"Makasih ya Dik, udah anter gue pulang sama es krim nya juga." Ucap Tsania dengan senyum di wajah nya yang begitu bahagia, padahal Dika hanya membelikan nya es krim saja.
Dika mengangguk. "Iya, sama-sama. Yaudah masuk gih." Titah nya.
Kebetulan Husen sedang mencuci motornya di teras dan mendapati adik nya itu diantar pulang oleh laki-laki dan kali ini berbeda, bukan yang malam itu bertamu ke rumah nya. Lantas Husen pun menghampiri mereka.
Sontak Dika dan Tsania menoleh ke arah Husen yang baru saja membuka pagar dan menghampiri mereka.
"Kenapa kamu baru pulang sore-sore gini? Terus ini siapa lagi?" Tanya Husen dengan nada bicara yang membuat Tsania tidak nyaman.
Dika yang mendapati Husen seperti itu lantas turun dari motornya dan melangkah ke arah Husen untuk bermaksud menjelaskan. "Maaf, Bang sebelum nya kenapa Maura pulang sore soalnya dia ada PM dulu terus saya emang pantau dia buat mastiin dia aman."
Husen tidak merespon Dika dan memastikan itu pada Tsania. "Bener apa yang dia bilang tadi?"
Tsania mengangguk. "Iya, Kak."
Husen kembali menatap Dika. "Tadi lo bilang, lo pantau adek gue. Maksud nya apa?"
"Saya merasa sebagai temen nya Maura perlu buat jagain dia saat ini, karena takut terjadi sesuatu yang nggak baik sama dia."
Husen tertawa hambar. "Lo peramal? Memprediksikan hal-hal yang belum terjadi?"
"Mencegah lebih baik dari pada menyesal sudah terjadi."
"Iya, bener apa yang lo bilang. Tapi lo sama anak yang kemarin main ke rumah sama aja, sama-sama modus ke adek gue dan sama brandal nya." Ucap nya kelewat santai yang membuat Dika sedikit terpancing emosi nya.
"Kak, cukup. Kenapa Kakak selalu nggak suka kalo aku punya temen cowok? Aku udah gede Kak, bukan anak kecil lagi." Ucap Tsania yang lelah menghadapi Kakak nya yang protektif.
"Kakak juga tau kamu udah gede, tapi Kakak nggak pernah bisa jamin kamu aman sama cowok yang berandal kaya dia. Anak STM kan dia? Suka tawuran pasti." Ucap Husen masih belum mau menyudahi pembicaraan ini.
Tsania mulai berkaca-kaca. "Kakak liat sekarang ada yang kurang nggak dari aku?! Dika temen aku dan cuma anterin aku pulang aja, kenapa Kakak sampe katain dia berandal. Aku capek kalo harus terus-terusan kaya gini, asal Kakak tau aku juga punya batasan dan bisa jaga diri!" Ucap Tsania dengan emosi yang tidak terkendali juga air mata yang terus menetes.
Dika yang melihat itu sangat tidak tega tapi di keadaan seperti ini ia tidak ada daya untuk menenangkan Tsania karena suasana yang tidak memungkinkan.
"Dik, lo bisa pulang. Sekali lagi makasih." Ucap Tsania dengan suara bergetar.
"Gue pamit." Ucap Dika lalu melesat pergi tanpa pamit dengan Husen yang memang nampaknya tidak perlu juga Dika pamitan.
Setelah kepergian Dika, Tsania masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Husen yang masih berada di tempat nya.
***
"Ra.. ini Ummi, buka pintu nya Nak." Ucap Medina di depan pintu kamar Tsania.
Tsania yang mengunci diri nya sedari sore tadi sampai malam dan menangis selama itu pun membuka pintu kamar nya.
Medina duduk di pinggir kasur Tsania."Tadi sore bener kamu di anter Dika?" Tanya Medina pelan dan hati-hati.
Tsania yang masih sesenggukan menganggukkan kepala nya pelan. "Kenapa sih Mi, Kak Husen selalu gitu? Belum aja rasa nggak enak aku sama Sabian ilang sekarang ditambah aku juga nggak enak sama Dika." Ucap nya dengan suara sehabis nangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
STM; Sekolah, Tawuran dan Maura.
Ficção Adolescente[Tolong follow dulu sebelum membaca] Kisah ini berawal dari Insta-Eh! Wattpad. Seorang gadis yang baru saja pulang sekolah lengkap dengan kerudung putih segiempat yang melekat di kepala nya tanpa sengaja di tabrak seorang cowok dengan penampilan ura...