" Udah lama nunggunya mba?" Sapa Bagas.
Lelaki itu tampak tergesa-gesa memasuki coffee shop tempat mereka janjian bertemu setelah melihat Syara duduk manis menunggu nya.
"Gak kok mas, saya baru nunggu lima menit." Balas Syara sambil tersenyum.
Bagas segera duduk di hadapan Syara. Syara agak salah tingkah, setelah sekian lama menjanda, baru kali ini dia mengijinkan laki-laki bertemu dengan nya berdua saja. Karena dulu menikah lagi tak ada dalam pikiran Syara. Dia tak ingin menghadirkan keluarga lain di kehidupan Syani. Syara hanya ingin dirinya fokus mengurus dan membesarkan Syani sampai anak perempuannya itu tumbuh dewasa dan mandiri. Karena itu dia sengaja menutup diri dari laki-laki.
Tapi kali ini Syara tampaknya harus mengubah pandangan hidupnya, karena nyatanya Syani telah memilih hidup bahagia bersama keluarga ayahnya, mantan suaminya.
"Ada yang mau kamu bicarain lebih dulu?" Pancing Bagas.
"Saya mau minta maaf karena saya.. saya...." Syara menarik nafas sebentar sebelum melanjutkannya omongannya, ia gugup.
"Saya secara sengaja memanfaatkan mas dan Rara sebagai pengalih rasa sakit dan kecewa atas tindakan anak saya. Maafkan saya mas." Syara tertunduk saat mengatakan itu.
Ia tak siap melihat ekspresi kecewa laki-laki yang luar biasa baik di hadapannya itu.
Tak ada yang mudah bagi Syara saat ini. Jika dia tak mempunyai pengalihan, bukan tidak mungkin dia semakin tertekan dan depresi. Karena bagi seorang ibu, anak adalah segalanya. Apalagi ibu tunggal seperti dirinya.
"Kamu boleh memanfaatkan kami sesuka hati kamu mba, dan saya lihat Rara malah suka dimanfaatkan sama kamu. Dia sudah lama mengagumi kamu. Saat saya pulang kerja Rara sering cerita tentang ibunya Syani. Dan setelah sekian lama akhirnya dia bisa berdekatan dengan kamu. Tapi saya berharap kamu tidak menyakiti Rara mba. Karena anak itu sudah lama menahan perasaannya sendirian. Saya tak ingin menambah daftar kesedihan Rara." Ujar Bagas.
Syara sontak mendongakkan kepala nya menatap mata lelaki dihadapannya. Ia ingin melihat ekspresi Bagas saat ini, apakah sedang bercanda, serius atau yang lain. Nyatanya wajah Bagas tampak sangat serius kali ini. Syara jadi semakin merasa bersalah. Tak patut memang mengorbankan perasaan orang lain untuk mengalihkan rasa sakitnya, tapi di sisi lain kehadiran Rara dan Bagas banyak membantu dia untuk tak semakin terpuruk. Dan Syara menyukai gadis kecil yang polos namun agak dewasa itu.
"Saya gak akan gangguin mas sama Rara lagi kalau begitu. Saya takut kalau sikap saya akan menyakiti Rara dan mas nanti. Jadi lebih baik saya berhenti." Ucap Syara tiba-tiba.
Kali ini giliran Bagas yang kaget. Dia tak menyangka Syara malah membalas seperti ini. Ini berbeda dari apa yang dipikirkannya.
"Mba Syara, mbak gak bahagia juga kah dengan hadirnya kami? Maksud saya. Mm gimana ya ngomongnya. Intinya, saya dan Rara bersedia menjadi pelarian mba asal dengan cara yang baik, seperti menjadi ibu sambung Rara misalnya."
"Mas.."
"Saya tahu kalau kesannya saya maksa mba banget untuk jadi istri saya. Tapi ini bisa jadi satu kesempatan yang baik buat mba juga. Kita banyak memiliki kesamaan, karena itu saya yakin kita bisa saling mengisi. Rara juga sudah lama jatuh hati sama mba, jadi saya pikir tinggal mba aja gimana. Maaf terkesan jahat, tapi saya mensyukuri kejadian mba sebulan lalu, karena berkat kejadian itu mba bisa melihat kearah saya setelah sebelumnya selalu mba abaikan." Bagas menghela nafas sebentar, menjeda omongannya.
"Awalnya saya harap kita bisa hidup berempat tapi sepertinya untuk sementara jika mba mau menerima kami, kita akan hidup bertiga. Dan bukan tidak mungkin juga suatu saat Syani mau kembali ke mba saat melihat mba sudah memiliki hidup yang bahagia dengan keluarga baru." Lanjut Bagas panjang lebar namun tak ditanggapi oleh Syara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menukar Hidup
Genç Kız EdebiyatıTak selamanya kalimat tak apa hidup sederhana asal bahagia itu relevan dengan yang Syara rasakan. Karena nyatanya sang anak lebih memilih kemewahan daripada kesederhanaan. Meski anaknya tahu, bahwa lelaki yang mengaku ayah itu telah mencampakkan dan...