[26] BAIK, SEKALI

1 0 0
                                    

"Kamu memang baik. Tapi aku takut untuk ke depan harinya, kamu berpura-pura baik kepadaku"
~Arletta Vilove~

Raut wajah Letta berubah drastis saat berada di dalam rumah. Di tambah, kedua orang tua nya yang belum pulang sedari tadi. Letta yang sedang kesal, mencoba meredakannya dengan cara memasak.

Tak ada yang bisa Letta masak terkecuali makanan siap saji. Maksudnya mie instan, hanya memanaskan air hingga mendidih lalu masukkan mie tersebut.

Rumus sesederhana itu saja akan salah ketika kamu sedang dalam fase badmood. Bukannya sedap, rasanya malah hambar.

"Aduhh Letta! Lupain aja, buang perasaan lo ke dia!"

Merasa semakin aneh dengan tingkah laku nya sendiri, Letta meninggalkan dapur tersebut. Ia berpindah ke depan rumahnya, dan duduk di kursi teras.

Hatta. Kenapa Pria itu bisa berada di pikiran Letta saat ini? Perasaan di hati Letta juga rasanya aneh sekali. Oke, kemarin Letta memang mengucapkan bahwa ia menerima perasan Hatta. Tapi, itu hanya akal belaka Letta.

Drrtttt...

Tiba-tiba terdengar ponsel Letta yang berdering di saku celananya. Dengan segera Wanita itu memeriksa, hingga menemukan notif panggilan dari sebuah nama "Hatta".

Awalnya ada keraguan untuk Letta menyambutnya, namun siapa tau ada hal lain yang ingin di sampaikan.

"Halo!" sapa Letta.

"Lo di rumah kan? Jangan kemana-mana, gue bawa sesuatu." Terdengar Hatta yang berada di kendaraan dengan suara kendaraan lalu-lalang.

Jujur, apa harus menelpon untuk menyampaikan perihal sesingkat itu? Hingga tidak lama kemudian Pria itu sudah tiba di halaman depan. Letta yang masih duduk di teras, mengacuhkannya.

Hatta memarkirkan motornya, melepaskan helm lalu menghampiri Letta di sana. Sesuatu yang ia bawa ada di tangan kanannya, sekantong plastik hitam yang tidak jelas apa isinya.

"Nih. Gue bawain buah, siapa tau lo ngidam."

Hatta menyulurkan plastik tersebut dan di terima oleh Letta.

"Ngidam pala lo itu. Mau ngapain kesini?" tanya Letta beralih dari plastik tersebut.

"Ya mau pacaran lah. Kan kita baru jadian," ucap Hatta tersenyum semriwih.

"Hehe-" kata Letta terkekeh, walau aslinya hanya sekedar alasan untuk menghargai ucapan Hatta.

Letta membawa plastik tersebut masuk ke dalam rumah. Di ikuti oleh Hatta yang menikmati suasana, mengikuti tujuan Letta yang ke ruang dapur.

Hatta yang melirik semangkok mie instan, seketika mendekat lalu bertanya.

"Ini lo yang masak?" tanya Hatta memfokuskan pandangan pada benda aneh di depannya.

"Iya. Kalo mau, makan aja!" jawab Letta menyusun buah itu ke dalam kulkasnya yang sebenarnya sudah ada isiannya.

Berpindah ke Hatta, ia mengambil sendok di sana. Mengarahkan ujungnya ke sebuah kuah, lalu mencicipinya sedikit.

Betapa terkejutnya Hatta, sampai tersedak keras di tempatnya berada. Letta yang menyaksikannya hanya tertawa penuh kemenangan.

"Gila. Ini makanan buat manusia, apa buat tikus?"

"Gak ada rasa. Lo gak bisa masak ya, Ta?"

Perkataan Hatta yang di tunggu-tunggu oleh Letta. Komentar itu sangat membuat Letta senang. Kali pertamanya ia membodohi seorang Pria yang di kenal seluruh murid sekolah, Pria yang jahat.

"Bwahahahaa... seneng banget rasanya. Huhhh,,, bengek gue." Suara tawa pecahnya Letta saat melihat ekspresi Hatta.

"Gue khawatir lo belum makan. Duduk di situ, biar gue masakkin sesuatu," pinta Hatta yang segera bergegas mencari hal yang bisa di masak dan layak di makan.

Letta mengiyakan ucapan Pria itu. Tak ada salahnya duduk menunggu, lagipula Letta juga penasaran dengan masakan Hatta. Karena selama ini, Letta tau di rumah Hatta hanya ada dirinya dan Ayahnya. Tentu, Hatta yang akan memasak untuk dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Hatta kembali ke meja makan dengan piring di tangannya. Terlihat gumpalan mie instan yang di hiasi sayuran.

"Makan. Jangan nyiksain perut lo, ntar anak gue gak bisa tumbuh di sana," kata Hatta memberi sendok untuk Letta.

Wanita itu memulai suapan pertama, dari aroma terasa menyakinkan. Hingga Letta selesai mengunyah, ia menemukan rasa yang sangat lezat di mulutnya.

Hatta yang tau dari raut wajah Letta, tersenyum melirik Letta yang makan dengan lahapnya. Entah apa yang akan terjadi dengan Letta jika tidak makan hari ini. Mungkin, begitu pula dengan hari kemarin-kemarinnya.

"Kalau orang tua lo gak ada di rumah, telfon gue!" ucap Hatta.

"Ngapain? Emangnya lo babysister?" tanya Letta mengangkat sebelah alis matanya.

"Lo kurus. Gue tau lo jarang makan," kata Hatta kemudian.

Letta mengacuhkan ucapan Hatta. Ia hanya perlu menikmati makanan di depannya, kemudian beralih ke tempat lain selain dapur.

###

Keduanya berpindah ke ruang tamu, Letta yang merasa suasana sepi, segera menyalalan televisi untuk mengalihkan suasana.

Hatta melirik ke arah Letta sesekali. Dimana Wanita itu yang sedang fokus ke arah televisinya, menyakinkan Hatta tidak akan ketahuan.

"Letta!"

Hatta memanggilnya saat hendak mengatakan sesuatu. Jawaban Letta hanya deheman kecil, namun pandangannya masih ke depan sebuah siaran televis.

"Panggil gue ... sayang dong!"

Mendengar ucapan Hatta, Letta beralih melihatnya. Ada-ada saja yang Pria itu ucapkan. Belum saja Letta mencerna masakkan yang ia masak, dan setelah mendengar ucapannya membuat Letta ingin memuntahi semua yang ia makan.

"Gila lo. Enggak, apaan coba," kata Letta mengelak permintaan Hatta.

Hatta hanya tersenyum tipis, tangan kanannya mengepal keras di atas pahanya. Ia tidak marah atas tolakkan Letta, tapi ia sedang menahan sesuatu dari pikiran dan hatinya.

Waktu berlalu hingga membuat Hatta merasa ingin kembali ke rumahnya. Namun sebelum ia pulang, ia memperingati Letta akan sesuatu.

"Besok biar gue jemput lo. Sekalian kalo pulang sekolah, gue masak di sini," ucap Hatta.

"Hmm-" jawab Letta.

"Jangan keluar rumah jauh-jauh. Setelah gue pulang langsung istirahat di kamar."

"Udah ceramahnya, cepet pulang!" kata Letta sudah tidak tahan mendengar ucapan Hatta.

Sebelum itu, Hatta mengulurkan tangan kanannya untuk Letta. Tentu, Pria itu menginginkan bersalaman pamit seperti kebanyakkan orang lakukan di luar sana.

Letta menyalaminya walau agak ragu-ragu. Hingga setelah selesai menyatukan jemari Hatta ke keningnya, Pria itu sempat-sempat saja mengecup kening Letta setelahnya.

"Gue pamit pulang. Telfon kalo perlu, jangan kirim sms doang."

Mendengar ucapan Hatta membuat Letta ingin sekali membalasnya. Lagipula, sejak kapan Letta mengirimkan pesan/sms ke nomor ponselnya.

Setidaknya, dengan cara diam sudah cukup untuk mengucapkan terima kasih untuk semuanya hari ini. Karena Letta terlalu sulit mengucapkannya, ia mengiyakan saja apa yang Pria itu ucapkan.

○○○
BERSAMBUNG
(see you next part^^)

R E M O R S E [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang