[29] SIAPA DIA?

3 0 0
                                    

"Aku hanya kesal. Tolong menjauh sejenak, biar aku tak meminta agar kamu menjauh dariku selamanya"
~Arletta Vilove~




Sepulang dari rumah Ika, perkataan Icha begitu melekat di telinga Letta. Bahkan ketika pita suaranya yang terdengar seakan mengancam, tentu membuat Letta diam tak bernyawa.

Tiba-tiba saja ia mengungkapkan ucapan yang sangat menyayat hati. Berhubungan dengan Hatta, justru menjadi masalah yang sangat besar untuk di pilih.

Akan tetapi, Letta tidak ingin terus-menerus membuat pertemanan mereka tergantung pada dirinya. Letta juga merasa kasihan dengan Ika yang sepertinya sangat mengharapkan pertemanan mereka kembali.

Tidak! Letta juga tidak harus putus dengan Hatta. Ayolah, Icha mungkin hanya sedang bercanda. Tidak mungkin orang yang mendukung Letta tuk berpacaran dengan Hatta, seketika meminta Letta menghentikan hubungannya. Ya, itu yang Icha ucapkan ketika tau Hatta menyukai Letta.

Butuh berwaktu-waktu untuk Letta mengatakan kata putus dengan Hatta. Apalagi saat ini Pria itu sedang fase sayang-sayangnya, begitupun Letta.

###

Hari berlanjut ke sekolah. Letta berjalan menyusuri koridor dengan tas yang ia gendong di belakang. Tatapannya terlihat sendu, hampir semalaman ia tidak bisa tertidur. Ya, ia masih saja memikirkan ucapan Icha kemarin.

Dalam posisi Letta yang sedang menunduk memperhatikan lantai, ia di kejutkan dengan Anhar yang tiba-tiba saja berdiri di depannya.

"Ehh Ta, kok lo muram gitu sih?" tanya Anhar yang tanpa di sengaja tertabrak oleh tubuh Letta.

"Sorry-sorry, lo nggak papa?" tanya Letta berbalik ke Anhar.

Anhar menggeleng sembari tersenyum. "Gue nanya lo. Kok mukanya di tekuk gitu? Lagi sakit?"

"Enggak kok. Lagi gak enak badan aja," jawab Letta terkekeh sambil menggaruk leher bagian belakangnya.

"Istirahat aja di UKS, gue anterin deh!" ujar Anhar memberi saran.

"Gak usah, Har. Gue ke kelas aja. Duluan ya!" kata Letta bergegas pergi.

Rasanya sangat aneh. Sudah lama sekali Letta tidak mengobrol dengan Pria itu. Padahal, rumah keduanya saling berdekatan.

Selama perjalanan menuju ke kelas, lagi-lagi Letta masih saja sama. Apalagi ketika ia duduk di bangku nya, serasa lelah dan hendak tidur saja.

Ika yang ternyata baru tiba, seketika menghampiri Letta dan menyapanya.

"Pagi, Ta!"

Letta menengok, namun hanya membalas dengan senyuman.

"Lo kenapa? Sakit?" tanya Ika segera menempelkan telapak tangannya ke dahi Letta, dan merasakan hawa panas di sana.

"Ya ampun! Double-double ampun! Panas banget kek pantat setrika," ucap Ika menghempaskan tangannya yang reflek kepanasan.

Tanpa berpikir panjang, Ika sang pahlawan kepagian itu segera memopang jalan untuk membawa Letta ke UKS. Letta hanya pasrah ketika tubuhnya sudah sangat lemas, wajah pucat dan tenaga yang pas-pasan.

Sesaat tiba di ruang UKS, Letta segera di periksa dan pihak yang berada di sana menganjurkan Letta untuk meminum obat lalu beristirahat. Mendengar hal itu, Letta mendengus nafasnya.

Beberapa menit kemudian Letta pun beristirahat. Ia hanya berada di atas kasur dengan mata terpejam. Ternyata benar kata Anhar, bahwa Letta memang membutuhkan istirahat di saat-saat yang seperti ini.

R E M O R S E [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang