Truth or Dare

127 37 110
                                    

Apa pun masalahnya dan seberat apa pun itu, kita tetap tidak boleh berhenti usaha dan berdoa kepada yang di atas. Percayalah bahwa Allah itu akan selalu membantu kita di setiap usaha yang kita lakukan.
-Sri Veronika

~~~

"Sri ... sudah seberapa dekat?"

"Kami teman yang begitu dekat, hanya sampai situ. Tapi, apa maksud dari sisi lain Addan, Tante?"

Pada akhirnya wanita paruh baya itu menjelaskan semuanya. Menjelaskan tentang Addan yang membujuknya agar memberikan bantuan finansial untuk pengobatan seorang wanita paruh baya, tempat Riana sering membeli gado-gado, yang tidak lain adalah Susi. Addan berdalih bahwa Susi harus dibantu karena kasian anaknya.

Riana dengan sangat senang hati saja memberikan bantuan itu. Tapi tentunya dia jadi penasaran dengan dalih yang diberikan Addan. Siapa anak dari Susi yang Addan maksud? Seberapa penting dia dalam kehidupan Addan? Hal itu yang membuat Riana bertanya kepada Sri soal kedekatannya dengan Addan. Bukan bermaksud apa-apa, Riana hanya ingin tau siapa orang yang membuatnya melihat sisi positif dari putra tunggalnya.

Sri yang mendengar penjelasan dari Riana sudah tidak tau lagi bagaimana harus mendeskripsikan perasaannya. Rasanya seperti tercampur antara haru dan sedih. Seketika Sri teringat perkataan terakhir Addan sebelum meninggalkannya.

"Sri, gue yakin banget kalo ibu lo pasti bakal bisa sembuh. Gue bakal cari cara supaya ibu lo bisa mendapatkan perawatan."

Addan benar-benar mencari cara itu. Bahkan saat Addan sudah tidak di dekat Sri sekali pun, Addan masih membantu Sri.

I miss him.

***

Susi baru saja selesai melakukan pengobatan dengan lancar, dan Sri merasa sangat lega sekaligus senang akan hal itu.

"Terima kasih banyak karena sudah membantu membiayai pengobatan saya. Suatu hari nanti saya akan mengganti semuanya," kata ibunya Sri yang ditujukan kepada Riana.

"Iya, sama-sama, Bu Susi. Soal uang ganti, Bu Susi enggak usah pikirin, ya. Lagi pula saya ikhlas."

"Tapi tetap saja saya merasa tidak enak, Bu."

"Bu Susi itu harus fokus dulu untuk kesehatan. Enggak usah pikirin soal uang ganti."

"Tapi-"

"Ini sudah malam dan saya rasa saya harus pulang. Saya pamit, ya, Bu Susi. Lekas membaik."

Riana pergi meninggalkan ruangan itu. Membiarkan Susi dan Sri berdua di sana.

Susi melihat Riana dengan penuh haru. Orang baik itu masih ada.

"Sri."

Mendengar namanya terpanggil, Sri langsung berjalan mendekat ke arah Susi.

"Iya, Ibu?"

"Kamu lama banget. Dari tadi Ibu nungguin kamu di sini."

"Maafin aku, Ibu. Aku juga pengen cepet ke sini, tapi tadi aku belum dapat uang pinjaman untuk biaya berobat Ibu."

"Harusnya kamu enggak perlu sampai segitunya."

"Tapi aku bener-bener khawatir sama Ibu. Aku takut Ibu bakal memburuk kalau enggak segera terobati."

Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang