Sembilan Belas

4.3K 465 12
                                    

Dan Syara memang sedang beruntung hari ini supermarket di pusat perbelanjaan tempatnya belanja saat ini sedang ada diskon untuk beras yang biasa ia sekeluarga konsumsi, hanya saja ukurannya cukup besar 15 kg, jadilah ia tak mampu membawanya ke troli. Syara hanya bisa menunggu karyawan laki-laki lewat untuk meminta bantuan. Namun belum lama menunggu suara tak asing terdengar menyapa ditelinganya.

"Isyara, sedang apa berdiri sendirian disini?"

Syara memutar tubuhnya guna memastikan bahwa pendengarannya tidak salah dan yah ternyata ia benar.

"Oh hai Jak, saya lagi nungguin mas-mas petugas sini, mau minta tolong angkutin beras ke troli." Jawab Syara.

Tanpa banyak kata, Jakra menyingsingkan lengan kemeja panjangnya dan mengangkat beras itu ke dalam troli. Syara hanya tercengang melihat itu.

"Sini biar aku dorong trolinya, kamu belanja aja." Putus Jakra tiba-tiba.

"Eh, jangan Jak, biar saya aja. Gak enak saya jadinya." Balas Syara hatinya masih terasa tak nyaman berdekatan dengan mantan suaminya ini.

"Berat ini Sya, biar aku yang dorong kamu belanja aja, aku ikutin." Jakra bersikeras.

Malas berdebat akhirnya Syara menerima saja tawaran Jakra itu. Syara berkeliling sambil membuka daftar belanjaannya dengan di ikuti Jakra tak jauh di belakangnya. Sekilas mereka tampak seperti pasangan saat ini.

Hati Jakra menghangat mendapat kesempatan berduaan dengan Syara. Baginya hari ini adalah salah satu hari keberuntungannya karena bisa merasakan berdekatan dengan mantan istrinya itu. Saat mereka menikah hanya beberapa kali saja mereka belanja bersama. Karena ia sering menolak dengan alasan sibuk. Padahal ia malu berjalan dengan istrinya yang terlihat cupu di matanya kala itu.

Padahal jika di ingat-ingat penampilan Syara tak seburuk itu. Selera penampilan Syara itu khas hingga sekarang. Dan buktinya wanita itu tampak cantik dan manis dengan pilihan pakaiannya. Ia hanya di butakan dengan gaya glamor Artika saja waktu itu. Saat ini Syara menggunakan dress tali selutut berwarna pink  yang dipadu dengan dalaman putih lengan pendek. Di tambah tas selempang dan sneaker putih, gayanya terlihat seperti anak muda dan itu cocok untuknya. Berbanding terbalik dengan gayanya, yang khas pria kantoran. Celana bahan slimfit abu tua dengan atasan kemeja biru muda lengan panjang yang kini sudah ia gulung sesiku.

Awalnya Jakra kesini karena bertemu klien di salah satu coffee shop disini. Letak coffe shop yang di samping pintu masuk utama membuat ia bisa melihat jelas Syara yang baru turun dari mobil yang ia duga taksi online, masuk ke dalam supermarket besar di kawasan yang sama.

Beruntung pertemuan itu juga sudah selesai lima menit lalu, jadilah ia hanya duduk menikmati minuman sambil membunuh waktu sebelum menjemput Syani dan Gerry. Akhirnya dengan tergesa ia menghabiskan minuman tersebut dan bergegas mengawasi Syara dari kejauhan.

Awalnya ia hanya ingin memandangi saja tapi saat melihat Syara terdiam di depan tumpukan beras, dengan sengaja Jakra datang menghampiri. Hingga akhirnya mereka berbelanja bersama seperti ini. Senyum bahagia terlukis jelas di wajahnya. Saat melihat tubuh belakang mantan istrinya yang sibuk mengambil barang ini dan itu.

Setelah troli hampir penuh, dan semua daftar belanjaan sudah lengkap di ambil mereka langsung antri ke kasir. Jakra dengan sigap menyerahkan kartunya kepada kasir saat kasir selesai mentotal semua belanjaan nya kalah cepat dengan Syara yang sedang membuka dompet, akan membayar secara tunai. Syara menolak tentu saja, tapi bukan Jakra namanya jika ia akan mengalah. Akhirnya dengan terpaksa Syara menerima Jakra membayar belanjaannya kali ini.

"Masih ada yang ingin dibeli Sya? Pesanan anak-anak mungkin?" Tanya Jakra, ia tak rela kebersamaan yang langka ini berakhir dengan cepat.

"Anak-anak gak ada nitip apapun sih. Kamu nya gak ada yang pingin dibeli? Buat di rumah atau titipan istri kamu?" Tanya balik Syara.

Jakra berhenti berjalan saat mereka berada di depan toko kue. Syara yang sadar tak ada Jakra dan troli penuh belanjaannya itu mengikutinya akhirnya membalikkan tubuh dan berjalan menuju Jakra yang terdiam.

"Anak-anak suka kue ini gak ya? Yang aku tahu Syani kurang suka roti, kalau Rara gimana?" Tanya Jakra sambil memandang toko kue tersebut dari luar.

Belum sempat Syara menjawab Jakra menarik lengannya masuk ke dalam toko kue itu, memilih satu cetak lapis Surabaya. Jakra ingat bahwa dulu Syara pernah meminta dibelikan sepotong lapis Surabaya kepadanya, namun ia tolak karena saat itu ia sibuk menghabiskan waktu dengan Artika. Jakra ingin menebusnya walau ia tahu sudah sangat terlambat.
Dan ia membeli matcha cake, untuk Syani. Karena beberapa kali mereka berjalan bersama, Syani senang membeli makanan berwarna hijau itu. Cheesecake untuk Rara dan black forest untuk Gerry.

Empat cetak kue berukuran sedang yang di bungkus kotak dengan logo bakery masing-masing itu akan membuat troli mereka terlihat semakin menggunung. Saat pulang, lagi-lagi Syara harus menerima tawaran di antar oleh Jakra, karena kebetulan Jakra juga akan menjemput Syani dan Gerry dirumahnya.

"Mau makan malam sekalian disini Jak?" Tanya Syara basa basi.

Mereka sudah sampai di rumahnya beberapa menit lalu, Syani dan Rara masih sibuk berkutat dengan contoh soal, Gerry menjaga Arkan yang tertidur di kasur kecil di dekat mereka. Saat anak-anak pulang sekolah, Arkan memang selalu tidur siang bersama mereka disana.

"Boleh, kamu masak apa?" Balas Jakra cepat.

Syara kaget tak menyangka tawaran basa basi nya di tanggapi serius oleh Jakra. Saat ini mereka selesai meletakkan dan merapikan belanjaan.

"Masakan rumahan biasa tapi ya, semoga lidah dan perut kamu gak komplain dengan hasilnya."

Jakra hanya menanggapi dengan tersenyum, hatinya kembali menghangat, walau ia tahu Syara agak menyindirnya tadi.

Tak lama setelahnya, Syara sibuk menyiapkan bahan masakan ketika Jakra datang menghampirinya dengan membawa satu kotak kue yang tadi ia beli.

"Buat kamu Sya. Dulu aku ingat kamu pernah minta belikan ini saat kita masih suami istri dulu, tapi gak aku belikan karena...." Jakra memutus omongannya, lidahnya tercekat menyadari ke brengsekannya dulu.

"Maaf sudah sangat terlambat untuk memenuhi keinginan kamu dulu, tapi tolong terima." Lanjut Jakra tulus.

Ucapan itu menggetar kan hari Syara. Tidak, dia tidak terharu karena terpesona atau meleleh mendengar kan ucapan Jakra. Tapi dia terharu karena sedih mengingat ia sekuat dan sesabar itu saat dulu masih bersama Jakra.

"Makasih." Ucap Syara pelan sambil menerima kue tersebut.

Berat rasanya memakan kue itu mengingat kenangan pahit yang terbayang menyertai. Tapi ia tak ingin membuat kesan seperti wanita pendendam. Yang lalu telah berlalu, sekarang Syara sudah bahagia bersama Bagas. Jadi ia berusaha mengubur kenangan pahit itu agar tak merusak moodnya hari ini.

Kejadian itu juga di lihat oleh ketiga anak remaja itu. Wajah penyesalan Jakra dan raut sedih Syara terekam jelas di otak mereka. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Karena tak ingin berasumsi.

Tak lama Jakra datang menghampiri Rara dan menyerahkan cheesecake  yang dibelinya tadi, dan tentu saja diterima Rara dengan sukacita. Rara pecinta keju, dan cheesecake adalah makanan yang tepat untuknya.

Setelah selesai makan malam mereka bertiga pulang. Mereka lupa jika ada satu orang wanita yang menunggui mereka di depan meja yang penuh makanan. Artika bahkan sudah lama belajar memakan makanan kesukaan suami dan anak-anaknya. Ia tak pernah lagi memaksa mereka menikmati makanan yang ia suka namun tak mereka nikmati.

Sudah lebih dari sepuluh kali Artika melihat ke handphonenya menunggu pesan atau telepon dari suami atau anaknya yang mengabari keterlambatan mereka pulang hari ini. Bahkan telepon dan pesan darinya pun tak ada yang menanggapi sama sekali.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang