Hari Paling Memalukan

141 37 95
                                    

Anam merasa seperti pingsan, dan tersadar kembali. Namun, Anam seperti merasa ada sesuatu yang menyeretnya. Hingga akhirnya Anam membuka lebar matanya.

Hal pertama yang Anam lihat dan rasakan saat telah mendapatkan kesadarannya adalah Anam yang sedang diseret oleh Danas.

"Woy! Lo gila, ya? Lo mau nyeret gue ke mana? Hah! Udah, ah, lepas!" sewot Anam.

Danas yang mendengar nada protes dari Anam langsung segera menghempas pelan kaki Anam yang tadi dia seret.

"Enggak ada makasih banget, sih, lo sama gue! Gue itu mau seret lo ke rumah gue, biar lo enggak diliatin orang. Lagian lo aneh-aneh aja! Pingsan, kok, di deket tiang listrik? Pengen nikah lo sama tiang listrik?" kata Danas.

"Eh, buset! Ada-ada aja lo, mau seret gue ke rumah lo. Kalo lo seret gue sampe rumah lo, yang ada gue tambah malu diliatin orang!" tukas Anam.

"Biasanya juga malu-maluin! By the way, kok, lo tadi bisa pingsan, sih?"

"Ada kecoa nempel di pipi gue, jadinya gue panik sampe akhirnya gue pingsan."

Mendengar perkataan Anam barusan membuat meledak tawa Danas. Ternyata, temannya yang satu itu bisa pingsan juga gara-gara kecoa. Anam yang mendengar tawa temannya itu hanya memutar bola matanya saja dengan malas.

"Udah puas ketawanya?"

"Ya, maaf, Nam. Sensi amat lo! By the way, lo mau liat foto lo waktu pingsan, enggak?"

"Lo fotoin gue lagi pingsan?"

"Iya."

Danas mengambil ponselnya dari saku celananya, dan dia segera menunjukkan foto Anam yang pingsan, kepada Anam. Dalam foto itu terdapat gaya pingsan Anam yang sangatlah lucu, dengan satu kakinya yang terangkat di tiang listrik, dan mulut Anam yang terbuka cukup lebar. Anam benar-benar malu melihat gaya pingsannya sendiri. Bahkan, Anam berasa ingin menertawai gayanya itu.

"Nam, tadi pas lo pingsan, gue liat ada kecoa masuk ke mulut lo. Kayaknya kecoa itu ketelen, deh," kata Danas.

Anam langsung syok mendengar perkataan dari Danas barusan. Keterkejutan Anam itu nampak jelas sekali dari ekspresi wajahnya.

"Yang bener lo?" Anam bertanya untuk memastikan.

Danas hanya menggangguk saja sebagai jawaban. Jawaban bohong.

"Tiiidaaaak!" teriak Anam.

Danas langsung menutup telinganya akibat suara teriakan dari Anam. Sementara Anam setelah berteriak ia malah menangis dengan histeris.

"Huwaaaa! Bentar lagi gue bakal jadi manusia kecoa, gara-gara gue makan kecoa. Kalo kek gini gue bisa pingsan tiap hari," lirih Anam.

"Mankanya kalo pingsan mulutnya jangan mangap gede! Jadinya kecoa masuk, kan, ke mulut lo," jawab Danas.

"Nas, gue harus gimana ini? Apa yang harus gue lakuin kalo gue jadi manusia kecoa?"

"Ya, lo santai aja, lah! Lagian lo enggak bakal jadi manusia kecoa, kok. Tadi itu gue cuman prank. Sebenernya enggak ada kecoa yang masuk ke mulut lo."

Kini Anam bisa bernapas dengan lega setelah mengetahui bahwa ternyata tidak ada kecoa yang masuk ke dalam mulutnya. Tapi walaupun begitu, Anam masih merasa sedikit kesal dengan Danas yang tadi membohonginya.

Anam ingin memberikan balasan kecil kepada Danas, dengan melayangkan sebuah tinju. Bukan tinju kuat tanda perkelahian, melaikan sebuah tinju pelan. Namun, saat hendak melakukannya dia tersandung.

Mata Anam terpejam sejenak saat terjatuh. Anam merasa sangat terkejut. Hingga, begitu pandangannya terbuka kembali, yang dia lihat adalah sebuah kamar. Rupanya tadi Anam hanya bermimpi.

"Enggak di kehidupan nyata, enggak di mimpi, Danas selalu nyebelin. Huh ... berharap memimpikan Bintaya, malah memimpikan si curut satu itu." Meski Danas tidak bersalah, tapi Anam dibuat kesal sendiri dengannya akibat mimpi yang dia alami tadi.

Usai Bintaya mengantarinya pulang, Anam masih merasa kurang puas atas waktunya bersama Bintaya. Hingga Anam memutuskan untuk tidur saja dengan harapan bertemu Bintaya dalam mimpi. Alih-alih bermimpi Bintaya, Anam justru mimpi bertemu Danas.

Anam terus mengomeli Danas sendiri seperti orang gila. Hingga omelannya terhenti saat Anam mendengar suara dari klakson mobil tepat di depan rumahnya.

Anam memutuskan untuk melihat ke depan, dan yang didapatinya adalah sebuah mobil hitam memang sedang berparkir di depan rumahnya. Mobil milik Addan.

"Oy! Lo disuruh bawa motor malah motornya ditinggalin. Untung aja Danas enggak ikut ninggalin," omel Addan.

"Ya, maaf."

Anam sempat heran mengapa Addan bisa tau rumahnya, bahkan Anam sendiri tidak tau namanya. Tapi melihat Danas yang ada di dalam mobil itu, Anam dapat menebak bahwa Danas yang memberitahukannya. Anam juga melihat Bintaya, dan dia dapat menebak bahwa Addan mengetahui rumahnya dari Bintaya.

"Ya, udahlah. Buru masuk! Duduk bangku paling belakang sono, kita jalan-jalan bentar buat healing.

"Boleh! Thanks ... umm, siapa nama lo?"

"Addan."

Mobil hitam yang dimiliki Addan itu kini penuh karena sudah terisikan. Addan dan Sri yang berada di bangku paling depan, Bintaya dan Ila yang berada di bangku tengah, serta Danas dan Anam yang berada di bangku paling belakang.

Suasana di dalam tersebut cukup ramai, tapi tidak terdapat kebisingan yang mengganggu. Banyak canda yang terlontar dalam mobil itu.

"Dan, lo mau tau enggak kenapa tadi Anam ninggalin motornya Edwin?"

"Enggak."

"Itu karena ..." Danas menjeda ucapannya, masih berusaha untuk menjelaskan meski mendapat penolakan dari Addan. "Anam lari dari keco-"

Ucapan Danas terpotong saat dia merasakan sesuatu yang keras meninju bahunya. Anam telah memberikan satu bogem mentah di bahu Danas. Anam geram sekali dengan tingkah Danas yang terus mengerjainya, hitung-hitung pelampiasan dari mimpi yang tadi dialaminya juga.

"Parah lo, Nam!"

Anam baru saja ingin membalas ucapan, Danas. Namun, Anam memilih urungkan karena mendengar suara yang besar darinya. Suara itu adalah suara buang angin dari Anam. Bukan hanya Anam, semua orang di mobil itu juga mendengarnya. Hal itu membuat Anam malu hingga akhirnya ia memutuskan untuk diam.

Beberapa menit berlalu, Anam kembali buang angin, dan suaranya kali ini lebih besar dari sebelumnya. Semua yang ada di mobil tersebut tentu saja sangat kebauan Akhirnya Addan menurunkan, Anam di pom bensin agar Anam bisa pergi ke toilet yang ada di pom bensin.

Memalukan.

***

Anam masuk ke dalam toilet. Anam masuk untuk mencuci mukanya saat itu, sambil menunggu bau kentutnya hilang. Saat dirasa baunya sudah hilang, Anam keluar untuk menuju mobil Addan tadi. Untunglah Addan masih menunggunya. Namun, saat melangkah, Anam tidak sengaja melihat kecoa untuk kesekian kalinya.

Anam berlari dengan cepat, hingga ia terbentur sebuah tiang listrik dan menimbulkan merah di pipinya.

Anam terus berlari dari kecoa tadi untuk menuju mobil Addan, hingga kini Anam sudah kembali memasuki mobil milik Addan. Bintaya yang melihat wajah Anam yang sudah merah akibat kejedut, langsung melepaskan tawanya, dan lagi-lagi Anam dibuat malu.

Ini hari yang paling memalukan buat gue, batin Anam.













***
See you next chapter!

Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang