[11] NGINAP

1 1 0
                                    


"Bukan sekali ataupun dua kali. Kamu selalu ada di pikiranku, dan itu benar-benar membuatku tidak nyaman"

~Arletta Vilove~

Tubuh Letta merasa dingin setelah selesai membersihkan dirinya. Ia yang mengenakan pakaian handuk, melihat dirinya di hadapan cermin kamar mandi.

Raut wajahnya menjadi murung. Teringat akan ucapan kedua orang tua nya, bahkan tentang Hatta si Pria sinting itu.

Berkali-kali sudah Wanita itu berpikir, namun tetap saja ia mengendus nafas tanda kekhawatiran yang besar. Percayalah, sekalipun kamu yang berada di posisi Letta, gimana rasanya?

Letta menutup matanya, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Pikirannya menjadi terimajinasi, akan momen di esok hari.

"Idihh, amit-amit gue mah kaya dia. Ngojek sama Hatta, bayarannya eumhhh-eumhh!"

"Enakkan si Cewek nya dong, dia punya bola di squish-squish. Tapi ya sama aja, dia kaya ngejual diri."

"Kira-kira udah pernah maen ena-ena belum ya? Xixixi,,,"

Letta terbangun dari halusinasinya. Ia tidak mau jika halusinasi itu menjadi kenyataan di esok hari. Letta lebih memilih bolos pelajaran, tapi sepertinya ada jalan di balik semuanya.

Cling...

Akhirnya otak Letta berfungsi sempurna. Ia tau, apa yang harus ia lakukan untuk menghindari semuanya. Selama beberapa menit telah berlalu, Letta keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi dan tas yang terlihat berbobot.

Saatnya memulai semuanya dengan perlahan-lahan. Hingga Letta di sahut oleh Anesh yang sedang menonton televisi bersama Daud.

"Mau kemana malam-malam gini, Letta?" tanya Anesh mengerutkan keningnya.

"Iya, bawa tas segala. Jangan-jangan kamu mau-"

"Kerja kelompok! Iya, kerja kelompok di rumah teman."

Perkataan Daud yang segera di potong oleh Letta, alhasil membuat tujuan Letta di bolehkan oleh Anesh. Apapun yang berhubungan dengan sekolah, Anesh lah yang selalu mendukung Letta. Tidak seperti Daud, ia lebih menyetujui anaknya menjadi dewasa dan mandiri.

Akhirnya Letta keluar dari rumah, dengan sepatu sekolah yang sudah ia bungkus menggunakan plastik hitam. Karena sudah di lingkungan luar, Wanita itu tidak lagi mengendap-endap seperti di rumah sebelumnya.

Sekujur tubuh Letta di hembus oleh angin malam. Ide yang seperti ini, tidak pernah ia wujudkan. Apalagi sampai meninggalkan rumah dengan kebohongan.

Jujur saja, berat untuk Letta hadapi. Mau bagaimana lagi, ia juga tidak senang dengan ucapan Hatta pada orang tuanya.

Letta tiba di depan sebuah rumah yang cukup besar. Ini adalah pemberhentian pertama, entahlah jika di terima.

Dingdong...

Bunyi bel yang Letta tekan membuat pintu terbuka. Menampakkan Icha yang terlihat terkantuk-kantuk.

"Kenapa, Ta?" tanya Icha seraya mengucek mata kirinya perlahan-lahan.

"Gue nginep malam ini di rumah lo!"

Tanpa basa-basi, Letta langsung to the point pada Icha. Bukannya menjawab, Wanita itu malah mendengus nafasnya.

"Ada mbak gue gimana? Dia tidur sama gue malahan malam ini," kata Icha dengan alasan yang sebenarnya.

Letta hanya memanyunkan bibirnya. Ia memutar kedua bola mata untuk berpikir kembali.

"Gimana di rumah Ika aja? Dia bilang lagi sendirian di rumah, bokap nyokapnya gak ada di rumah. Kalo mau? Gue ikut juga deh," ujar Icha memberi saran dan di setujui segera oleh Letta.

Sembari menunggu Icha menyiapkan pakaian dan segala macam keperluannya. Letta mengecek ponselnya, dimana jam sudah menunjuk pukul setengah malam.

###

Letta mengetuk pintu rumah Ika dengan nyaring. Berharap Wanita itu belum tidur di jam yang sudah malam begini, dan membukakan pintu rumahnya untuk Letta dan Icha.

"WOY IKAA BUKAIN PINTUNYA!!!"

Tanpa Letta sadari, Icha malah berteriak dari belakang hingga mengagetkannya.

"Ish lo mah gak sopan banget!" tegas Letta dengan suara yang kecil.

"Udah gak papa, lagian tuh anak gak bakalan denger sebelum lo teriak."

Beberapa detik setelahnya, pintu rumah itu terbuka lebar-lebar. Akan tetapi, malah mengejutkan Letta dan Icha. Terlihat jelas, dari ujung kening hingga ujung leher semua berwarna putih terang.

"Huwaaaa-"

Ketiganya berteriak histeris. Dimana Letta dan Icha takut dengan apa yang muncul di depan, sedangkan Ika yang di teriakki ikut-ikut terkagetkan.

"Bangke lo ya, Ka!" ucap Icha berusaha menetralkan dadanya yang berdegup kencang.

"Lo ngapain pake begituan? Lagian kalo masker, gak ada tuh sampe ke leher-leher segala," celetuk Letta dengan nafas yang menggebu-gebu.

"Emang ada apa sih kemari? Mau ngajak ke clubbing? Apa mau numpang wi-fi?" tanya Ika heran akan kedatangan dua Wanita di depannya.

Tanpa permisi, Letta dan Icha masuk kedalam rumah Ika. Seolah-olah pemilik rumah, hampir saja mengunci Ika si pemilik aslinya di luar sendirian.

Ketiganya duduk saling menatap diri satu sama lain. Bahkan, Icha yang sebelumnya membawa Letta kemari masih bingung.

"Oh ya, lo ngajak nginap ngapain? Lagi takut tidur sendirian?" tanya Icha mengerutkan dahinya.

"Atau, mau di dongengin nih! Gue punya banyak banget koleksi buku dongeng, mau yang komedi apa yang dewasa 18+?" sambar Ika dulu-dulu memotong pembicaraan.

"Gak papa kok. Sekali-kali dong, kita sekamar kek gini," jawab Letta berusaha menyembunyikan alasan sebenarnya.

"Helehh,,, bilang aja dong Ta, kalo mau tidur sama gue!" ucap Ika dengan percaya dirinya.

"Idih-idihh, ngarep banget lo. Siapa juga yang mau tidur sama muka lo yang kaya monster," ledek Icha dengan kekehan keras, menertawakan Ika.

Merasa suasana menjadi berubah ke pembahasan lain, Letta lega kedua Wanita itu tidak bersikap keras untuk bertanya alasan lain. Setidaknya, menginap di sini selain menghindari Hatta, Letta juga sangat senang dapat berkumpul di malam hari bersama Icha dan Ika.

Selang beberapa menit telah berlalu, ketiga Wanita itu tidur di satu ranjang. Letta yang berada di pinggir kanan, tidak dapat tidur dengan tenang.

Pikirannya berpaling ke arah yang lain. Entah kenapa, ia tiba-tiba saja menyebut nama Hatta Ahsanan di dalam hatinya.

Berkali-kali sudah ia berusaha melupakan, namun tetap saja wajah Pria sinting itu seakan-akan tersenyum menatap Letta.

Oh Tuhan! Bagaimana ini? Jangan katakan bahwa Letta sedang merasakan fase, dimana rasa cinta itu benar-benar nyata kali ini.

Merasa tidak dapat tenang, Wanita itu beranjak dari kasur meninggalkan kedua temannya yang sudah terlelap dari tadi. Letta duduk di kursi Ika, menggeleng-gelengkan kepalanya.

○○○
BERSAMBUNG
(see you next part^^)

R E M O R S E [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang