PART 4

128 10 1
                                    

"Di sini ada wi-fi, nggak?" tanya Ogi yang tak lepas dari layar ponselnya. Bokongnya hendak mendarat di sofa, dan...

Plak

Pukulan itu berasal dari Dodo yang sukses membuat Ogi meringis pelan

"Lo, yah. Apa-apa wi-fi mulu. Beli kuota dong, biar nggak nebeng sana-sini." Dodo bergerutu ria, dan dengan santainya mengambil posisi duduk lebih awal.

"Sakit setan," bentak Ogi tak terima.

"Wi-fi nya ada kok." Zivara menengahi. Bermaksud melerai pertengkaran antar dua senior di depannya.

"Makan tu wi-fi," sembur Dodo.

"Maaf, baru dateng." Nada nampak tergesa-gesa memasuki rumah Zivara. "Gue telat, ya?" Ditatapnya satu-persatu orang yang sama sekali tak memperdulikan kehadirannya, kecuali Zivara.

"Nggak kok. Yang lain juga baru pada nyampe," jawab Zivara. "Duduk Nad, Zivara mau ke belakang dulu. Ambil minum."

"Emang lo berani?" Gaksa bersuara, memasukkan gawainya ke dalam saku.

"Eng- enggak sih." Zivara menunduk kikuk.

"Yaudah, gue temenin," putus Gaksa. Bangkit dan melenggang ke arah dapur.

Sementara Gaksa menyiapkan gelas, Zivara bertugas menyeduh sirup dengan mata yang tak lepas dari pergerakan Gaksa.

"Tambah 1 gelas lagi kak," ucapnya.

"Emang lo mau minum berapa gelas?" Gaksa menambahkan satu gelas lagi.

"Satunya lagi buat kak Januar."

"Kok buat Januar?" Spontan pergerakan Gaksa terhenti.

Zivara menghela napas, bersiap untuk menjelaskan. "Tadi waktu di kantin sekolah, kakak 'kan izin ke toilet. Nah, kak Januar muncul bawain Zivara cokelat pasta."

Ia menghentikan aktivitas menyeduhnya sejenak. "Trus kak Januar nanya-nanya soal tragedi di kelas. Zivara ceritain deh. Setelah itu, kak Januar minta nomor Zivara dan bilang, kalau ada apa-apa Zivara harus hubungin dia. Gitu, kak." Ia mengakhiri ceritanya dengan seulas senyum.

"Oh, gitu." Gaksa manggut-manggut.

"Siap," seru Zivara setelah semua gelas terisi.

"Kak Gaksa tunggu di sini dulu, ya. Zivara mau telpon kak Januar," sambungnya merogoh saku baju kodok yang ia kenakan.

Gaksa hanya membalas dengan gumaman pelan. Seolah tak acuh.

Menarik kursi makan, Zivara mulai mendial nomor Januar. Sedang Gaksa tetap pada posisinya. Berdiri dengan indra pendengar yang tajam, begitupun dengan irisnya. Sedetik pun pandangannya tak lepas dari tubuh mungil yang duduk di seberang meja.

"Ha- halo kak, Januar." Zivara memulai obrolannya dengan canggung. Gadis itu menunduk salah tingkah. Binar matanya seolah menggambarkan kebahagiaan di selingi rasa sungkan.

"Ya, Var. Tumben nelpon, ada apa? Kangen, ya?" Kelakar Januar di seberang.

Zivara tertawa singkat.
"Kakak bisa aja." Ia menjeda, menetralkan tawanya. "Aku mau ngundang kakak, bahas soal peneror yang tadi pagi itu."

Gaksa berdehem mencari perhatian sekaligus berupaya merusak perbincangan antar Zivara dan Januar.

Karena tak peka, Zivara hanya melirik sekilas, membuat Gaksa lagi-lagi harus ekstra sabar.

Di seberang, Januar mematung. "Teror?"

Dengan lugunya Zivara mengangguk, seolah Januar dapat melihatnya.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang