Addan Pembela

169 54 155
                                    

Sri menghampiri Susi yang berada di depan rumah, sedang mempersiapkan dagangan gado-gadonya. Kali ini, ia melihat wajah Susi sangat gembira.

Aneh. Setelah kemarin ibu dimarahi oleh pemilik kontrakan, sekarang ibu terlihat gembira. Apa ibu baru saja mendapatkan rezeki lebih? Jika itu benar, maka itu bagus, batin Sri.

Tanpa aba-aba, Sri ikut membantu Susi mempersiapkan dagangan.

"Ibu, hari ini Ibu keliatan seneng banget. Ada apa?"

Susi mengalihkan pandangannya ke arah Sri. Senyum gembira dari Susi masih terpancar sangat jelas.

"Tadi, pas pagi-pagi betul ada orang yang pesen gado-gado, Ibu. Dia udah ngasih setengah uangnya duluan tadi. Dia pesennya banyak banget, Sri."

"Wah, alhamdulillah. Emang dia pesen berapa, bu?"

"Dia pesen seratus bungkus buat acara arisan di rumahnya lusa nanti. Oh, iya, hari ini dia juga pesen gado-gado lagi tiga bungkus buat diantar ke rumahnya hari ini. Sri mau, kan, anterin ke rumahnya?"

"Mau. Tapi alamat rumahnya di mana, Bu?"

"Sebentar."

Susi menuliskan sebuah alamat di kertas. Alamat itu adalah alamat orang yang memesan gado-gado itu.

Saat sudah selesai menuliskan alamat, Susi memberikan kertas itu kepada Sri dengan maksud agar Sri pergi ke alamat tersebut.

***

"Wah, besar banget rumahnya," gumam Sri, saat dia sudah tiba di alamat yang dituliskan ibunya tadi.

Sri menekan sebuah bel pada rumah itu beberapa kali, dan tak lama, seorang wanita paruh baya keluar dan membuka pintu rumah tersebut. Wanita itu tersenyum dengan ramah saat melihat kehadiran Sri.

"Maaf, adek ini siapa, ya?" tanya wanita itu dengan ramah.

"Saya anaknya bu Susi, si penjual gado-gado. Saya ke sini mau nganterin gado-gado ini," jawab Sri, tak kalah ramah.

Sri menyodorkan gado-gado tersebut, kepada wanita paruh baya itu, dan wanita paruh baya itu mengambilnya.

"Nah, ini uangnya," kata wanita itu, sambil menjulurkan beberapa lembar uang berwarna biru kepada Sri. Meski Sri belum menghitung banyaknya uang itu, tapi dari tebalnya Sri tau bahwa jumlah uang itu lebih besar dari pada harga seharusnya.

"Maaf, tapi saya tidak punya uang kembaliannya," ujar Sri.

"Tidak apa-apa, anggap saja saya sedekah."

"Kalau begitu terimakasih banyak, ya,  Tante."

"Iya, sama-sama."

Sri pergi meninggalkan rumah itu dengan perasaan yang bercampur antara senang ataupun tidak enak. Namun, saat ia baru tiba di depan gerbang, ia berpapasan dengan seorang laki-laki. Tiba-tiba rekaman kejadian terlintas di pikiran Sri.

"Aww!" ringis Sri, saat ada seseorang yang tidak sengaja menabrak tubuhnya.

"Mankanya berdiri jangan di depan pintu, udah tau pintu buat lewat juga," ketus pria itu.

Sri ingat sekarang. Pria itu adalah orang yang waktu itu menabraknya. Sri menatap pria itu begitupun sebaliknya, dan kini tatapan mereka bertemu. Dari tatapan pria itu, ia tampak mengenali Sri.

Dia ini cewek yang waktu itu pernah gue tabrak.

Tatapan mereka masih saling bertemu saat ini, tapi dengan cepat Addan mengalihkannya ke arah lain. Addan kemudian kembali melanjutkan langkahnya, dan ia memasuki rumah yang baru saja ditinggal, Sri.

Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang