Delapan Belas

4.4K 485 17
                                    

Selamat malam dan selamat membaca..
_____________________________

Semangat Artika mulai kembang saat melihat Gerry dan Syani datang. Ia yakin anak dan anak tiri nya itu akan mau bekerjasama dengan nya membantu mengacuhkan Jakra, ayah mereka. Dan aksi nya akan dimulai malam ini. Saat mbok Inah sibuk memasak makan malam. Artika juga mulai sibuk memasak. Ia sengaja masak dua porsi namun menaruh satu porsi untuk dirinya di meja makan.

Malam ini Artika membuat spaghetti bolognese untuk makan malam nya, sedang mbok Inah entah memasak apa, tapi baunya menguar kemana-mana. Aroma cap cay, sup daging, telur balado tercium hingga ke ruang keluarga, dimana Gerry, Syani dan Jakra sedang bersantai didepan TV.

Saat mbok menata masakannya di meja makan, sontak tiga orang manusia itu mendekati meja makan dan duduk dengan mata berbinar. Sup wortel, brokoli dan daging, ditambah telur balado dan cap cay membuat perut mereka seketika mendemo minta di isi.

Selagi mbok Inah menaruh masakannya diatas meja, Artika datang dengan satu mangkuk spaghetti bolognese untuk dirinya. Ia sengaja datang di saat itu guna mengalihkan perhatian orang-orang yang sudah duduk di kursi masing-masing. Tapi nyatanya ia salah lagi, aroma masakan mbok Inah mengalahkan aroma spaghetti buatannya.

"Ehmm, bunda buat spaghetti kesukaan Gerry nih, mau gak nak?" Pancing Artika.

"Gak Bun, aku pingin makan masakan mbok Inah." Jawab Gerry cuek.

"Yakin nak, ini pakai keju mozzarella dan dagingnya ekstra lho seperti kesukaan kamu." Lanjut Artika.

"Gak Bun, makasih." Ucap Gerry dengan mengambil semua masakan mbok Inah hingga piring makannya tampak penuh.

Dan lagi-lagi Artika dibuat takjub, jika sebelumnya hanya Syani yang menunjukkan sikap antusias saat mendapat masakan dari mbok Inah, kini ketiga manusia dihadapanya itu memandang makanan buatan mbok Inah dengan mata berbinar. Seolah olah, yang mereka lihat adalah harta karun berharga. Artika tak patah arang ia akan mencoba kepada Syani. Walau gadis kecil itu doyan nasi, tapi siapa tahu ia menerima masakannya. Dan setelah sekali suap Artika yakin Syani pasti ketagihan.

"Syani, bunda masak spaghetti enak loh, mau icip?" Artika mulai melancarkan aksinya.

"Gak usah Bun, Syani makan ini aja." Tolak Syani sambil menunjukkan makanan di piringnya.

"Dikit aja kok, aaakk.." Artika memaksa dengan menyodorkan satu suap spaghetti di garpunya.

Syani sedikit meringis menerima paksaan suapan spaghetti itu. Dan lagi-lagi perutnya tak bisa menerima, secepat mungkin Syani mengunyah mie besar itu dan memasukkan sesendok sup daging kemulutnya.

"Gimana enakkan, mau lagi?" Artika menunggu reaksi Syani.

"Udah cukup Bun, aku makan ini aja, makasih." Tolak halus Syani.

Artika melongo, ia ditolak lagi. Bahkan masakan istimewa nya ini tak mampu menggoyang lidah Syani. Artika mengutuk perut ndeso Syani.
Akhirnya Artika dengan pasrah menikmati masakannya sendirian, sementara yang lain tampak sangat menikmati masakan mbok Inah. Gerry dan Jakra bahkan sampai tambah. Membuat Artika geleng-geleng kepala. Ia jadi berpikir, apa benar sikap menerima Jakra dan Gerry itu tanda bahwa mereka menyayanginya. Atau mereka hanya menahan diri karena malas berurusan dengannya, jadi terima terima saja.

Artika menggelengkan kepalanya, membuang jauh prasangka buruk di otaknya. Ia yakin mereka berdua menyayanginya bukan terpaksa. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah berharap situasi akan kembali seperti semula. Jadi untuk sementara Artika memilih mengalah untuk menang.

Namun Artika sepertinya harus bersiap-siap menerima bahwa nyatanya ia sudah kalah karena keadaan itu terus bertahan bahkan berbulan-bulan kemudian. Sampai mungkin tiga orang didepannya itu lupa jika ada Artika yang biasa memasak makanan untuk mereka.

*****
Dua tahun berlalu.

Tak banyak perubahan yang terjadi dirumah tangga Jakra. Artika yang masakannya mulai dilupakan karena masakan mbok Inah jadi menu utama keluarga itu setiap hari. Jatah bulanan Artika sedikit meningkat setiap tahunnya, menjadi 40 juta perbulan tahun ini. Gerry yang sudah masuk SMP, dan memilih melanjutkan sekolah ke SMP Syani dan Rara daripada masuk SMP swasta favorit.

Sedangkan Syani dan Rara sudah kelas 9, sedang sibuk belajar menyiapkan diri untuk ujian nasional. Dan sikap Jakra yang sedikit melunak kepada-nya terutama setelah mendapat kabar kehamilan Syara dan lahirnya adik laki-laki mereka, Arkana.

Jakra tampak shock tak percaya mendengar kabar itu, dugaannya jika pernikahan mereka akan berakhir sama seperti dirinya dulu salah besar. Kembali Jakra menguatkan diri saat sadar bahwa Bagas bukan lelaki brengsek sepertinya. Karena itulah sifat Jakra sedikit melunak pada Artika. Mereka sudah mulai tidur seranjang lagi, bahkan tidur bersama dalam tanda kutip. Dengan mulut Artika yang harus di kendalikan, ia dilarang mendesah berlebihan apalagi berteriak. Walau hanya satu ronde dalam satu atau dua bulan, itu sudah cukup bagi Artika, setidaknya suaminya itu menumpahkan hasrat padanya.

Sedang dirumah berbeda aura bahagia tergambar jelas disana. Adanya bayi laki-laki berusia satu tahun menambah hangat suasana rumah tangga mereka. Arkana Gibran Sanjaya menjadi primadona bagi orang tua dan kakak-kakaknya.
Tiap sore sepulang sekolah kakak-kakaknya selalu berebut mengurus dan bermain dengannya.

Jarak usia yang jauh membuat mereka mampu mengurus adiknya dengan baik. Tubuh kurus Syara berubah sedikit berisi namun tak berlebihan. Lekukan ditubuhnya lebih terlihat jelas jika dibandingkan sebelumnya.

"Udah kakak dan abangnya Arkan, biarin dedek nya bobok siang ya. Kasian itu capek." Ucap Syara saat melihat mereka berebut untuk menggendong Arkan.

"Sini dedek, kakak Asyani cium dulu." Syani mengecup pipi tembem Arkan.

"Kakak Sahara juga." Rara mengecup sebelahnya tak mau kalah.

"Udah dek, sini minum susu sama Abang, biarkan saja kakakmu itu belajar." Gerry merebut pelan balita lucu itu dan memberikan susu didalam botol dot kepadanya.

Syara membawakan brownies coklat kukus dan sirup jeruk di ruang keluarga untuk menemani anak-anak belajar dan bermain itu.

"Makan siang udah ibu siapin di meja makan ya, ibu mau belanja dulu. Gerry titip Arkan ya." Ujar Syara sembari pamit.

"Iya bu.." Jawab mereka bersamaan.

Seminggu ini Bagas sedang berada diluar kota. Ada proyek pembangunan komplek elit yang harus diawasinya. Perusahaan Bagas meningkat, dengan banyaknya tender proyek yang berhasil ia menangkan. Perusahaannya selalu menerima dan mengerjakan dengan baik apapun proyek yang dikerjakannya. Baik dari pembangunan rumah tinggal sederhana hingga pembangunan apartemen mewah diatas 10 lantai.

Kondisi perekonomian yang semakin membaik membuat banyak perubahan baik di rumah tangga mereka, jika sebelumnya Syara menggunakan motor saat berkendara, sekarang sudah ada Honda Brio matic hadiah dari Bagas saat Arkan lahir. Bagas tak ingin Arkan dan anak-anaknya berpanas-panasan jika Syara ingin mengajak mereka jalan-jalan saat dirinya masih sibuk bekerja.

Hubungan Bagas dan Syara juga semakin hangat dengan adanya Arkan. Tak sekalipun mereka bertengkar hebat. Bertengkar kecil itu wajar, namanya juga pernikahan. Beruntung karena pengalamannya pernikahan sebelumnya, membuat mereka sama-sama bisa lebih dewasa tak mengedepankan emosi saat masalah muncul.

Saat ini Syara akan berbelanja agak jauh, karena pusat perbelanjaan itu lebih lengkap dibanding yang ada didekat rumahnya. Syara sebenarnya ingin menggunakan mobilnya tapi sayang mobilnya sedang di cuci di tempat penyucian mobil, jadi terpaksa ia menggunakan taksi online. Karena tak mungkin membawa banyak belanjaan menggunakan motor.

Sesampai nya disana Syara langsung berkeliling, mengisi troli nya dengan banyak belanjaan yang sudah ia susun daftarnya sebelumnya. Syara selalu seperti itu jika berbelanja, gunanya untuk meminimalisir membeli barang yang tak dibutuhkan dan agar tak ada keperluan yang terlewatkan.

Untuk lauk, sayur, buah dan bumbu dapur Syara lebih memilih membeli nya ke pasar tradisional. Lebih murah dan lebih segar tentunya. Syara hanya membeli beberapa makanan beku seperti nugget, kentang untuk camilan dan lainnya.

Seperti saat ini persediaan beras dirumah mereka sudah mulai habis, wajar saja jika dulu hanya tiga orang yang menghabisi nasi dan lauk pauk, sekarang ada lima orang plus satu balita, jadilah persediaan beras dirumahnya cepat habis.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang