bolos.
Ganteng dan cerdas harus sepaket dengan perilaku yang baik, begitulah pikirnya. Tapi kali ini ia melanggar hal itu demi menyelamatkan nona-nya. Gaksa sendiri tak mengerti, apa yang terjadi pada dirinya. Bukankah semua ini hanya kepalsuan belaka. Tapi mengapa ia seolah menjalaninya dengan senang hati?
KAMU SEDANG MEMBACA
WINSOME (END)
Romance{FOLLOW SEBELUM BACA} JUDUL SEBELUMNYA 'FLAWLESS' Dengan karakter yang berbeda dan sangat bertolak belakang mereka mampu melewati banyak rintangan. Menjadikan mereka sempurna dengan ciri khasnya tersendiri. Siapakah mereka? #8-romansasma (27/10/2020...