PART 24

32 5 0
                                    

Setibanya di sekolah, seorang siswa menyambut Gaksa dengan laporan. Ogi dan Dodo yang ikut mendengar, saling lirik.

"Ini kenapa?" Nada muncul dari balik punggung Gaksa, menatap Ogi dan Dodo secara bergantian. Sementara Gaksa bergeming dengan sorot beringasnya.

Mengabaikan kawanannya yang lain, Gaksa segera berlari menyusuri koridor dengan perasaan yang berkecamuk. Kecemasan mendominasi dirinya. Ketakutan tentang apa yang didengarnya, mengakar kuat.

Ia menerobos kerumunan yang sedang memadati pintu toilet. Di belakangnya, ada Ogi dan Dodo. Disusul Nada.

"Jangan merekam!" bentak Gaksa, membuat para murid langsung ciut dan lekas mengantongi ponselnya. 

Ia kemudian masuk lebih dalam. Di ambang pintu, kakinya mendadak kaku. "Ziv-" Kalimatnya menggantung.

Di lantai, di dalam dekapan Januar, Zivara melenguh seraya meregangkan otot-ototnya. Tanda jika dirinya baru saja terbangun. Seragam dan rambutnya terlihat kacau.

"Eh!" Zivara tersentak kaget melihat gerombolan di depan pintu. "Kak Gaksa, ini ada apa?" tanyanya kemudian. Ia hendak bangkit, namun gagal karena Januar mengukungnya.

"Ih, lepasin. Zivara mau berdiri." Zivara berusaha melepaskan diri dari Januar dengan menjauhkan tangan lelaki itu dari perutnya.

"Setelah apa yang terjadi?" Januar angkat bicara. Suara seraknya terdengar menyeramkan.

Di luar sana, banyak yang tercengang mendengar ucapan Januar.

"Iya, Zivara tahu. Kemarin kita terkurung di sini." Zivara masih berupaya menurunkan tangan Januar yang meliliti perutnya. "Ih, lepas ih. Zivara mau ke Kak Gaksa."

"Lihat belakang."

Mengikuti instruksi Januar, Zivara menoleh belakang. Ia mengernyit bingung ketika melihat benda silikon yang berserakan di lantai. "Kenapa? DI belakang ada apa?"

"Itu kondom!" teriak salah seorang siswa.

"Kalian pasti udah itu kan?" celetuk yang lainnya.

"Itu?" Zivara menelengkan kepala. "Maksudnya apa Kak Gaksa?"

Gaksa bungkam. Dalam waktu singkat, wajahnya memerah padam tanda kemarahan. Ia termakan tudingan para murid yang bersuara. Melihat benda itu, sulit sekali baginya untuk berpikir positif.

Membuang pandang, Gaksa mundur teratur. Mengabaikan teriakan Zivara yang memanggil namanya, ia melenggang dari keramaian itu, membawa serta kekecewaan yang menyergapnya.

Ogi dan Dodo tak tinggal diam. Memasuki toilet, keduanya langsung memisahkan Zivara dan Januar.

"Njing! Lepas bangsat!" hardik Dodo, merasa jengah akan kelakuan Januar yang enggan melepas pelukannya.

"Lo pikir ini lucu?" Ogi menatap remeh ketua OSIS-iya itu. "Gue nggak tahu ya, maksud lo ngelakuin ini buat apa. Tapi asal lo tahu, kita nggak setolol itu buat percaya kalau Zivara ngelakuin hal yang enggak-enggak."

"Betul," imbuh Dodo. "Ini pasti cuma akal-akalan lo 'kan? Ngaku!"

Januar terkekeh pelan disertai gelengan. "Bodoh! Kalian terlalu percaya sama kepolosan Zivara."

"Apa iya?" Nada mematut diri di ambang pintu. Bertolak pinggang, ia tampil menantang.

Untuk sesaat, Nada tertegun melihat Zivara yang juga tengah menatapnya. Menurunkan tangan, air mukanya berubah sendu. "Zivara, ini pengorbanan gue yang terakhir sebagai sahabat lo. Karena setelah ini, gue nggak yakin kita bakal kayak dulu lagi."

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang