Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya.
Semoga tahun ini ibadah puasanya lebih baik dari tahun sebelumnya dan juga kondisi negeri ini bisa kembali normal seperti sediakala.Aamiin..
Abaikan typo dan selamat membaca.. 😁
________________________Satu minggu berlalu setelah peristiwa kecelakaan itu terjadi. Di dalam ruang perawatan VIP tampak Bagas yang sedang tertidur setelah minum obat. Kondisinya sudah sedikit membaik di bandingkan saat ditemukan saat kecelakaan dulu. Beberapa lebam di tubuhnya tampak memudar, tak ada luka luar menggores tubuhnya. Dan beruntung setelah di CT scan kondisi tubuhnya tidak ditemukan adanya bahaya.
Ada beberapa pendarahan dalam namun tak sampai mengancam nyawanya. Untuk sementara Syara bergantian dengan Rara, Syani, dan Gerry menunggui Bagas di rumah sakit. Sekalian menjaga Artika yang kondisinya masih belum sadarkan diri hingga saat ini. Setelah dua hari bermalam di ICU, tubuh Artika di pindahkan ke ruang perawatan VIP bersebelahan dengan Bagas. Jadi Syara dan anak-anak bisa bergantian menunggui mereka. Jakra dua atau tiga hari sekali berkunjung, lelaki itu sedang sibuk dengan kerjaannya. Saat berkunjung pun ia lebih fokus menunggui Artika bersama Gerry.
Raut wajah Gerry tampak semakin buruk, karena kecelakaan ini. Sekuat apapun anak itu mencoba menghibur diri, nyatanya rasa bersalah terus menerus menghantuinya. Membuat ketiga orang tua di sekitarnya semakin khawatir. Karena memang kecelakaan yang dialami Artika bukan salahnya.
"Ger, makan yuk."
Kali ini giliran ketiga anak remaja itu yang menunggui Bagas dan Artika. Sedang Syara sedang menjaga si kecil Arkan di rumah.
"Nanti Syan, aku masih kenyang."
Syani dan Rara saling memandang saat Gerry kembali menolak ajakan makan sore mereka. Kedua anak gadis itu sudah kehabisan akal untuk membujuk Gerry agar mau bercerita pada mereka. Membagi perasaannya agar tampang Gerry tak semakin kacau tiap harinya.
"Ayolah Ger, kita makan. Kita bertiga belum makan dari siang sepulang sekolah tadi kan. Dan kamu tahu, kami gak akan makan kalo kamu gak makan." Bujuk Rara.
"Aku tahu kamu khawatir dengan kondisi Bunda, aku dan Rara juga. Di sini hanya ada kita bertiga, Ayah dan juga Ibu. Kalau sampai salah satu dari kita ikutan drop siapa yang bakal jagain, belum lagi orang tua kita jadi tambah khawatir." Ujar Syani menambahkan.
Awalnya beberapa hari saat Artika dan Bagas di rawat, mereka sengaja membiarkan Gerry yang tampak sengaja menyiksa diri, untuk mengurangkan rasa bersalah. Tapi kali ini mereka harus bertindak agar Gerry tak ikutan di rawat akibat keras kepalanya. Jadilah Rara dan Syani menggunakan metode ini agar Gerry paling tidak mau memberi asupan ke dalam tubuhnya yang mereka tahu sudah jarang diisi seminggu ini.
Benar saja, remaja lelaki itu akhirnya menganggukkan kepala. Mungkin untuk selanjutnya Rara dan Syani bisa terus menggunakan metode ini untuk membujuk Gerry. Segera Syani dan Rara membuka 4 wadah plastik berbagai ukuran yang berisi nasi dan lauk pauk yang di siapkan Syara. Hasil beli tentu saja, karena ia sudah tak ada waktu memasak mengingat repotnya keadaan mereka saat ini.
Kali ini mereka memutuskan makan siang di ruang perawatan Artika. Karena Bagas baru beristirahat saat Rara dan Syani tinggal tadi. Jadi mereka bisa menikmati makan siang di kamar perawatan Artika dengan tenang.
Kondisi Artika masih belum sadarkan diri, luka hampir di sekujur tubuh, beberapa tulang rusuk retak, tulang kering patah dan pendarahan otak membuktikannya bahwa benturan yang ia terima saat kecelakaan cukup keras. Padahal airbag di kemudi nya berfungsi dengan baik tapi menurut keterangan polisi kepalanya terbentur kaca samping cukup kuat.
Operasi sudah di lakukan dan dokter berhasil menangani luka-luka parah yang diderita Artika, namun itu tak menjamin keselamatan nyawa bunda Gerry tersebut. Karena pendarahan otak tersebut berpengaruh dengan syaraf dan itu cukup berbahaya. Jika Artika berhasil selamat pun, ia akan menderita lumpuh dan refleks gerakan nya terganggu.
Ketiga remaja itu makan dalam diam. Rasanya makanan yang mereka telan hambar sekali, padahal mereka tahu jika Syara tak mungkin membeli makanan di rumah makan biasa. Nyatanya keadaan mereka saat ini membuat apapun yang sebelumnya terlihat dan terasa lezat jadi tak terasa apa-apa. Di tambah raut Gerry yang tampak memandang kosong brangkar Artika sambil mengunyah tak berselera membuat mereka kehilangan nafsu makan juga.
"Kita hanya bisa mendoakan bunda segera sadar. Dan sekali lagi aku bilang ini bukan salah kamu. Ini takdir yang harus bunda terima. Kamu harus terus semangat agar bisa menyemangati bunda." Ujar Rara tiba-tiba saat terus menerus memperhatikan Gerry.
Remaja lelaki itu mengangguk lesu, kepalanya menunduk tak bersemangat sambil berusaha menghabiskan makanan di depannya. Tak banyak sebenarnya karena ia tahu kedua kakaknya itu hanya ingin ia makan dengan baik walau sedikit.
"Aku baru bisa merasa baik kalau Bunda sadar." Tanggap Gerry pelan.
Syani spontan mengelus pelan pundak Gerry, saudara seayahnya ini butuh dukungan darinya dan orang-orang di sekitarnya.
"Aku janji akan bersikap baik pada bunda asal bunda selamat." Lanjut Gerry lirih.
Sontak kedua remaja perempuan itu merengkuh Gerry, mereka memeluknya, menyalurkan semangat kepada 'adik' dalam artian berbeda bagi mereka.
*****
Tepat hari kedelapan di rawat Bagas sudah diperbolehkan pulang. Luka dalamnya sebagian besar sudah sembuh jadi ia hanya perlu dirawat di rumah dan meminum obat yang diresepkan. Tugas 'menjaga' mereka berkurang satu, sekarang mereka tinggal fokus menjaga Artika yang masih belum sadarkan diri. Bagas bahkan sudah beberapa kali mengunjungi Artika saat masih di rawat.
"Biar aku dan Gerry aja yang gantian nungguin Tika Syar. Kamu dan anak-anak udah capek juga kan seminggu lebih ini."
"Gak apa Jak, dengan adanya aku dan anak-anak perempuan ini waktu istirahat kita bisa lebih banyak karena bisa gantian. Kalau cuma kamu sama Gerry aja yang jaga, kalian bisa drop lama-lama. Jangan anggap aku dan anak-anak cewek kamu lemah." Syara tertawa kecil saat bercanda sedikit tadi.
"Bagas juga butuh kamu rawat."
"Santai Jak, aku udah baikan kok, kamu tenang aja. Lagian kan anak-anak kita bersaudara jadi anggap aja aku dan Syara juga saudara kamu." Ujar Bagas saat Syara sibuk mengemasi barang-barangnya.
"Makasih Gas."
Setelah beres sepasang suami istri itu pamit pada Jakra yang kini sedang sendirian menunggui Artika. Anak-anak sedang sekolah, sedang Jakra mengambil cuti setelah kerjaannya tidak sesibuk sebelumnya. Setelah ini mereka akan membuat jadwal berjaga agar mereka bisa membagi waktu dengan baik.
______________________Pendek ya, gak nyampe 1000 kata. Abis udah mandeg otak saya. Hihihi.
Udah mau tamat ini satu atau dua part lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menukar Hidup
ChickLitTak selamanya kalimat tak apa hidup sederhana asal bahagia itu relevan dengan yang Syara rasakan. Karena nyatanya sang anak lebih memilih kemewahan daripada kesederhanaan. Meski anaknya tahu, bahwa lelaki yang mengaku ayah itu telah mencampakkan dan...