"Maaf pak, saya tidak mendapat informasi apapun tentang anak yang memiliki kemiripan dengan Gaksa. Tapi saya membawa ini." Prabu berdiri di depan meja kerja Grezal, menyodorkan beberapa lembar foto.
Grezal yang tadinya menyender di kursi kebesarannya, menegakkan tubuh, penasaran dengan apa yang di serahkan Sang tangan kanan.
"Apa ini?!" Grezal menghempas foto yang baru saja ia lihat. Wajahnya memerah padam. Merasa udara di sekitarnya menipis, ia melonggarkan dasi, meraup oksigen sebanyak-banyaknya untuk menetralisir rasa sesak.
Prabu bungkam, menunduk sebagai tanda hormatnya.
"Gaksa, anak itu." Grezal menyalang, mengepalkan tangan di tepi meja.
"Pak!" seru Prabu, teringat akan informasi lainnya. "Dari penelusuran saya, gadis itu bernama Zivara Aghnaf Gifananta."
Tangan Grezal terangkat, ia menyela. "Tunggu, tunggu. Gifananta? Nama itu terdengar familiar."
"Ya, Anda benar. Dia adalah anak bungsu dari pesaing bisnis Anda. Yang tak lain dan tak bukan adalah orang yang mengirim beberapa pelajar untuk menjatuhkan citra SMA GMUZADI."
"Apa?!" Grezal bangkit, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. "Konspirasi macam apa yang sedang mereka jalankan?"
"Gaksa! Gaksa! Gaksa!" Grezal menghantam meja berulang kali. "Anak itu benar-benar...."
◖⚆ᴥ⚆◗
Tak biasanya Gaksa dan Nada terlihat akrab. Setelah berbincang sebentar, kedua remaja itu berpisah, melenggang pada tujuannya masing-masing.
Nada yang berjalan seorang diri, mempercepat langkahnya kala melihat Monic beserta kedua rekannya.
Melangkah tak jauh di belakang Monic, tiba-tiba saja Nada limbung, nyaris terjatuh namun tak terealisasikan karena ia bertumpu di bahu Monic.
Monic yang menyadari hal itu, terbelalak. Ia menjauhkan tubuhnya dari Nada, menolak untuk dijadikan topangan. Sebelum Monic menghindar, tanpa sengaja Nada menarik pelan rambutnya, ia juga merasakan sebuah sentuhan di kuping.
"Apa-apaan, sih, lo?" Monic berujar tak suka. Ia mengelus rambutnya yang ditarik Nada. "Jaman sekarang adik kelas udah nggak ada sopan santun, ya? Mana tata Krama, lo? Lo nggak tahu kita siapa?"
"Eh. Maaf, maaf, kak. Saya nggak sengaja." Nada menangkupkan tangan, meminta belas kasih Monic.
"Cari gara-gara kali dia." Sengaja Oca memperparah keadaan. Meskipun terbilang imut, dia adalah orang yang paling suka melihat adik kelas di bully.
"Jangan kasih ampun. Adek kelas kaya gini, nih, yang musti di kasih pelajaran."
Monic bersidekap, ia mengamati kuku-kukunya sembari berpikir. "Emm...."
"Nggak usah, deh," putusnya menurunkan tangan. "Kita langsung ke kantin aja, gue laper."
Oca dan Nicky serentak mendesah lesu. "Yah."
"Gue nggak bisa main jambak-jambakan kalau lagi laper," terang Monic, berjalan ke arah cafetaria dengan diekori dua temannya.
Sepeninggal Monic, Nada tak lekas beranjak. Ia membuka ponsel, menekan suatu panel. Tak berselang lama, gawainya berbunyi.
"Gue bakal pecahin masalah ini, sendiri." Mengantongi ponselnya, ia pun melengos.
ʕ´•ᴥ•'ʔ
KAMU SEDANG MEMBACA
WINSOME (END)
Romance{FOLLOW SEBELUM BACA} JUDUL SEBELUMNYA 'FLAWLESS' Dengan karakter yang berbeda dan sangat bertolak belakang mereka mampu melewati banyak rintangan. Menjadikan mereka sempurna dengan ciri khasnya tersendiri. Siapakah mereka? #8-romansasma (27/10/2020...