[31] SALAH PAHAM

4 0 0
                                    

"Kesalah-pahaman kecil saja dapat mengubah tali persaudaraan. Percayalah, jika salah paham itu besar. Maka apa yang akan terjadi?"
~Arletta Vilove~



Sepulang sekolah, Letta berjalan sempoyongan. Ia mengacuhkan sekitarnya, sebab rasa sakit di hatinya yang benar-benar dahsyat.

Siapapun tentu akan terluka, juga tak akan mengira. Ayolah, Icha adalah teman baik yang super-duper baik menurut Letta. Aneh, bisa-bisa saja hari ini dia membuat Letta menangis bahkan membuat luka di hati.

Dalam langkah yang begitu lamban, Letta tidak peduli hal apa yang berikutnya akan menimpanya. Berdiri saja rasanya sudah tak kuat, apalagi berjalan dari sekolah menuju ke rumahnya.

Di sisi lainnya ada seorang Hatta yang dengan emosi menendang bak sampah sekolah. Kali ini ia tidak akan tinggal diam, apalagi terhadap si iblis Anhar.

Hatta bergegas menuju ke tempat Pria itu berada. Mereka sudah berjanji untuk bertemu di gudang sekolahan, hanya ada Hatta dan Anhar. Dapat Hatta pastikan, wajah Pria itu tidak akan lagi di kenal sebagai Anhar. Ya, emosi Hatta akan membuat lempengan di wajahnya.

Hingga sesampainya di tempat tujuan, terlihat Anhar yang sedang menyenderkan tubuhnya di tembok dinding. Benar saja, hanya ada keduanya di sana.

"Kasihan banget! Di putusin pas lagi kecyduk selingkuh, hahaha-"

Ledekkan Anhar yang di iringi suara tawa puas.

"DIAMM LO BANGSATT!!"

Sesungguhnya Anhar sudah sering mendengar kata pedas dari seorang Hatta Ahsanan. Dan ini adalah kali terakhirnya ia secara damai menerima ucapan tersebut.

"LO YANG BANGSAT! SETANN!"

"NGEBUNUH NYOKAP SENDIRI!!"

"ANAK DAZAL KAYAK LO, MASIH BERKELIARAN?!!"

Hingga ketika ucapan terakhir Anhar selesai, benturan keras dari kepalan tangan Hatta meluncur ke pipi Anhar. Namun, Anhar segera membalas ke arah perut Hatta.

Perkelahian itu sudah terjadi beberapa kalinya. Akan tetapi yang kali ini bukan cuma berkelahi. Pertarungan antara hidup dan mati, siapa yang lemah maka dialah yang berakhir di gudang tersebut.

Tanpa Hatta ketahui, Anhar membawa sebua pisau kecil di saku celananya. Hatta yang melihat Anhar mengencangkan pisau tersebut, seketika mencari sesuatu untuk bertahan.

"Ck- mati lo hari ini!"

Pertarungan itu kembali di mulai. Untungnya Hatta dengan gesit melawan dalam alat yang seadanya. Sudah berpuluh-puluh menit keduanya bertarung, juga sudah mendapatkan beberapa luka memar di tubuh keduanya.

Saat Hatta tak sengaja terpeleset, Anhar terdorong dan tak sengaja menancap pisau tersebut di samping perut Hatta. Lalu darah segar pun bercucuran keluar, seperti pompa air yang bocor.

"Awssstttthh,,," ringis Hatta menahan rasa sakit yang luar biasa.

Seketika Anhar tersadarkan. Sungguh, ia benar-benar tidak bermaksud menancapkan pisau tersebut. Perkataan sebelumnya hanyalah angan-angan untuk membuat Hatta takut dan mengaku kalah.

Setelah beberapa menit berikutnya, Hatta menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah tidak tahan menahan rasa sakit tersebut, hingga hitungan detik ia terkapar pingsan.

Anhar yang melihatnya pun juga tidak tega. Dengan maksud membangunkannya kembali, Anhar mendekat.

"Hatta. Hatta bangun, Ta!"

Berkali-kali Anhar mendorong-dorong tubuh Hatta, tapi tetap sama. Hingga terdengar berpuluh-puluhan langkah memasukki gudang tersebut. Ternyata Rio, dan teman-teman Hatta yang lainnya telah berada di belakang. Juga dengan pihak guru yang menyusul.

Rio maupun temannya yang lain, berlarian menghampiri keadaan Hatta. Pria itu sudah mengeluarkan darah yang sangat banyak.

###

Letta sudah berada di kamarnya. Ia duduk sambil memeluk kedua kakinya. Di belakang pintu yang tertutup rapat, kembali menangis dengan luka yang sama.

Sesekali pandangannya melirik ke depan. Melihat foto dirinya bersama Icha dan Ika. Melihat senyuman mereka yang terlihat menyenangkan. Kecuali senyumnya sendiri, terlihat egois dan mengerikan.

"Icha gak salah,, hiks-"

"Icha baikk,, hikss- gue yang jahatt!"

"Hiks- maafin gue, Cha!!"

Suara tangisan Letta semakin terdengar keras. Bahkan ia tidak menyadari bahwa ponselnya sudah berdering sedari tadi. Hingga saat Letta sudah puas dengan air matanya, ia bangkit dan bergegas merapikan peralatan sekolahnya.

Saat ia mengecek ponsel, ia menemukan puluhan panggilan dari Hatta dan juga dari nomor yang tak di kenal. Perasaan Letta menjadi tidak enak. Sangat tidak enak. Lalu ia mencoba memanggil ponsel Hatta.

Panggilan itu tersambung, namun terdengar banyak sekali keributan.

"H-halo, Ta!" sapa seseorang yang terdengar cukup asing.

"Ini siapa? Hatta mana?" tanya Letta mencari sang pemilik ponsel.

"Hatta di rumah sakit dekat sekolahan. Buruan, Ta!"

Mendengar ucapan itu, dengan segera Letta bergegas. Bahkan ia belum menggantikan pakaian sekolahnya, tidak mau mengulur waktu sebab ia mendengar ada Hatta di rumah sakit.

Perasaan tidak enak Letta, semakin bertambah dan terus menerus menghantui. Letta berlari bagai mengejar seseuatu, dengan sekuat tenaga membawa kakinya pergi.

Letta tau rumah sakit tersebut cukup jauh dari sekolahan. Jika menunggu taksi, Letta hanya memperlambat waktu. Hingga tenaga Wanita itu sudah habis, ia berhenti di pinggiran jalan.

Jantungnya merasa sesak. Nafasnya tak beraturan, kepalanya juga pusing. Bahkan, hatinya tambah tidak enak.

"Huhh,, huhh,,, huhhh-"

Suara gemuruh nafas Letta yang terdengar nyaring. Ia melirik ke kiri dan kanan, memberhentikan beberapa mobil namun tak ada yang mau. Bahkan jalanan di sekitar sana juga ikut macet, membuat jalan di penuhi kendaraan.

Letta membuat semangat untuk kembali bangkit, lalu terus berlari. Beberapa meter lagi Wanita itu akan tiba, dan sesampainya di sana, ia bertemu dengan Rio yang sudah menunggu kedatangan Letta.

"Huhhh- dimana, Hatta?"

Rio membawa Letta masuk ke dalam. Memberinya jalan untuk menghampiri ruang tempat Hatta berada, hingga saat berdiri di depan ruangan yang tertutup, Rio menunduk.

Tanpa basa basi, Letta membuka pintu tersebut. Belum saja ia masuk, Letta sudah terdorong keluar dan terjatuh. Terlihat ada beberapa dokter dan juga perawat yang sedang melalukan pekerjaannya. Dan Hatta. Pria itu berada di atas kasur, dengan mata yang terpejam, juga mengenakan infus.

Rio dengan segera menutup pintu, ia mengangkat Letta untuk di bawa duduk di depan ruang tersebut.

"Awhaawhaa,,, Hatta kenapaahhh?? Dia kenaaapaaa?!"

Teriakkan Letta yang di iringi dengan air mata, membuat Rio tertunduk dan menahan kesedihannya.

"Hatta berantem sama Anhar. Di gudang, dan di temukan Anhar membawa pisau kecil."

Mendengar penjelasan dari Rio, Letta membuka mulutnya lebar-lebar. Masalah lain apa lagi yang menimpa keadaan kali ini. Sudah cukup rasanya Letta putus, di tinggalkan Icha. Apa harus di tambah dengan sekarang?

"Teruss, Anhar dimanaa?"

"Dia di tahan di kantor polisi. Pihak guru juga udah pada tau," jawab Rio.

Letta menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka bahwa Anhar akan bersikap sekeji itu. Ternyata bukan Hatta orang yang buruk selama ini. Akan tetapi Anhar. Pria lugu itu, ialah yang buruk dari semua Pria yang Letta kenal.

Letta sangat menyesal telah men-cap Hatta sebagai Pria bajingan. Anhar-lah Pria bajingan tersebut. Pria yang benar-benar bajingan!



○○○
BERSAMBUNG
(Huhu, see you next part^^)

R E M O R S E [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang