Tiga Puluh Lima

8.2K 427 22
                                    

Hari ini semuanya berlalu dengan cepat, walapun mereka semua sudah tahu keadaan yang sebenarnya, tapi isak tangis tetap saja tak bisa di bendung. Aroma tanah pemakaman yang masih basah, cuaca yang mendung. Seolah alam ikut merasakan kesedihan itu. Tak banyak yang ikut menemani jenazah saat pemakaman berlangsung. Hanya keluarga dekat, dokter dan perawat yang sebelumnya pernah mengenal jenazah. Sedang saudara, hanya beberapa yang datang, itupun sebentar. Nisan kayu sementara yang bertuliskan nama Artika Bimala, lengkap dengan tanggal lahir dan berpulangnya. Menjadi tanda berakhirnya masa hidup bundanya Gerry.    

Tepat Lima minggu setelah Jakra memberi tahu keadaan Artika yang sebenarnya kepada Gerry, kondisi Artika langsung menurun, hingga dua hari setelahnya wanita itu telah berpulang untuk selamanya. Beruntung tanggapan Gerry saat itu tak seburuk dugaan Jakra. Tentu saja putranya itu sudah menduganya, siapapun sebenarnya bisa menduga itu mengingat kondisi Artika yang tak menunjukkan perbaikan.

Hingga perlahan menyebar ke kedua kakak Gerry, lalu Isyana dan Bagas. Ia hanya meminta untuk ikhlas memaafkan semua kesalahan Artika pada mereka. Bahkan soal kecelakaan yang menimpa Bagas saja mereka simpan hingga kepergian Artika. Karena itu hanya akan memperburuk keadaan Artika yang sudah tak baik saat sadar dulu. Yang penting Gerry tak tampak murung seperti sebelumnya.

Angin sejuk bermuatan air menerpa mereka, tanda hujan tak lama lagi akan turun. Syara meremas pelan lengan Bagas, memberi tanda jika sudah waktunya mereka pulang. Saat ini hanya tersisa mereka, Jakra beserta ketiga anaknya. Arkan ia titipkan pada asisten rumah tangga Jakra.

"Mas.." Lirih Syara pada Bagas yang masih tampak tak bergeming.

Pandangan lelaki itu tampak kosong memandangi hamparan kuburan di tempat pemakaman umum ini. Menghela nafas sebentar, Bagas menoleh ke Syara sembari tersenyum.

"Ayo, kita pamit dulu sama Jakra dan Gerry." Ajak Bagas.

Syara mengangguk, lalu perlahan mereka mendekati Jakra yang berdiri di samping Gerry, di sebelahnya ada Rara dan Syani. Mereka berenam tampak mengelilingi makan Artika.

"Jakra, kami duluan ya." Pamit Bagas yang di ikuti dengan anggukan Syara, lalu bergerak menuju Gerry.

"Ger, yang kuat dan tabah ya.  Ingat, masih ada Ayah, Ibu, Bapak dan dua kakakmu di sini. Jangan sedih terlalu lama." Bagas memeluk pundak remaja lelaki itu yang di ikuti oleh pelukan lembut Syara.

Gerry mengangguk, kesedihan tampak memenuhi wajahnya, namun kondisinya jauh lebih baik di banding dengan kecelakaan Artika waktu itu. Tak tampak raut kosong dan hampa seperti dulu. Sepertinya ia sudah siap dan mengikhlaskan semuanya. Rara mengikuti Syara dan Bagas, pamit kepada Jakra dan Gerry sementara Syani masih setia di sana, menunggu Ayah dan adiknya, karena ia memutuskan untuk tinggal bersama Jakra dan Gerry, selepas kecelakaan Artika dulu.

Rinai mulai turun saat mereka bertiga masih terpekur di depan makam, hingga perlahan hujan turun dengan deras. Beruntung mereka membawa payung saat itu, hingga hujan tak langsung membasahi tubuh mereka.

"Gerry.." Panggil Jakra dan Syani secara bersamaa.

Gerry sontak menoleh ke kanan kirinya, tepat di mana Jakra dan Syani berada. 

"Ayo kita pulang Yah, Syan." Ajak Gerry dengan senyum yang tampak di paksakan.

"Kita bisa ke sini lagi besok." Ucap Jakra sambil perlahan melangkahkan kaki menikuti putranya.

"Iya Ger, sekarang kamu istirahat dulu. Ada aku dan Ayah di sini, semua akan baik-baik saja."  Ujar Syani sambil berjalan di samping Gerry."

Gerry meraih tangan Syani, melingkarkan tangan kakaknya itu di lengannya lalu tersenyum. "Iya, jangan tinggalin aku Syan."

Syani tersenyum, mengangguk pelan sembari memeluk tangan adik tirinya itu. Tak lama Jakra ikut, merangkul kedua anaknya itu. Payung yang sebelumnya mereka pegang masing-masing, kini entah kemana. Hujan yang sebelumnya di hindari kini membasahi tubuh mereka. Biarlah hujan ikut menyiram semua kesedihan yang mereka rasakan hari ini. Sehingga mereka bisa menghadapi esok dengan kehidupan baru nanti.

-----TAMAT-----

Setelah sekian purnama terabaikan akhirnya cerita ini tamat juga. Pyuh...

Sebenarnya endingnya mau aku buat lebih tragis dari ini tapi gak tega. Bisa Tebak gak gimana? hihihi.

Terima kasih buat pembaca yang setia mengikuti cerita ini dengan sabar sampai akhir dan maaf buat komen-komen yang gak bisa saya balas satu persatu. 

Semoga kedepannya saya bisa lebih baik lagi berinteraksi sama pembaca dan menyajikan cerita yang lebih matang lagi.

Jika berkenan, mohon dukungannya di trakteer.id/devira-chatty-loj0o/tip.

Sampai jumpa di cerita selanjutnya, Terima kasih.

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang