Tiga Puluh Empat

3.8K 311 2
                                    

Halo semuanya apa kabar?

Maaf hiatus tanpa pemberitahuan sebelumnya, gak sibuk-sibuk banget sih sebenarnya cuman bawaannya malas banget buat nyelesaiin cerita ini.

Maklum penulis amatiran. Heee.

Tanpa banyak basa basi lagi, selamat membaca semuanya.

Abaikan typo ya, maklum, fresh from the oven.

-----------------------------------------------------------------------------------

Seorang wanita, tampak terbaring dengan kondisi lemah. Selang dengan dua macam cairan infus yang berbeda warna, terhubung di tangan kirinya. Padahal sudah hampir empat minggu pasca sadarnya dia dari kecelakaan parah, namun kondisi tubuhnya tak menumjukkan perkembangan.

Jangankan menaiki kursi roda, untuk duduk saja ia tak kuat berlama-lama. Untuk makan bahkan buang air saja ia memerlukan bantuan perawat yang di bayar khusus oleh mantan suaminya dan gerry secara bergantian. Menyedihkan rasanya jadi hidup jadi beban bagi orang lain.

"Udah Sus makannya, saya udah kenyang."

Perawat wanita yang berumur 40-an itu lalu menghentikan sendok yang berisi bubur dengan bermacam sayuran di dalamnya, hanya itu makanan yang di perbolehkan dokter untuk ia santap tiap harinya.

"Tapi Bu Artika, ini masih banyak buburnya, paling enggak habisin separuh ya Bu. Biar Ibu ada tenaga. Biar cepat sembuh." Bujuk sang perawat wanita.

Bukan tanpa alasan Jakra memperkerjakan perawat berumur untuk merawat Artika, selain perawat ini lebih telaten, dia juga tidak merasa jijik saat membantu merawat dan membersihkan Artika jika dibandingkan dengan perawat muda. Gerry bisa membantunya tapi tidak secara keseluruhan, usia Gerry yang masih muda ditambah perbedaan jenis kelamin antara ibu dan anak itu, membuat Gerry tak leluasa merawat sang bunda.

"Kenyang Sus, lagian bosen makan bubur terus. Saya rindu makan nasi Padang, ayam kalasan, bebek betutu, atau.."

"Sejak kapan Bunda suka makan makanan tradisional?"

Ucapan Artika terputus saat Gerry datang beserta dua kakak perempuannya. Mereka tampak mengenakan seragam sekolah saat memasuki ruang perawatan Artika. Syani dan Rara tampak dewasa dengan seragam SMA, sedang Gerry masih mengenakan seragam putih birunya.

"Sejak Bunda tinggal sendiri. Eh jadinya malah ketagihan." Artika tertawa kecil saat menjawab pertanyaan Gerry.

"Berarti Bunda bisa masuk grup kita nih." Sahut Rara setelah bergantian mencium punggung tangan Artika.

"Grup apa Ra?" Tanya Artika bingung.

"Grup wisata kuliner ala Rara Bun, maklum Rara kan hobinya makan jadinya suka maksa ngajakin makan sama-sama." Kali ini Syani angkat bicara.

"Wah seru tuh, gak sabar rasanya bunda pingin cepet sembuh. Bosen baring terus di sini dan makan bubur tiap hari. Mana gak ada asanya lagi, gak nafsu jadinya." Gerutu Artika.

Yah, sisi positif lainnya dari di rawat karena kecelakaan yang ia akibatkan adalah hubungannya jadi membaik dengan semuanya. Entahlah, mungkin membaiknya hubungan ia dengan semua orang karena mereka kasihan padanya, tapi Artika tak peduli. Karena untuk pertama kali dalam hidupnya, dia tak merasa kesepian, mereka semua dengan tulus mengulurkan tangan, menerima permintaan maafnya dan berkenan membangun hubungan baru yang lebih baik.

Hanya saja dari semua orang, Bagas yang jarang kelihatan. Suami dari Syara itu hanya sekali mengunjunginya, itupun keadaan bagas tak sebaik saat mereka bertemu  dulu. Terutama cara jalan Bagas yang tampak berbeda.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang