Dua Puluh Tiga

4.2K 451 12
                                    

"Nyah, gimana bekalnya, dimakan?" Tanya Mbok Inah begitu Artika sampai.

Artika menyerahkan kotak kosong itu kepada Mbok Inah sekosong tatapan matanya, hatinya terasa hampa dengan mata yang berkaca-kaca. Bulir bening itu mulai turun perlahan dari dua bola matanya.

"Selesai Mbok, selesai sudah pernikahan saya. Hahaha, saya gagal. Saat dengan pedenya saya mendatangi Jakra menyangka dia masih peduli dengan menyelimuti saya tadi malam, ternyata pikiran saya salah. Dia bahkan sudah mendaftarkan gugatan cerainya." Ucap Artika sambil menangis tergugu.

Jantung ikut terasa perih, dadanya sesak. Tak menyangka perpisahan itu sesakit ini. Padahal suaminya tak selingkuh, tak ada wanita lain selain dirinya bahkan tak ada janin dikandungan nya saat ini. Bagaimana jika ia ada di posisi Syara, bisakah ia sekuat itu dicerai suaminya setelah diselingkuhi dan berpisah saat berbadan dua.

Dia yang merasa hamil sekali saja, rasanya tak ingin merasakannya lagi. Mual muntah hampir setiap pagi, lidah terasa pahit seperti orang sakit, makan tak nyaman, tidur tak nyenyak, berjalan susah semua serba tak nyaman. Padahal saat itu ada Jakra di sampingnya. Menemani dan menuruti semua keinginannya bahkan yang tak masuk akal sekalipun.

"Maaf Nyah, yang memberi selimut tadi malam itu saya bukan bapak. Saya gak tega liat Nyonya menggigil kedinginan. Harusnya saya bilang ini dari awal, agar tak ada kesalahpahaman antara Nyonya dan Bapak." Ujar Mbok Inah pelan.

Ohh jadi benar yang di katakan Jakra, Artika lupa Jakra memang setegas dan sekejam itu jika sudah membenci seseorang. Dan kali ini giliran ia yang dibencinya.

"Gak apa Mbok, udah terlanjur juga jadi ya sudah lah." Tanggap Artika lemah.

"Yang sabar ya Nyah, jadi setelah ini apa rencana Nyonya?" Tanya mbok Inah penasaran, lagi hatinya tak setega itu untuk ikut mencela majikannya itu.

"Gak tau Mbok. Mau cari kerja entah masih bisa atau enggak. Usia saya sudah 39, agak susah melamar ke perusahaan besar. Mau belajar buka usaha aja kalau dapat harta gono gini dari Bapak." Jawab Artika pasrah.

"Yang kuat ya Nyah, jadikan ini sebagai pelajaran. Jangan jadi orang ketiga lagi, Nyonya masih muda dan cantik, saya yakin masih ada lelaki baik-baik yang mau." Nasehat mbok Inah tulus.

Entah kenapa ia seberani ini menasehati majikan nya, apa karena statusnya yang tak lama lagi akan menjadi mantan majikan. Yang pasti Mbok Inah ingin mengutarakan isi hatinya tanpa segan, dengan harapan semoga mantan Nyonyanya ini mau berubah.

Sedang Artika terdiam, ia tak menyangka pertengkaran hebatnya dengan Jakra tadi malam di dengar oleh mbok Inah. Yah siapa juga yang tak akan dengar, suaranya pasti terdengar nyaring sekali tadi malam, apalagi setelah mendengar nasehat Mbok Inah barusan. Rasanya Artika malu, mengingat apa yang ia lakukan tadi malam.

"Makasih ya Mbok atas selimut dan nasehatnya." Ujar Artika lemah.

*****

Jakra benar-benar tak ingin membuang waktu, ia menepati ucapannya yang ingin segera berpisah dari Artika. Sidang pertama perceraian mereka akan dilaksanakan pagi ini. Walaupun mereka sedang dalam tahap perceraian, Jakra tak langsung mengusir calon mantan istrinya itu. Jadilah mereka masih tinggal satu atap hingga saat ini, bahkan Artika masih sarapan dan makan malam bersama, hanya saja suasana rumah terasa semakin dingin dan tak menyenangkan.

Bagas sudah beberapa hari lalu kembali dari luar kota, jadi tak ada alasan bagi Jakra untuk makan malam bersama Syara seperti sebelumnya. Dan untuk makan di luar bertiga seperti sebelumnya, Jakra tak berniat melakukannya lagi, mengingat terakhir kali mereka makan bertiga di luar berakhir dengan amukan Artika yang membuat putrinya pucat ketakutan.

Jadwal sidang hari ini masih berupa upaya mediasi dengan adanya pihak pengadilan agama sebagai penengah. Tak ada pengacara yang mendampingi Artika sehingga Jakra juga tak membawa pengacaranya. Seandainya Artika tak datang hari ini dan seterusnya mungkin sidang perceraian mereka bisa lebih cepat selesai. Masih ada banyak tahap lagi yang harus dilalui hingga putusan cerai dan pengucapan ikrar talak, jadi masih ada beberapa bulan lagi sebelum status mereka berubah.

Sikap Gerry saat mendengar berita perceraian ayah dan bundanya kaget tentu saja, tampak raut sedih di wajahnya. Mungkin ia masih shock mendengar berita perpisahan yang mendadak ini. Tapi beberapa hari kemudian wajah Gerry sudah terlihat lebih normal. Mendengar nasehat dari Syara dan semangat dari Rara dan Syani membuatnya bisa sedikit lebih ikhlas menerima keputusan orangtuanya.

Walaupun hubungan yang terjalin selama ini antara ia dan sang Bunda tidak hangat dan normal, namun perpisahan tak semudah itu diterima oleh Gerry. Kini dia akhirnya merasakan apa yang dirasakan Syani. Apakah setelah ini akan ada Ibu baru lagi di keluarga mereka. Jika iya, maka Gerry lebih memiliki untuk tinggal bersama Syara saja, begitupun dengan Syani. Mereka tak siap harus menyesuaikan diri lagi jika ada orang baru di kehidupan mereka.

"Tak akan ada Ibu baru lagi, Ger, Syan. Ayah janji hanya ada kita bertiga setelah ini. Kalian hanya punya Ibu dan bunda tak ada yang lain lagi." Ucap Jakra menyakinkan kedua buah hatinya.

Hati Syani dan Gerry sedikit lega. Mereka tak perlu khawatir sekarang. Semoga saja ucapan Ayahnya benar. Namun mereka juga sudah punya rencana cadangan jika Jakra mengingkari janjinya nanti.

*****

"Gerry mau ikut Bunda atau Ayah." Tanya Artika tiba-tiba.

Saat ini mereka berdua sedang menghabiskan makan siang bersama di sebuah rumah makan tradisional. Artika sengaja ingin menjemput Gerry dan menghabiskan waktu bersama putranya. Kewajiban yang baru pertama kali ia lakukan setelah belasan tahun lalu melahirkan.

Ini sangat terlambat, Artika sudah tahu tapi sekali lagi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali bukan. Jadi walaupun di anggap aneh dan tak wajar, Artika tetap menebalkan muka melakukannya demi memperbaiki dan menjalin hubungan Ibu dan anak yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

"Tidak keduanya sebenarnya. Aku lebih ingin tinggal sama Ibu. Kalian sama-sama orangtua yang egois dan tak pedulian. Hanya saja untungnya Ayah sedikit lebih baik dari Bunda." Jujur Gerry.

"Jika Bunda berjanji akan memperbaiki semuanya, maukah kamu memikirkan untuk tinggal sama Bunda?" Pancing Artika.

"Bunda bukan orang yang sabar dan konsisten. Aku ragu perubahan Bunda bisa bertahan lama, karena memang begitulah sifat Bunda. Aku tak mau jadi bahan uji coba, jika memang Bunda serius, buktikanlah. Setelah itu aku akan memikirkan kembali untuk tinggal Bunda, namun untuk sekarang ini aku lebih memilih tinggal bersama Ayah saja." Tegas Gerry.

"Aku sudah selesai, aku tinggal kerumah Ibu ya Bunda." Pamit Gerry sambil berdiri.

"Sebentar, Bunda antar. Sekalian Bunda mau berkunjung kesana."

"Untuk apa?" Tanya Gerry curiga.

Lihatkah bahkan niat baik Artika untuk berkunjung dan minta maaf ditanggapi dengan kecurigaan oleh anaknya. Sifat defensif Gerry muncul saat mendengar nama Syara. Bahkan Gerry tak pernah melakukan itu padanya.

---------------------------------
Halo semua, makasih masih setia membaca cerita ini.
Aku ada pengumuman dikit nih.
Jadi aku mau Hiatus dulu sampai awal tahun depan. Gak lama kok cuma dua-tiga mingguan aja.
Mau menikmati liburan akhir tahun dulu.
Dan juga sepertinya aku mulai terkena virus writter block. Cerita ini jadi mandeg, padahal endingnya udah ada, tapi jalan menuju endingnya masih berantakan. 😢
Semoga kalian tetap sabar nungguin cerita ini nanti.
Terakhir, selamat liburan akhir tahun. Semoga virus Corona segera berakhir.

Sampai jumpa tahun depan. 😊

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang