PART 6

76 8 4
                                    

Disinilah Zivara, terbaring tak sadarkan diri di brankar UKS. Dan di samping ranjangnya ada Gaksa yang setia menemani.

Gaksa terfokus pada wajah damai berhias torehan luka. Namun hal itu tak mengurangi kadar kecantikan dan keimutan nona-nya.

Ia tertunduk lesuh, merasa gagal dalam menjaga dan melindungi Zivara. Bahkan sampai detik ini, perasaan bersalah itu masih mengganjal di hatinya. Belum ada kelegaan yang ia dapat sebelum Zivara sadarkan diri.

"Maafin gue, Var. Gue gagal, gue salah, gue bego, goblok, bodoh," lirihnya menggenggam jemari lentik itu.

"Zivara." Nada, Januar dan Dodo memekik serempak saat memasuki UKS. Ogi sendiri berjalan di belakang. Bersamaan dengan itu, tautan tangan Gaksa terlepas.

Ia menggeser kursinya, memberi akses untuk yang lain agar lebih mendekat.

"Gimana keadaan Zivara, Sa?" Tanya Januar dengan raut cemas. Di sampingnya, diam-diam Nada meliriknya kecewa. Tak menampik jika dirinya masih saja cemburu.

"Dia dehidrasi, kurang asupan gizi, dan lo tau apa alasannya." Secara halus, Gaksa menyindir ketua osisnya.

"Cokelat pasta. Berarti selama ini dia sering ngemil jajanan itu secara berlebihan?" Januar mengernyit.

Tanpa di jawab pun, Januar pasti tahu jawabannya. Ia mendesah letih, merasa penat setelah hampir seharian melakukan pencarian. Ditambah dengan fakta yang baru diketahuinya.

Kring kring

Bel pulang berbunyi. Dari dalam UKS mereka dapat mendengar para siswa/siswi yang berbondong-bondong keluar dari kelas.

"Gu- gue ke kelas dulu ya. Mau ambil tas, sekalian sama tasnya Zivara." Ada yang beda dari cara bicara Nada. Ia terdengar tak bersemangat.

Karena tak ada sahutan, Dodo menengahi. "Iya, Nad. Kita bareng aja, sekalian gue juga mau ambil tas, ama tas-tas dugong ini nih," tunjuknya menggunakan dagu pada Gaksa dan Ogi yang berada di pojokan sofa.

Nada mengangguk. Sejurus kemudian, keduanya berjalan berdampingan menuju kelas masing-masing.

"Gue ke toilet bentar ya," pamit Ogi. Ia beranjak usai Gaksa mempersilahkan.

Tak berselang lama, tubuh Zivara mulai bereaksi. Terlihat dari jari-jarinya yang bergerak. Perlahan matanya ikut terbuka.

"Zivara." Gaksa senang bukan kepalang. Ia menggeser kursinya ke tempat semula. Ingin lebih dekat dengan Zivara, memastikan jika gadis itu benar-benar siuman.

"Ka- kak Gaksa," panggilnya serak.

"Ya, Var. Gue ada di sini," balas Gaksa.

"Air." Tangannya mengelus leher.

Januar bergegas mengambil air yang berada di nakas. "Ini, Var." Ia mengulum senyum.

Respon Zivara di luar dugaan. Gadis itu membuang muka saat melihat Januar. "Pergi, Zivara nggak mau lihat kamu di sini."

"Zivara. Ini Januar." Gaksa menenangkan. Mungkin saja Zivara terbawa suasana mengerikan yang ia alami dan mengira jika Januar adalah orang yang menyekapnya.

"Ya, dia Januar. Dia penyebab Zivara di sekap." Nada Zivara naik beberapa oktaf. "Pergi, pokoknya dia harus pergi."

"Ah, kepala Zivara." Ia meringis. Kepalanya berdenyut nyeri.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang