Empat Belas

4.5K 489 28
                                    

Suasana dimeja makan terasa aneh bagi Rara, karena dirumahnya mereka sering mengobrol sambil menikmati makanan di atas meja. Bukan diam tanpa sepatah kata seperti ini dan memang kebiasaan mengobrol sambil makan itulah yang makin membuat makanan buatan ibunya menjadi tambah nikmat. Sedang disini hanya terdengar dentingan sendok beradu dengan piring serta suara kunyahan atau tegukan minuman.

Dan satu lagi, menu makanan ini sangat aneh di mata Rara. Daging bakar atau panggang dengan potongan besar. Yang dimakan dengan wortel, brokoli kukus dan perkedel kentang yang belum digoreng.

Tak ada nasi, sayur, lauk dan buah-buahan seperti di meja makan rumahnya. Beginikah makanan orang kaya, awalnya Rara ragu lidahnya cocok dengan makanan didepannya ini. Mana hanya ada garpu dan pisau kecil, tak ada sendok. Bagaimana caranya Rara mau memakan perkedel kentang yang belum digoreng ini.

Karena bingung, Rara memperhatikan cara Syani dan Gerry makan dan menirunya.
Rasanya enak, tapi tetap terasa aneh di lidah Rara. Saus kecoklatan diatas daging terasa enak dilidahnya, tapi tetap ia merasa ada yang kurang, jika daging ini dimakan dengan nasi dan saus sambal mungkin lebih nikmat.

"Umm, gak ada nasi ya Tante?" Rara tiba-tiba membuka suara.

Sontak empat pasang mata yang sebelumnya hanya fokus dengan makanan itu mengalihkan pandangannya. Dan itu membuat Rara merasa tak nyaman seketika. Gerry terlihat menahan tawa saat melihat raut tak nyaman Rara.

"Hari ini gak ada Ra, soalnya Syani oke-oke aja pas bunda masak steak jadi gak ada nasi." Jelas Artika.

Hah, hanya itu saja. Rara kira bundanya Gerry ini akan memanggil pembantu mereka dan menyuruh nya untuk memasak nasi tapi ternyata tidak. Rara jadi paham kenapa penyakit lambung Syani kambuh dulu.

Mau tak mau Rara mengunyah makanan itu yang kini terasa hambar dilidahnya. Rara hanya ingin mengunyah dan menelan secepat nya sebelum nafsu makannya hilang. Tapi sepertinya sulit, jadilah Rara selalu meminum seteguk air putih saat mengunyah, agar membantu nya menelan makanan itu. Hingga malah membuat Rara cepat kenyang dan merasa mual.

'Ahh dasar perut kampungan.' Gerutu Rara dalam hati.

"Jangan dipaksakan kalau sudah kenyang Ra." Kali ini Jakra berucap.

Sejak Rara bersuara tadi ia terus memperhatikannya, raut wajah tersiksa gadis kecil itu membuatnya merasa tak tega saat melihat Rara menghabiskan makanannya. Jakra tahu Rara ingin menghargai masakan Artika dengan menghabiskan nya, tapi tidak dengan memaksa menelannya seperti itu.

"Maaf om, tan.."

"Ayah Rara, panggil ayah." Potong Jakra.

Artika kaget mendengarnya ucapan Jakra, tak biasanya suaminya itu meminta orang lain memanggilnya dengan panggilan akrab. Apalagi jika itu hanya teman Syani.

"Ahh, maaf ayah, tante.." Ralat Rara.

"Eh iya, ayah minta nomor ibu ya. Ayah mau minta ijin sama ibu buat kamu nginap disini."

"Nomor papa aja ya yah. Soalnya ibu susah dihubungi. Hp disimpan dikamar, ibunya entah ada dimana, jadi sering gak kedengaran kalau ada telpon. Beda sama papa." Jelas Rara.

'Ibu.. papa.. siapa sebenarnya teman Syani ini.' Batin Artika, terbersit kecurigaan di dalam pikirannya.

Dan wajah kecewa Jakra yang terlihat beberapa detik itu terpandang oleh Artika. Hingga membuat kening wanita itu mengkerut. Membuat makin banyak pertanyaan berputar di otak nya.

"Kok panggil nya ibu dan papa Ra? Anti mainstream ya panggilannya." Canda Artika memancing perhatian.

"Soalnya, papa baru nikah sama ibu dua bulanan lalu tante. Ayah, Syani sama Gerry datang ke acara syukuran waktu itu." Jelas Rara.

"Oh iya, kok Tante gak tau ya. Siapa memangnya ibu dan papa Rara? Tante kenal kah?" Pancing Artika lagi.

"Papa menikah sama ibunya Syani Tante." Jelas Rara yang langsung ditanggapi wajah kaget Artika.

Syara, mantan istri suaminya itu sudah menikah dan Jakra serta Gerry datang. Betapa lucunya hidup Artika, semenjak Syani tinggal dirumah mereka, Syara ibunya juga ikut masuk ke kehidupan rumah tangga mereka, ternyata nama Syara tak serta-merta hilang begitu saja.

Kini anak tiri Syara pun dekat dengan anaknya, atau jangan-jangan Gerry juga dekat dengan wanita itu. Wanita polos dan bodoh yang segampang itu menyerahkan suaminya kepadanya. Yah siapa juga yang bisa menolak pesonanya, bahkan hingga saat ini. Cantik, gaul, modis, tak memalukan jika di gandeng. Karena itu Artika sangat peduli dengan penampilan dan perawatan kulit nya. Ia selalu ingin tampil sempurna.

Dan segampang itulah ia membuat Jakra jatuh hati padanya. Bahkan sampai saat ini ia yakin Jakra masih tergila-gila padanya. Buktinya Jakra tak pernah protes dengan apa yang ia lakukan dan ia masak. Artika tahu jika penghuni rumah ini sebagian besar menyukai makanan tradisional, tapi Jakra tak pernah memaksanya untuk menyediakan makanan itu apalagi belajar memasak nya. Pernah sekali mereka selisih paham saat Syani dirawat dulu tapi masalah itu selesai sendiri dengan Syani yang memilih untuk tetap menikmati makanan yang di sajikan dengan menambahkan nasi jika perutnya mulai terasa tak nyaman.

Disaat Artika berbesar kepala dengan pemikiran nya sendiri, ia lupa jika kondisi rumah tangganya terlalu dingin dan kaku untuk disebut keluarga. Tak akan ada percakapan di meja makan ataupun ditempat lainnya, jika saja tadi Rara tak mulai berbicara. Ditempat tidur pun Jakra jarang berbincang-bincang dengannya, karena dulu Artika terlalu malas menanggapi keluhan Jakra tentang kegiatan dan pekerjaan nya. Bahkan saat Jakra tertidur diruang kerjanya, Artika tak peduli. Ia lebih mementingkan merawat wajah dan tubuhnya, karena ia merasa itulah aset yang membuat Jakra jatuh cinta padanya hingga tak mampu berpaling sampai sekarang. Padahal itu hanya pemikiran saja, karena nyatanya Jakra sudah lama merasa lelah terjebak dalam pernikahan kosong ini.

"Ra, ayah udah hubungi papa kamu jadi istirahat saja dikamar Syani kalau sudah ngantuk."

Saat ini mereka sedang bersantai di ruang belajar atas. Rumah besar Jakra memiliki dua lantai, kamar utama, kamar tamu dan ruang kerja berada di lantai bawah, sedang diatas terdapat tiga kamar dengan ruang belajar besar di depannya. Biasanya baik Syani maupun Gerry tak pernah belajar diruangan itu. Tapi hari ini pengecualian, bahkan Jakra yang jarang menginjakkan kaki ke lantai atas, bersedia meluangkan waktu bersama anak-anak di ruang belajar itu.
______________________________________

Kayaknya Artika perlu ikut kursus kepribadian deh. Pedenya ketinggian. Hihihi

Sempai ketemu di part depan. 😊😊

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang