Tiga Puluh

4.5K 413 12
                                    

Teman-teman, aku minta maaf.
Untuk kedepannya cerita ini ga bisa di pastikan akan update tiap kapan.
Tapi yg pasti akan aku update sampe tamat kok.
Cuman waktunya gak tetap.

Selamat membaca..
__________________________

Dering telepon jam dua belas malam membangunkan Syara yang tertidur di atas sofa ruang keluarga. Bagas memang sudah menyuruhnya tidur duluan di kamar, tapi ia tak bisa. Tak mau lebih tepatnya, perasaannya agak tak nyaman dari petang, padahal ia dan Bagas sempat bertelponan jam 7 malam tadi, mengingati suami tercintanya itu agar makan malam tepat waktu.

Mengerjap pelan, ia melihat jam di layar handphonenya sebelum menjawab panggilan telepon dari nomor rumah atau kantor dengan  perasaan was was. Semoga ini bukan telepon penipuan. Ataupun berita buruk yang sekarang terasa menekan dadanya.

"Halo."

"Selamat malam, apa betul ini dengan istrinya bapak Bagaskara Aditya."

"Betul, ada apa ya Pak?"

"Bapak Bagaskara terlibat kecelakan dan kami ketemukan pukul 23.30 saat patroli tadi. Tubuh bapak sudah di bawa ke Rumah Sakit Harapan Bersama. Sekarang ini bapak dan satu orang lagi yang terlibat kecelakaan sedang berada di ruang gawat darurat."

"Apa!!" Pekik Syara.

Telinganya terasa berdenging saat mendengar kabar barusan. Ia tak bisa mendengar apalagi yang polisi itu ucapkan sebelum mematikan sambungan telepon. Bagas, suaminya kecelakaan, bagaimana bisa. Seketika Syara jadi bingung dan panik, tak tahu langkah apa yang harus ia ambil sekarang.

Tanpa berpikir panjang, ia bergerak cepat mencari kunci mobil dan kunci rumah. Namun begitu akan membuka pintu ia sadar, ada Arkan, Rara da Syani yang akan kaget jika ia dan Bagas tak ada saat mereka bangun nanti. Memutar arah, Syara mengetuk pintu kamar Rara agak keras.

"Ra.. Rara.. Bangun Nak." Panggil Syara sambil terus mengetuk pintu kamar.

Hingga terdengar suara orang yang turun dari tempat tidur dan berjalan membuka pintu. Untunglah Rara bukan tipe anak yang susah di bangunkan.

"Apa apa Bu?" Tanya Rara saat membuka pintu kamar dengan mata setengah terpejam.

Anak gadis itu bertanya sambil mengucek kedua matanya yang terasa berat akibat di paksa bangun saat sedang nyenyak beristirahat.

"Ibu harus ke rumah sakit sekarang. Papa kecelakaan. Kamu jaga Arkan ya, nanti ibu hubungi saat sudah melihat kondisi Papa." Singkat, padat, jelas paparan Syara.

"Apa? Pa.. Papa gak apa kan Bu?" Kantuk Rara seketika hilang ke dengar kabar yang Syara berikan.

"Kamu doakan Papa dari rumah ya. Nanti Ibu hubungi kamu lagi. Kasi tahu Syani dan ibu titip Arkan." Pesta  Isyara sebelum melangkah meninggalkan pintu kamar Rara.

Rara yang kaget langsung meneteskan air mata tanda khawatir. Hanya sekali dalam hidupnya ia ketakutan seperti ini. Yaitu saat mamanya sakit, dirawat di rumah sakit dalam waktu lama, hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Rara tak ingin kehilangan lagi, walaupun ada Syara tapi nyatanya tanpa Bagas ia akan menjadi anak yatim piatu. Mengingat itu tangis Rara semakin menguat hingga Syani terbangun.

"Ra, kenapa nangis tengah malam gini?" Tanya Syani dengan suara serak khas bangun tidur.

"Papa Syan, papa aku kecelakaan. Ibu sekarang lagi di rumah sakit mau lihat Papa." Jelas Rara sambil berderai air mata.

Syani langsung bangkit dari tidurnya, bergerak menuju Rara yang duduk bersimpuh di depan pintu. Memeluk saudara sekaligus sahabatnya itu. Mencoba menenangkan tangis gadis yang terkenal tenang dan ceria.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang