"Jangan asal main tuduh, fitnah itu lebih kejam daripada enggak fitnah."
-Danas-***
Danas kembali ke bengkel yang tidak jauh dari minimarket, tempat di mana dia baru saja selesai berbelanja. Ia kembali, untuk mengambil kembali motornya, dan kebetulan pula motor itu baru selesai di servis.
Danas hendak menaiki motornya untuk kembali ke rumah Anam. Namun, aksinya terhenti saat matanya tertuju ke arah meja yang terletak di samping si tukang bengkel tadi. Sebenernya fokusnya bukan pada meja, melainkan pada sebuah sendal besar yang berukuran seperti lima buku tebal yang ditumpuk menjadi satu.
"Om, itu sendal raksasa, ya? Emang ada kaki orang yang muat pake sendal itu?" tanya Danas.
"Oh, bukan. Itu sebenarnya kue, bentuknya aja mirip kayak sendal," jawab si tukang bengkel tadi.
"Oh, saya kira tadi sendal raksasa."
"Bukan. Oh, iya, kalau kamu mau, kamu bawa aja kue itu."
"Hah? Boleh buat saya?"
"Iya. Lagi pula tadi niatnya saya mau kasih kue itu buat istri saya, tapi dia malah ngotot ngira itu sendal beneran, dan alhasil kuenya enggak ada yang makan."
"Om lagi curhat?"
Tukang bengkel itu hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari Danas.
Minus akhlak nih anak! Pake nanya lagi dia, batin si tukang bengkel.
"Kok diam om?"
"Gak apa-apa. Udah sana buruan pergi, sebelum saya ngamuk! Tuh kue jangan lupa bawa."
Kini giliran Danas yang terdiam dengan pernyataan dari tukang bengkel itu.
Lah, kok mau ngamum? Emangnya gue salah apa? batin Danas.
Tanpa berlama-lama lagi di sana, Danas langsung segera pergi sambil membawa kue itu.
***
Danas kini sudah tiba kembali di rumah Anam.
Saat ini ia sudah kembali berada di kamarnya Anam, dengan teman-temannya tadi.
"Nih, belanjaannya!" ujar Danas, sambil meletakkan belanjaan yang dia beli tadi di samping Anam.
"Thanks." kata Anam.
"Gue hampir diamuk masal gara-gara belanja ke minimarket tadi."
"KENAPA?"
Kali ini, Redja, Anam, dan Gilang, bertanya secara bersamaan.
"Tadi pas gue belanja itu aman-aman aja, yang buat jadi kacau dan enggak amannya itu pas gue udah kelar belanjanya. Mau tau enggak kenapa?"
"Apa?"
"Pas gue udah kelar belanja, gue panik nyari motor gue. Gue kira motor gue hilang. Sampe gue tanya-tanya ke orang-orang yang ada di minimarket, dan akhirnya seisi minimarket heboh gara-gara gue."
"Terus gimana lagi?"
"Akhirnya gue dibawa ke ruang keamanan buat check CCTV."
"Terus, terus?"
"Ternyata pas diliat di CCTV, gue jalan kaki pas mau masuk minimarket, dan habis itu gue baru inget kalau motor gue lagi gue taruh di bengkel karena mogok. Gara-gara itu gue hampir kena amuk masal karena udah bikin heboh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rohis vs Gus Pesantren (Proses Penerbitan)
SpiritualMenceritakan tentang seorang lelaki bernama Addan Alzohri yang harus mendapatkan hukuman dari orang tuanya berupa pergi ke pesantren dengan harapan kelakuannya yang tengil itu dapat berubah. Alih-alih berubah, Addan justru menjadi beranggapan kalau...