"Dulu, Ibu sering berpikir kalau Ibu bukan Ibu yang sempurna buat Syani, Ibu juga sering merasa sedih dan kasihan, karena Syani terpaksa tumbuh besar tanpa kasih sayang Ayah. Hingga akhirnya Ibu sadar, bahwa daripada terus tenggelam dengan prasangka negatif lebih baik Ibu mensyukuri apa yang Ibu capai hingga saat ini.
Walau lelah, Ibu bersyukur bisa membesarkan Syani hingga sebelum anak itu memutuskan untuk tinggal bersama Ayahnya dulu. Hingga akhirnya masalah yang sebelumnya Ibu abaikan kembali terkuak dan membuat pikiran buruk menguasai kepala Ibu. Ibu sama seperti orang kebanyakan suka memendam masalah, terus menerus menumpuknya hingga menjadi bom waktu yang merusak tubuh Ibu.
Beruntung, Papa dan Rara dulu mendampingi Ibu. Mereka mendekati Ibu perlahan hingga akhirnya Ibu bisa mencurahkan semua masalah yang Ibu pendam selama belasan tahun. Lalu, apa masalahnya langsung selesai setelah Ibu cerita, ya enggak lah. Tapi rasanya ada bongkahan batu yang dulu membuat dada Ibu berat jadi terangkat. Hati Ibu terasa ringan, dan sisi baiknya Ibu bisa menjalani hidup dengan baik hingga sekarang." Syara menarik nafas sebentar sambil menyeruput es lemon guna membasahi tenggorokannya yang kering akibat cerita panjangnya.
Melihat Gerry masih setia dengan keterdiamannya, Syara memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan sepihak nya.
"Jadi, Ibu harap jika Gerry punya masalah, Gerry mau cerita ke orang yang Gerry percayai. Gerry gak sendirian di sini, ada Ayah, Bunda, Syani, Rara, Ibu, Papa, dan Arkan yang bisa jadi pendengar setia. Terutama Arkan, Ibu jamin Arkan akan jadi pendengar setia yang akan menjaga rahasia kamu sampai dia ngerti dengan sendirinya nanti." Ujar Syara sambil bercanda saat melihat raut wajah Gerry perlahan berubah.
"Maaf Bu."
Akhirnya usaha Syara tak sia-sia, ia menduga anak itu akan setia dengan keterdiamannya hingga ia selesai berceloteh tadi.
"Untuk?"
"Menjadi masalah buat Ibu."
"Gerry gak pernah bermasalah kok sama Ibu, jadi gak perlu minta maaf dan tak ada yang perlu di maafkan."
"Tapi cerita Ibu tadi buat aku merasa bersalah."
"Gerry gak salah Nak, yang salah itu nafsu. Nafsu membuat banyak orang lupa bersyukur dan tak pernah merasa puas. Sayangnya saat itu Ayah dan Bunda Gerry terkena pengaruh nafsu. Sedang Gerry kan enggak jadi gak perlu merasa bersalah."
"Makasih Bu." Ujar Gerry sambil tersenyum tulus.
"Untuk?" Pancing Syara lagi.
"Menghibur Aku dari tadi. Sampai Ibu kehausan tadi."
Sontak Syara tertawa kecil, ternyata anak ini memperhatikan nya, di luar raut datar yang terpasang sejak awal mereka duduk tadi.
"Asal Gerry senang Ibu bisa lupakan capeknya ngoceh sendirian tadi."
Mereka berdua tertawa kecil bersama, menikmati pemandangan dalam keheningan. Karena sebenarnya Syara sudah berhasil menghibur Gerry. Walau anak itu tak menceritakan masalah yang dipendam nya tapi rona wajah yang sebelumnya kaku itu tampak lebih rileks dan tenang. Ia yakin Gerry sudah tahu bagaimana harus menghadapi masalahnya saat ini.
*****
Rumah makan keluarga akhirnya yang dipilih Jakra untuk meluangkan waktu berharga yang sudah direncanakannya beberapa hari lalu. Sempat tertunda karena banyaknya pekerjaan, hingga akhirnya bisa terlaksana malam ini. Namun Sayang kali ini tak ada Syani di sini, Syani tidur di rumah ibunya. Selain karena Gerry yang meminta, itu memang sebenarnya keinginan Syani sejak lama, kembali tinggal bersama sangat ibu.
Sebagai gantinya, atas permintaan Gerry juga Artika ikut bergabung malam ini. Sudah lama rasanya mereka tak menghabiskan waktu bertiga sebagai keluarga. Sangat lama bahkan jauh sebelum Syani tinggal bersama mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/225260617-288-k965519.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menukar Hidup
ChickLitTak selamanya kalimat tak apa hidup sederhana asal bahagia itu relevan dengan yang Syara rasakan. Karena nyatanya sang anak lebih memilih kemewahan daripada kesederhanaan. Meski anaknya tahu, bahwa lelaki yang mengaku ayah itu telah mencampakkan dan...