Addan memakirkan mobil di tempat parkir yang berada di sebuah taman yang penuh dengan wahana permainan. Setelah mobil tersebut parkir, Addan dan lainnya pun turun dari mobil.
"Waw! Lo ngajak kita ke sini?" tanya Anam dengan girang.
"Iya. Tadinya, sih, niatnya cuman mau ngajak Sri. Tapi Sri ngusulin buat ngajak kalian semua. Jadi, ya, gue turutin," jawab Addan.
"Eh, kita naik roller coaster aja, yuk!" usul Sri.
"Gue enggak bisa naik itu."
Seketika semua atensi dari mereka tertuju ke arah Anam. Anam adalah orang yang tadi berkata bahwa dia tidak bisa menaiki wahana tersebut. Hal yang tentunya membuat mereka terkejut kecuali Danas yang sudah mengerti alasannya.
Danas mengerti bahwa Anam pasti takut menaikinya. Dulu saja saat Danas, Anam, dan Gilang menaiki roller coaster, Anam berteriak dengan kencang bahkan reflek memeluk Danas yang berada tepat di sebelahnya. Bahkan, seusai selesai menaiki wahana itu, Anam sampai mengompol.
"Takut, Nam?" Ila bertanya dengan tepat sasaran, membuat Anam bingung menjawab apa. Hari ini dirinya sudah merasakan banyak sekali rasa malu. Jika ditambah lagi dengan yang ini, maka malunya akan berlipat-lipat.
"Aku juga enggak bisa naik itu. Aku takut. Aku mau temenin Anam aja." Bintaya mengangkat suara.
Bohong jika Bintaya takut untuk naik roller coaster, karena roller coaster meruapakan wahana favorit Bintaya. Ila dan Sri juga sadar akan kebohongan itu. Tapi mereka berusaha mengerti bahwa mungkin sekarang sudah berbeda, mungkin memang benar sekarang Bintaya sudah merasa takut. Tapi yang namanya kemungkinan tentunya bisa salah.
"Sejak kapan kamu takut naik roller coaster, Bin?" Meski berusaha untuk percaya, tapi Ila juga perlu memastikannya.
"Sejak hari ini. Kalian duluan aja, deh, naiknya. Aku sama Anam mau cari wahana lain. Nanti kita ketemuan lagi aja di sini. Ayo, Nam."
Anam sangat merasa terselamatkan harga dirinya berkat Bintaya. Jika sudah seperti ini, Anam jadi semakin menyukai Bintaya.
Bintaya berjalan meninggalkan teman-temannya, disusul oleh Anam di belakangnya. Bintaya cukup peka dengan alasan Anam tidak bisa menaiki roller coaster, maka dia memilih mengajak Anam menaiki wahana lain saja.
"Seperti akan ada kapal yang berlayar," gumam Danas sambil menatap ke arah Anam dan juga Bintaya.
Bintaya dan Anam terus berjalan hingga mereka kini sudah berdiri di depan kereta kuda yang tidak nyata, dan dijadikan sebagai wahana hiburan. Mereka berniat menaiki itu.
Sebuah kuda yang tak nyata berputar. Bintaya dan Anam memilih kuda yang berdampingan, sengaja agar bisa mengobrol.
"Nam."
Anam yang merasa dirinya dipanggil merasa gugup. Kali ini bukan gugup karena salah tingkah, melainkan Anam gugup karena Bintaya seperti akan menyampaikan sesuatu yang sangat serius. Sesuatu yang dia rasa bisa menjatuhkan suasana hatinya. Entahlah ... rasanya perasaan Anam mendadak tidak enak.
"Iya, kenapa, Bin?"
"Kurasa kita jangan terlalu dekat lagi. Bersikaplah seolah kita asing, meski mungkin ini sakit."
Perasaan Anam yang tampak seperti terasa tidak enak, kini semakin nyata. Ada apa? Mengapa Bintaya berkata seperti itu? Apa yang salah?
Anam sudah membayangkan kemungkinan terburuknya terhadap Bintaya. Selesai sebelum memulai, itu yang Anam bayangkan.
Baru tadi Anam dibuat bahagia. Baru tadi Anam dibuat jatuh hati. Baru tadi Anam senang dengan rasa salah tingkahnya. Tapi sepertinya semua rasa yang tadi tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)
SpirituellesMenceritakan tentang seorang lelaki bernama Addan Alzohri yang harus mendapatkan hukuman dari orang tuanya berupa pergi ke pesantren dengan harapan kelakuannya yang tengil itu dapat berubah. Alih-alih berubah, Addan justru menjadi beranggapan kalau...