Dua Puluh Sembilan

3.9K 416 26
                                    

Sorry, jumat kemaren gak bisa up karena otak mandek. Heee
Ini cerita pertama yang aku bikin tanpa ada cadangan bab selanjutnya.
Beda dengan dua cerita yang aku publish sebelumnya ini.
Tapi tenang aja, bakal. Aku up sampe tamat kok, cuma klo tiba-tiba satu minggu aku gak up itu artinya otakku buntu.😁😁
Padahal niatnya mau up dua bab hari ini tapi satu bab masih gak jalan-jalan ceritanya jadi satu bab aja ya.

Okelah udah panjang banget kata pengantarnya.

Selamat membaca.
-----------------------------------

Artika hanya bisa menghela nafas panjang. Andai bisa memutar waktu ia ingin kembali ke masa lalu. Memperbaiki kesalahan yang pernah ia buat lalu hidup bahagia di masa kini. Sayang itu hanya harapan kosong banyak orang yang terlambat menyesal dan ia salah satunya.

Semua jawaban atas pertanyaan yang di berikan Gerry ia jawab dengan jujur, namun sayangnya kejujuran nya kali ini pasti melukai hati anak semata wayangnya itu. Yah anak mana yang tak kecewa jika kehadirannya tak pernah di harapkan oleh sang ibu hingga saat ini. Tak pernah di berikan perhatian apalagi limpahan kasih sayang.

Bagi Artika, adanya pengasuh sudah lebih dari cukup untuk membesarkan anak yang keluar dari rahimnya. Ia memang ibu yang buruk, kenapa ia baru sadar di saat semuanya sudah sangat terlambat. Pikiran Artika sudah buntu rasanya, ia tak pernah menggunakan otaknya untuk menarik perhatian anak kecil. Ia hanya berpengalaman menarik perhatian laki-laki, itupun berakhir dengan menyedihkan juga seperti sekarang.

Perjalanan pulang dari makan malam bersama tadi terasa menyesakkan. Tak seperti saat ia berangkat tadi, sudah banyak rencana yang ia susun guna menunjukkan perhatian pada Gerry, namun apa yang di lakukan anak itu mementalkan semuanya.

"Jadi aku anak yang tak di harapkan Bunda?"

"Jadi karena itu Bunda selalu mengabaikan aku selama ini."

Ah sial.. Artika tak bisa berkata apa-apa untuk menyanggah ucapan Gerry saat makan malam mereka tadi karena itu memang benar.

Pahit, padahal ia baik-baik saja, tapi mengapa lidah dan perasaannya terasa semakin pahit. Pikiran Artika yang sebelumnya bercabang kini berubah menjadi benang kusut. Pandangannya kosong, ia sudah tak tahu harus bagaimana menjalani hidup lagi. Tujuan hidupnya yang semula tampak cerah kini meredup. Buat apa punya harta gono gini melimpah jika ia nyatanya hanya sebatang kara.

Ia sudah di buang oleh saudaranya, karena mereka malu punya saudara dengan aib buruk sepertinya. Kalaupun ada yang mendekatinya sekarang, mungkin mereka tertarik pada hartanya, bukan tulus ingin dekat padanya.

Jika saja hubungan pernikahannya dengan Jaksa berjalan baik, mungkin ia tak akan di perlakukan seperti ini. Nyatanya pernikahan yang Artika jalani pun buruk, walau tak masalah baginya kala itu, asal Jakra masih ada di sisinya dan uang bulanan mengalir lancar. Bodo amat dengan masalah di kucilkan keluarga. Tapi sekarang semua berbeda, mungkin ia benar-benar sendirian selamanya.

Tanpa sadar Artika semakin menekan pedal gasnya, mobilnya semakin melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Apa yang di harapkan oleh seseorang yang sedang menyupir dengan kepala kosong sepertinya. Tangis yang tak diduga mulai mengalir, setetes dua tetes hingga akhirnya turun dengan deras.

"Maafin Bunda Gerry, Bunda memang gak layak jadi Ibu kamu nak." Lirihnya.

Hingga akhirnya hal yang tak di duga terjadi, mobil dari arah berlawan melaju sama kencang. Arah mobil yang di kendarai Artika yang sudah melewati jalur. Ia baru sadar saat lampu mobil di seberangnya menembak tepat ke arah matanya dan klakson yang berbunyi kencang. Namun terlambat baginya untuk sadar, hingga.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang