Sri, Bintaya, dan Ila sedang duduk beristirahat. Mereka bertiga baru saja selesai latihan. Sedangkan Edwin, ia sedang duduk di depan sendiri, hanya ditemani dengan ponselnya.
"Sri, Ila, Gus Edwin kalian lagi sendiri di depan, tuh. Kalian enggak mau curi-curi pandang lagi, ke Gus Edwin yang kata kalian gans itu?" tanya Bintaya dengan suara menggoda tentunya.
"Enggak mau, takut kepergok kalian lagi," jawab Ila dan Sri secara bersamaan.
Jawaban dari Ila dan Sri membuat tawa Bintaya meledak. Bintaya jelas mengingat betul saat bagaimana Edwin memergoki mereka yang sedang menatapnya.
Melihat tawa lepas dari mulut sahabatnya itu membuat Sri dan Ila mengerucutkan bibirnya.
"Bintaya, ngetawain orang itu enggak baik, loh," cibir Ila.
Cibiran Ila barusan membuat Bintaya menghentikan tawanya.
"Eh, iya. Astagfiullah. Maaf, ya, Sri, Ila."
"Iye," jawab Sri dan Ila secara bersamaan.
"Lagian salah kalian juga, sih. Siapa suruh enggak bisa jaga pandangan."
"Ya, 'kan, sekali-sekali," jawab Ila dan Sri, secara bersamaan lagi.
Bintaya hanya diam pasrah saja, saat mendengar jawaban kedua sahabatnya itu. Seketika keheningan terjadi di antara mereka bertiga. Di saat suasana sedang hening, Ima tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Hai," sapa Ima yang ditujukan kepada mereka bertiga.
"Hai juga, Ima," jawab Sri, Ila, dan Bintaya secara bersamaan.
"Sri, lo Bendahara Rohis, 'kan?"
Sri hanya menggangguk sebagai jawaban. Ima memahami jawaban itu, lalu ia menyodorkan amplop berisi uang kepada Sri. Sri tentu saja tidak mengerti maksud Ima, yang menyodorkan amplop tersebut.
"Apa ini?" tanya Sri sambil meraih amplop tersebut dari tangan Ima.
"Ini uang untuk anak yatim. Umi Ella nyuruh gue buat dititipin ke Bendahara Rohis, nanti Bendahara Rohis kasih uang sumbangan ini ke anak yatim pas acara udah dimulai nanti," terang Ima.
"Oke."
Setelah memberikan amplop tersebut, Ima kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga yang masih di sana. Sri hanya menatap kepergian Ima, sembari memasukkan amplop yang berisi uang sumbangan tersebut ke dalam tasnya.
Sementara dari jarak yang cukup jauh, Vivin dan Aini sedang memperhatikan ke arah Sri.
"Vin, lo liat itu? Amplop itu pasti berisi uang sumbangan. Tugas kita tinggal keluarin amplop itu dari tas Sri. Abis itu, kita fitnah Sri, kita fitnah dia kalau dia yang mencuri uang itu," kata Aini.
"Yup. Ide yang bagus," jawab Vivin.
"Ya, udah. Kita samperin mereka."
Vivin dan Aini pun berjalan untuk menghampiri Bintaya, Ila, dan juga Sri.
"Hai," sapa Aini, saat ia sudah berada di dekat mereka bertiga.
"Hai juga," jawab Sri dan Bintaya.
"Eh, ada Aini gila, mau apa?" ketus Ila. Ila memang selalu sensi jika dihadapkan dengan Aini.
Sabar, Aini, sabar. Jangan sampe lo kebawa emosi gara-gara ucapan si Mak Ilot ini. Aini membatin berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.
"Sebentar lagi mau adzan ashar, kalian enggak siap-siap ambil air wudhu dulu?" tanya Aini.
"Wah, si Aini yang lucnut ini udah tobat rupanya," sindir Ila.
Sindiran Ila barusan benar-benar membuat Aini semakin geram. Ingin rasanya ia membalas sindiran Ila tersebut, namun sekuat mungkin ia menahannya. Jangan sampai rencananya gagal karena emosi yang gagal dikendalikan.
"Eh, bener juga kata Aini. Bentar lagi adzan ashar. Ayo kita ambil air wudhu." kata Bintaya.
"Kamu sama Ila duluan aja. Aku mau jagain tasku. Bahaya kalo enggak ada yang jaga," ujar Sri.
"Ouh, ya, udah. Nanti pas aku sama Bintaya selesai ambil air wudhu, kita yang jagain tas kamu biar kamu bisa wudhu," kata Ila.
Perbincangan singkat tersebut berakhir. Kini Bintaya dan Ila segera keluar untuk mengambil air wudhu. Sementara Sri, ia masih setia di tempatnya untuk menjaga tasnya.
Enggak salah lagi, pasti di tas itu ada uang sumbangan itu. Kalo di tas itu enggak ada uang sumbangan itu, nggak mungkin sampai dijagain segala, batin Aini.
"Sri, tadi, Umi Ella nyariin kamu," kata Aini, dan tentu saja itu adalah sebuah kebohongan agar Sri segera meninggalkan tas nya.
"Di mana?" tanya Sri.
"Enggak tau. Terakhir gue ketemu Umi Ella ada di depan gerbang Masjid. Coba aja lo liat!"
Sri lalu bergegas keluar untuk mencari Umi Ella, tanpa ada sedikit pun rasa curiga dari ucapan yang dilontarkan oleh Aini tadi.
"Emang kapan Umi Ella bilang sama lo, kalau dia nyariin Sri?" tanya Vivin, dengan lugunya.
Aini tidak menjawab pertanyaan Vivin. Bisa naik darah dia jika meladeni gadis yang kelewat polos itu. Itu tentu saja membuat Vivin kesal, karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Aini.
Aini tidak peduli dengan ekspresi kesal dari Vivin, dia saat ini sedang fokus mengambil amplop yang berisi uang sumbangan itu dari tas Sri.
"Dapat," ujar Aini, dengan gembira saat ia berhasil mengambil amplop tersebut.
***
Danas sedang berdiri di kolam ikan miliknya, sembari memberikan makan terhadap ikan-ikannya. Namun, aktivitasnya terhenti saat suara ponselnya berbunyi. Danas yang mendengar suara telepon itu dengan segera mengeluarkan ponselnya dari saku.
"Ngapain Anam ngirim massage ke gue?" gumam Danas saat menyadari bahwa suara ponsel itu adalah notifikasi pesan dari Anam.
Anam
Oy, kemana aja lo? Kenapa enggak latihan qosidahan?From Danas
Gue jagain rumah. Di rumah gue enggak ada orang. Orang tua gue lagi pergi.Anam
Ouh. Sekarang orang tua lo udah pulang, belum? Bentar lagi adzan ashar ini.From Danas
Iya, udah pulang, kok. Ini gue otw buat ke masjid.Anam memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, lalu ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah kolam ikan.
"Ini ikan loncatnya kok sampai sini." Danas terheran saat menyadari ikannya ada yang loncat keluar kolam.
Saat Danas hendak memasukkan kembali ikan tersebut ke dalam kolam, tiba-tiba kucing menyambar ikan tersbeut dan membawanya pergi melewati pagar belakang yang berada di dekat kolam.
Danas tidak terima ikannya di bawa pergi oleh kucing, sehingga ia ikut memanjat pagar dan berlari mengejar kucing.
Danas tersenyum puas saat kucing itu tersudut. Namun, kesenangannya hilang saat melihat ekpresi kucing itu, ekspresinya menunjukkan kemarahan menurut Danas.
"Kayaknya gue bakal dikejar hewan lagi, nih."
Benar saja kata Danas, dia dikejar lagi oleh hewan. Hewan yang dimaksud adalah kucing tersebut. Danas berlari sangat kencang hingga kucing tersebut tertinggal jauh. Namun, Danas tidak menyadarinya, ia pikir ia masih dikejar oleh kucing itu. Danas terus berlari hingga tidak sengaja menabrak pohon nanas, dan membuat ia terjatuh.
"Kenapa nasib gue gini amat, selalu dikejer hewan?" lirih Danas, sambil memegangi kepalanya yang benjol akibat menabrak pohon nanas itu.
Danas yang malang.
***
See u next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)
SpiritualMenceritakan tentang seorang lelaki bernama Addan Alzohri yang harus mendapatkan hukuman dari orang tuanya berupa pergi ke pesantren dengan harapan kelakuannya yang tengil itu dapat berubah. Alih-alih berubah, Addan justru menjadi beranggapan kalau...