Sebelas

4.6K 524 14
                                    

Selamat membaca..

*****

Cuti menikah akhirnya berlalu, tak ada bulan madu, menghabiskan waktu dirumah berdua saja sudah cukup mengingat Rara sibuk sekolah sejak pagi hingga sore. Hingga tanpa terasa pasangan suami istri ini sudah kembali ke aktivitas masing-masing.

Awalnya Bagas ingin mengantar jemput Syara, namun lokasi kerja yang berjauhan membuat Bagas dengan berat hati mengijinkan Syara berangkat mengendarai motor matic nya. Bahkan Rara kini diantar jemput Syara setiap hari. Tak lupa bekal khas Syara selalu tersedia untuk anak dan suaminya. Kadang terbersit keinginan membuat bekal juga untuk Syani, tapi lagi-lagi keraguan itu menghampiri. Ia tak siap terluka jika Syani kembali menolaknya.

Penolakan Syani atas dirinya dan memilih hidup bersama sang ayah, menimbulkan rasa insecure dalam diri Syara. Dia merasa gagal menjadi ibu yang baik, ibu yang nyaman dan menyenangkan karena tak bisa membuat sang anak merasa betah hidup dengannya walau harus sederhana. Dua kali penolakan besar dalam hidupnya membuat kepercayaan diri Syara di bawah ambang batas. Beruntung untuk kali ini ia tak terpuruk sendirian, ada Bagas dan Rara menemani hingga ia tak sampai ke tahap depresi.

"Bu.. Bu.. Rara masuk dulu ya."

Panggilan dari putri tirinya menyadarkan Syara dari lamunan. Ia memang sering melamun belakangan ini. Tangan Rara yang mengguncang lengannya kini sudah berada di depannya. Dengan pelan Rara mengambil tangan kanannya dan menciumnya. Syara langsung mengelus remaja itu, dengan takjub, karena sungguh perilaku Rara melebihi bayangannya.

"Ra, bisa tolong.." Ucapan Syara terputus, begitu sadar bahwa ia ingin meminta tolong Rara untuk menanyakan sesuatu pada Syani.

"Tolong apa Bu?"

"Tolong tetap berteman dengan Syani ya." Syara menggigit ujung lidahnya karena ternyata apa yang dipikirkan nya terucap juga.

"Pasti Bu, aku juga berharap kita bisa hidup berempat sama-sama, dan siapa tahu bisa bertambah  dengan adik baru." Ujar Rara dengan mata berbinar.

Syara terkekeh, dia segera pamit kepada anak tirinya itu untuk segera beranjak ketempat nya mengajar.

Waktu bergulir cepat, jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Hari ini Rara tak ada ekskul jadi sudah saatnya Syara menjemput Rara di sekolah nya. Beruntung jadwal pulang mereka berdekatan, hanya saja jika ada ekskul mungkin Syara harus menunggu beberapa waktu sebelum Rara mendatanginya saat dijemput.

Saat ini Syara mempercepat langkahnya menuju parkiran motor namun saat hendak melajukan kendaraan itu, suara panggilan membuat ia terpaksa menunda keberangkatan nya.

"Ibu.." panggil seseorang yang berdiri di balik pohon tak jauh dari tempat parkir.

"Gerry, sedang apa disini?" Syara menatap bingung anak kecil dengan seragam salah satu sekolah mahal itu.

"Aku boleh ikut ibu?" Pinta Gerry saat Syara mendekatinya.

"Gerry belum dijemputkah? Ayah dan bunda kemana memangnya?" Tanya Syara penasaran.

Gerry hanya menggeleng pelan menanggapi pertanyaan Syara. Nampak peluh menetes dikeningnya. Entah dengan apa anak itu bisa berada disini.

"Ya udah, ikut ibu jemput kak Rara dulu ya." Putus Syara.

Banyak yang ingin Syara tanyakan kepada anak Jakra dan istrinya itu, namun sekarang ia sedang terburu-buru untuk menjemput Rara.

"Ayah kamu tahu kalau kamu disini?"
Itu pertanyaan dari Rara, saat ini Rara, Gerry dan Syara sedang bersantai di depan tv setelah makan siang menjelang sore tadi.

"Enggak." Jawab Gerry tak peduli.

"Kenapa gak bilang nak, nanti orangtua kamu khawatir." Kali ini Syara yang berbicara.

"Jam segini yang ada dirumah cuma aku, Syani dan pembantu. Gak ada yang bakalan nyadar aku belum pulang kecuali pembantu." Jawab Gerry tanpa beban.

Syara dan Rara otomatis saling berpandangan saat mendengar jawaban anak berumur 10 tahun itu. Jawaban datar namun tersirat rasa kesepian, kecewa dan sedih.

"Tapi tetap saja, orang tua kamu harus tahu keberadaan kamu nak." Syara kembali mencoba memberi pengertian.

"Gak perlu Bu, mereka biasanya pulang diatas jam 6. Ayah sibuk kerja, bunda sibuk ngumpul sama temannya. Nanti agak sorean aku bisa pulang naik gojek kok." Terang Gerry.

"Ehh, Gerry ada bawa hp kah? Ibu pinjam ya, buat ngasi tahu ayah kamu." Pinta Syara.

Ia sengaja melakukan itu, karena sedikit banyak ia paham sifat Jakra. Bukan tak mungkin Jakra berpikiran buruk padanya, menyalahkan nya. Atau dianggap menghasut putra semata wayang mereka. Syara enggan menambah daftar masalah dengan mantan suaminya itu.

Gerry membuka resleting tasnya, memberikan ponsel keluaran terbaru yang Syara sendiri tak mengerti cara mengoperasikannya. Begitupun dengan Rara, mata remaja itu terbelalak kaget melihat ponsel anak SD itu. Sebelumnya ia hanya bisa melihat handphone itu lewat layar gadgetnya saat sedang menonton video youtuber favoritnya. Kini barang mahal itu terpampang nyata dihadapan nya. Sama-sama tak berani membuka ponsel mahal itu, akhirnya Gerry sendiri dengan lincah membuka salah satu aplikasi perpesanan di dalam ponselnya. Lalu menyerahkan nya pada Syara, sementara Rara sibuk mengajak ngobrol anak kecil yang katanya pendiam itu itu.

Dan hebatnya Gerry selalu menanggapi semua ucapan Rara. Yah inilah salah satu keistimewaan anak Bagas itu, bisa dengan mudah dekat dengan siapapun termasuk anak kecil tak banyak bicara bernama Gerry. Syara langsung menuliskan pesan kepada ayah anak itu, isinya mengabarkan jika putra semata wayangnya sedang bermain dirumahnya. Dan sore nanti anak itu akan ia atau Bagas antar pulang.
Setelah selesai, Syara langsung mengembalikan ponsel tersebut kepemiliknya. Saat itu terjadi pemandangan langka, Rara dan Gerry sedang berbincang sambil tersenyum, yah senyum pertama yang Syara lihat diwajah kaku putra Jakra itu. Lagi-lagi Syara dibuat kagum oleh keistimewaan anak gadis Bagas, sambil berjalan mendekati mereka.

*****

Pendek ya part ini, gantung juga ceritanya, sengaja. Hihihi..🤭

Sampai ketemu di part depan. 😊

Menukar HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang