Siapa Dia?

88 27 114
                                    

"Terus gimana lagi, Mah?"

"Habis itu dia langsung pergi. Palingan juga cari pinjaman ke orang lain. Tapi Mamah yakin enggak bakal dapat, sih."

"Kenapa gitu?"

"Mana ada orang yang mau minjamin uang ke pencuri."

Percakapan antara Aini dan mamahnya tadi masih terekam jelas oleh Sri. Itu membuat kesedihannya bertambah.

Sri berjalan menelusuri jalan di rumah sakit, dengan matanya yang berkaca. Hal itu membuat pandangan di sekitarnya menjadi buram.

Tanpa sengaja, Sri menabrak seseorang, hingga orang yang ditabrak itu terjatuh dan meringis kesakitan.

"Aww!"

Sri yang menyadari perbuatannya, langsung membantu orang itu dengan segera.

"Maafin aku, ya. Aku bener-bener enggak sengaja."

Orang itu melempar sebuah senyuman ke arah Sri, sambil menggerakkan bibirnya, seperti ingin mengatakan sesuatu kepada Sri. "Enggak apa-apa, kok."

Sri kini bernapas lega, setelah mendengar perkataan dari orang itu. Sri pikir, orang yang ditabraknya itu akan marah kepadanya.

Orang yang ditabrak Sri itu masih menempelkan senyuman di wajahnya. Namun, beberapa saat kemudian, ekspresi wajahnya berubah seperti sedang panik.

Sri yang melihat perubahan ekspresi itu pun ikut bingung, hingga kini ia mengangkat alisnya. "Ada apa?"

"Ponsel gue. Tadi gue masih genggam, tuh, ponsel. Tapi sekarang udah enggak ada."

Sama seperti orang itu, Sri kini juga ikutan memasang ekspresi panik.

Sri melirik ke bawah, ke tempat orang itu terjatuh tadi, barangkali ponselnya ada di sana.

"Ketemu!" ujar Sri, sambil mengambil ponsel yang berada di dekat kaki orang itu.

Sri menatap ke arah layar ponsel tersebut, dan dilihatnya ada satu panggilan yang masuk di sana.

"Eh, ini ada yang telpon."

"Benarkah?"

Orang itu kemudian mengambil ponsel miliknya yang ada di tangan Sri. Jarinya tampak sedang menyentuh benda pipih itu. Sepertinya ia hendak mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

Benar saja, orang itu mengangkat panggilan tersebut. Beberapa saat kemudian, ia tertawa pelan.

Sri tidak mau memedulikan hal itu, jadi Sri memutuskan untuk kembali melangkah. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut orang itu.

"Hahaha! Kamu nakal, ya, Addan. Bisa-bisanya kamu bermain ponsel, lalu nelepon gue begini. Padahal, 'kan, di pesantren enggak boleh pegang ponsel. Pasti kamu diam-diam, ya?"

Mata Sri terbuka sempurna, dan mulutnya sedikit menganga mendengarnya. Jika Sri lihat-lihat lagi, orang itu adalah seorang gadis yang sepertinya sebaya dengannya. Kini terdapat pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

Apakah gadis itu punya kedekatan atau suatu hubungan spesial dengan orang yang meneleponnya? Dan siapa Addan yang gadis itu maksud? Dan bukankah gadis ini menyebutkan kata pesantren? Mungkinkah Addan yang sama dengan yang aku kenal?

"Ya, sudah. Matikan saja."

Setelah mengatakan itu, gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Gadis itu kini tengah menatap Sri yang dari tadi sudah menatapnya.

Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang