Hari ini sudah tiba acaranya. Hari di mana Masjid Al-Iman mengadakan acara santunan anak yatim. Dalam acara itu banyak sekali petunjukkan-pertunjukkan islami yang dilakukan. Seperti mengaji tilawah, bernyanyi lagu-lagu islami, dan menyenandungkan sebuah sholawat. Setelah semua petunjukkan itu berlangsung pula, kini tiba sebuah pertunjukkan qosidahan yang ditampilkan oleh anak rohis. Pertunjukkan mereka sangat bagus, dan mendapat sambutan yang meriah sekali.
Setelah acara selesai, Sri menghampiri Umi Ella yang berada di pojok ruangan sambil memainkan ponselnya.
"Permisi, Umi."
Umi Ella yang mendengar suara Sri, dan memutuskan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Umi Ella menatap wajah Sri, sembari menunggu apa yang akan Sri katakan.
"Iya, Sri. Ada apa?"
"Umi, maafkan saya. Saya ingin mengganti uang sumbangan itu dengan segera. Tapi saya belum punya uangnya, Umi. Kemaren dagangan ibu saya dirusak preman," lirih Sri.
Air mata Sri nyaris lolos keluar membasahi pipinya, saat mengatakan hal tersebut. Saat ini, Sri yakin sekali kalau Umi Ella tidak akan mempercayai ceritanya.
"Sri jangan sedih, ya. Soal uang yang hilang itu, Sri enggak perlu ganti lagi, karena Umi udah percaya sama Sri."
Sri senang sekaligus terkejut begitu mengetahui bahwa ternyata dugaannya salah. Siapa sangka orang yang sebelumnya turut andil tidak memercayainya, kini sudah menarik andil tersebut. Sri dipercaya.
Sri menatap Umi Ella dengan tatapan penuh haru. Dipeluknya Ella secara erat dan secara reflek oleh Sri. Betapa Sri merasa sangat bahagia mendengar pernyataan yang keluar dari Ella. Kepercayaan itu masih ada.
"Makasih, Umi," ujar Sri sembari melepaskan pelukannya.
Ella hanya tersenyum saja mendengar perkataan Sri, sembari dia mengusap pelan bahu milik Sri. "Kalau begitu, Sri pamit pulang dulu, ya, Umi."
Sri beranjak pergi dari tempat itu. Namun, saat ia sudah sampai di depan pintu masjid, tiba-tiba Addan menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam mobil miliknya. Persis seperti seorang penculik.
"Kok, aku dibawa masuk ke dalam mobil, sih?" Sri bertanya penuh heran ketika dirinya sudah berada di dalam mobil itu.
"Maaf, ya, kalau gue bawa lo secara tiba-tiba. By the way, gue mau ke apartemen Edwin, nih, mau jenguk dia sekalian main. Lo ikut, ya, please," ujar Addan yang memberikan jawaban atas keheranan dari Sri.
"Edwin? Edwin yang sering ngelatih aku, Bintaya, sama Ila, latihan?"
"Enggak kenal siapa itu Bintaya dan Ila. Gue cuman kenal lo di rohis. Tapi kalau lo bertanya kalau Edwin yang gue maksud itu orang yang bantu lo ngalatih qosidahan, maka jawabannya iya itu orangnya."
"Ah, oke. By the way, aku jadi penasaran. Dari mana kamu kenal aku bahkan bisa tau nama aku, padahal kita enggak pernah kenalan sebelumnya?"
"Lo sendiri tau nama gue dari mana?"
"Waktu Gus Edwin bantu ngelatih qosidahan, kan, beberapa kali kamu pernah gangguin. Beberapa kali juga aku dengar Edwin sebut nama lo. Addan. Aku tau dari situ."
"Gue kira lo tau nama gue karena udah ingat tentang dulu. Soalnya gue tau nama lo dari itu."
Sri yang mendengar perkataan Addan merasa bingung dibuatnya. Entah apa maksud dari ucapan Addan tentang dulu. Seolah dulu mereka pernah bertemu saja.
Sri berusaha mengingat tentang dulu yang dimaksud Addan, yang berkaitan dengan dirinya dan juga Addan sendiri. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada memori apa pun yang Sri ingat ada kaitannya dengan Addan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)
SpiritualMenceritakan tentang seorang lelaki bernama Addan Alzohri yang harus mendapatkan hukuman dari orang tuanya berupa pergi ke pesantren dengan harapan kelakuannya yang tengil itu dapat berubah. Alih-alih berubah, Addan justru menjadi beranggapan kalau...