[6] PERASAAN

6 1 0
                                    

"Jika menyakiti perasaan adalah cara memberhentikannya. Maka, biarlah dia tersakiti daripada di sia-siakan"
~Arletta Vilove~

Letta melihat kejadian itu secara tidak percaya. Apa yang sedang terjadi, bagaimana mungkin Anhar kenal dengan Hatta si Pria itu. Ah, tidak penting. Lagipula itu urusan mereka.

Perkelahian itu membuat Letta tidak nyaman. Sehingga ia memilih untuk kembali ke kelasnya. Ia yang belum bisa memperbaikki moodnya, seketika memilih untuk tidur sejenak di tempat duduknya.

Beberapa menit kemudian, kelas menjadi ramai. Mungkin, perkelahian itu sudah berakhir dan di tangani oleh pihak guru.

Letta yang sudah hanyut ke liang mimpi, mengacuhkan pembicaraan orang-orang. Termasuk Icha dan Ika yang masih saja membicarakan permasalahan dedemit tadi.

"Mau gimanapun, aku gak suka di bilang mirip dedemit!" bentak Ika menatap tajam ke arah Icha.

"Noh mata lo aja udah ngebuktiin lo mirip banget. Udah deh Ka, kalau mirip ya syukurin aja. Mukjizat Tuhan itu adalah anugrah!" kata Icha yang tiba-tiba memberi nasehat.

"Gak mau bersyukur. Ika udah dandan pagi tadi, pake foundation segala macam. Gak mau!" tolak Ika berusaha keras melawan.

Seketika datang seorang Pria dengan raut wajah penuh kekesalannya. Di tambah, beberapa memar biru yang menandakan selesai berkelahi.

Anhar, dia berjalan untuk menghampiri Letta yang sedang tertidur pulas.

"Letta bangun!" pinta Anhar seraya menepuk-nepuk bahu Wanita tersebut.

"Gak usah di bangunin. Letta baru tidur tadi pas kalian berantem," celetuk Icha tidak nyaman atas kehadiran Anhar.

Pria itu terlihat benar-benar marah. Ia tidak sanggup menunggu Letta bangun, hingga ia menyentuh perut Letta untuk menggelitikkinya.

"Emmm,,, siapa-sih?" tanya Letta melirik seseorang itu dengan mata yang terkantuk-kantuk.

"Ta bangun, ikut gue sekarang juga!" ajak Anhar sembari menarik lengan Letta, memaksanya keluar.

Seisi kelas di buat heran dengan kedatangan Anhar. Tiba-tiba saja ia menyeret Letta yang tidak tahu-menahu alasannya. Jangankan teman-teman di kelas Letta, bahkan hampir semua siswa dan siswi di luar kelas juga sama.

Hingga keduanya berhenti di depan perpustakaan yang sepi. Letta menghempaskan tangan Anhar yang sedari mendapatkan rasa ngilu di beberapa bagian.

"Sakit tau!" tegas Letta yang tidak segan-segan meluapkan emosinya.

"Lebih sakit lagi gue, ketika lo deket sama Hatta!" timpal Anhar lebih keras dari Letta sebelumnya.

Letta terdiam. Jangan bilang, perkelahian mereka tadi di sebabkan oleh Letta. Jika itu benar, mengapa? Kenapa harus Letta yang menjadi masalahnya?

"Gue gak kenal siapa yang lo maksud," ucap Letta memalingkan pandangannya ke arah lain.

"Lo gak tau? Cowok yang pura-pura baik di depan semua orang. Padahal, punya hati busuk, cuman Hatta!" kata Anhar mencaci maki Pria itu di depan Letta.

"Terus! Maksud lo apa narik-narik gue kesini?" tanya Letta membuka lipatan matanya.

Menatap tajam ke arah lawan adalah satu cara untuk melumpuhkannya. Anggaplah sekarang Anhar adalah lawan Letta, karena dia telah menyakiti Letta.

Anhar terdiam sembari meneguk ludahnya. Tatapan Letta yang jarang sekali ia lihat sebegitu serius itu, membuatnya menghela nafas. Ia benar-benar tidak percaya, Letta akan memelototi dirinya.

"Ta! Selama ini lo gak tau? Apa pura-pura gak tau?" berbalik Anhar bertanya.

"Gue balik ke kelas." Letta meninggalkan Anhar yang belum siap memberitahukan apa yang muncul di pikirannya.

Namun, saat Letta hampir sedikit jauh darinya, Anhar segera mengucapkannya.

"Gue suka sama lo, Ta!" ucap Anhar.

"Dari dulu sampe sekarang. Gue suka sama lo! Jadi jangan dekatin Hatta yang udah jelas-jelas gak baik," ujar Anhar menurunkan nada suaranya, sembari berharap lebih.

Letta berhenti dari langkahnya. Ia berbalik, menatap Pria itu lagi dan lagi.

"Lo pikir, nyeret gue dari kelas itu cara yang baik?" tanya Letta menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah.

"Rasa suka lo ke gue berlebihan tau gak. Gue gak marah kalau lo suka sama gue," kata Letta sembari mengambil nafasnya.

"Tapi gue marah dengan usaha buat ngebuktiin rasa suka lo! Gue benci lo, Har!"

Setelah mengucapkan perkataannya, Letta berlarian melalui koridor sekolah. Pria itu terdiam seribu bahasa atas ungkapan Letta tentang dirinya. Anhar tau jika ia telah di tolak. Akan tetapi, menyerah bukanlah cara untuk mengubah semuanya.

Letta menyempatkan diri pergi ke dalam kamar kecil. Ia menyalakan keran air, lalu membasahi wajahnya yang terlihat pucat.

Wanita itu sesekali melirik lengannya. Bekas merah itu telah hilang, bersama rasa kesal Letta yang di bangun paksa dari tidurnya. Kemudian ia keluar dan segera mengarah ke kelas.

Moodnya semakin bertambah rusak. Koridor yang sebenarnya ramai, malah menjadi sunyi di gendang telinga Letta. Hingga ia tiba di kelasnya, menghela nafas dan duduk di tempatnya.

###

Hari sudah semakin siang. Waktu pulang sudah di mulai semenjak pelajaran terakhir selesai. Letta yang mempersiapkan diri, berjalan beriringan dengan Icha dan Ika.

"Lo gak papa, Ta?" tanya Icha yang tidak nyaman pada raut wajah Letta.

"Gak kok. Kalian duluan aja, gue mau ke toilet dulu." Letta memilih untuk membiarkan dua temannya keluar dari gerbang mendahuluinya.

Letta masuk ke dalam toilet siswi. Menatap wajahnya di cermin, tanpa sedikitpun mengubah ekspresinya.

"Huh! Letta, lo gak boleh buruk kek gini melulu. Lo harus sen-yum!" kata Letta menarik kedua pipinya dengan jarinya, membentuk senyum terpaksa.

Tidak mudah mengubah perasaan ketika sudah tidak nyaman. Jika terlalu memaksanya, hanya akan membuat ketidak-nyamanan itu bertambah besar.

Wanita itu memutuskan pulang dan menghentikan semuanya. Ia keluar dari gerbang, berjalan di pinggir menyusuri jalan raya.

Langit yang terlihat abu-abu, tidak memungkinkan untuk Letta dapat tiba di rumah dengan cepat. Ia yakin, beberapa menit lagi akan turun hujan.

Tik... tik... tik...

Benar saja. Rintik hujan sudah berjatuhan, hingga terdengar di atas genteng pos tempat Letta berteduh. Semakin deras, semakin membasahi daratan yang semula kering.

Terlihat seseorang berlarian menghampiri pos tempat Letta berada. Tak ada yang sanggup menahan jatuhnya butiran hujan, kecuali mereka yang pasrah. Lagipula, berteduh adalah hal yang lebih baik daripada menerima beban rintik hujan.

Seorang pria yang sama-sama mengenakan seragam sekolah seperti Letta. Ketika ia sudah berada di depan Letta, Pria itu terkejut melihat seseorang di hadapannya. Begitupun Letta, bagaimana mungkin ia bertemu Hatta di satu Pos yang sama.

Omaygat!!!

○○○
BERSAMBUNG
(see you next^^)

R E M O R S E [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang