Adrienne dan Harapan

1K 112 12
                                    

New York City, 2007

Adrienne menatap sekitarnya dengan putus asa, lalu mengembuskan napas berat. Tubuh-tubuh bergoyang diiringi musik bertempo cepat, sementara gelak tawa juga bau menyengat yang berasal dari minuman keras memenuhi udara. Sungguh, pesta semacam ini tidak pernah membuat Adrienne nyaman. Kini, ia menyesali keputusannya untuk tetap tinggal setelah pesta dansa sekolah selesai, karena pesta selanjutnya sungguh berada di luar kesanggupan Adrienne.

Mendesah, gadis itu bertanya-tanya, bagaimana ia bisa pergi dari kekacauan ini?

Muncul layaknya jawaban atas doanya, Adrienne melihat Antony di antara kerumunan. Tak membutuhkan waktu lama hingga kakaknya itu berada di hadapannya, tersenyum seraya mengulurkan tangan. Adrienne menyambut uluran tangan sang kakak penuh semangat, lalu berjalan mengikuti langkah kakaknya dengan tenang. Karena kakaknya adalah pelindungnya, yang terbaik yang pernah dimilikinya.

Tiba-tiba langkah Antony terhenti demi menyapa beberapa teman. Adrienne balas tersenyum ketika disapa, lalu mengalihkan pandangan. Sebuah gerakan yang salah, karena Adrienne melihat sepasang kekasih asyik bercumbu.

Sang pemuda yang mencium gadisnya dengan mata terbuka balas menatap Adrienne. Mata hijaunya begitu terang,seakan mampu menembus hati Adrienne. Ciuman itu berakhir dan sang pemuda bermata hijau mengatakan sesuatu, membuat gadisnya melayangkan tamparan. Pemuda itu tampak tidak peduli, justru mengeluarkan pemantik dan merokok.

Adrienne bergidik sebelum buru-buru menunduk. Di mata Adrienne, jelas-jelas pemuda itu seperti sedang berusaha melarikan diri dari kenyataan dengan berbuat sesukanya. Meski pemuda itu tampan dan memesona, Adrienne dapat melihat luka. Begitu jelas dan gamblang, merusak kilau indah mata hijaunya. Adrienne tidak mengenal pemuda itu, tetapi ia merasa harus membantunya.

Merasa bodoh, Adrienne menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin salah satu gelas plastik berisi soda yang tadi diminumnya mengandung alkohol hingga isi pikirannya tercecer ke mana-mana.

"Kau baik-baik saja, Adrienne?" tanya Antony yang menangkap tingkah aneh adiknya dan bergegas mengucapkan salah perpisahan kepada teman-temannya. Memang sudah waktunya mereka pulang.

Adrienne hanya mengangguk, sekali lagi mengikuti langkah sang kakak. Ketika rasa penasarannya tak dapat dibendung dan memaksanya menoleh ke arah pemuda bermata hijau itu, Adrienne tidak menemukannya. Pemuda itu sudah lenyap.

"Mengapa teman kencanmu kabur?" tanya Antony begitu menjalankan mobil.

Diingatkan oleh penyebab yang membuatnya harus menelepon sang kakak dan meminta untuk dijemput, bibir Adrienne mengerucut. "Karena aku menolak bermesraan dengannya di jok belakang mobilnya. Lantas ia meninggalkanku begitu saja. Berkata bahwa aku sudah membuang-buang waktunya. Sungguh orang berengsek."

Adrienne tidak canggung melontarkan pernyataan semacam itu. Ia telah berbagi nyaris segala hal bersama Antony, sehingga bukan sebuah rahasia bahwa Adrienne belum pernah berciuman di usianya yang menginjak 18 tahun. Berbeda dengan Antony yang memiliki sepak terjang luas di dunia percintaan, Adrienne masih sangat polos dan tidak berpengalaman. Bukan karena tidak ada peminat, tetapi Adrienne terlalu pemilih dan sangat mendambakan kisah manis sebagai pengantar ciuman pertamanya. Tak ubahnya dongeng-dongeng indah yang dulu dibacakan ibu Adrienne sebelum tidur.

Menyambung kalimat sebelumnya, Adrienne berkata, "Tidakkah kau bangga padaku? Aku berhasil menjaga diri dan tidak membiarkan sembarang orang—terlebih orang yang tidak seratus persen kuyakini sebagai orang baik—menyentuhku. Karena jika tidak, aku yakin mereka akan berakhir babak-belur di tanganmu. Jadi, kesimpulannya, aku membuat hidupmu lebih mudah."

Antony hanya membelai puncak kepala Adrienne dengan tangan kanannya sebagai balasan.

Mengerutkan kening, ia menatap kakaknya dengan bingung. Biasanya Antony akan tertawa dan membalas ucapannya. Keheningan semacam ini sungguh ganjil. Adrienne menyadari ada sesuatu yang membebani Antony.

"Apakah terjadi sesuatu, Antony?" tanya Adrienne cemas.

Tidak ada jawaban. Adrienne semakin merasa dugaannya benar.

"Ada apa, Anthony?" tanya Adrienne lagi. Saat tetap tidak mendapat jawaban, gadis itu menambahkan, "Kau memiliki waktu lima detik untuk menjawab atau aku tidak akan berbicara denganmu selama satu minggu."

Ancaman itu membuat Antony menepikan mobilnya, lalu menghela napas. Satu hal yang paling dibenci Anthony di dunia ini adalah Adrienne yang diam. Maka dari itu, begitu ancaman tersebut disuarakan, Anthony pasti langsung melakukan apa pun yang Adrienne minta. Namun, kali ini, hingga beberapa waktu berlalu, Anthony tak juga membuka mulut.

"Anthony, apa yang terjadi? Aku tidak suka melihatmu tidak bahagia seperti ini. Beri tahu aku, agar aku bisa membantumu," bujuk Adrienne. Nada suaranya kian cemas.

Mereka terdiam sesaat. Ketika Antony akhirnya membuka suara, Adrienne menemukan rasa sakit yang nyata dalam suara kakaknya.

"Katie berselingkuh. Aku melihatnya bermesraan dengan seorang pria di apartemennya. Katie tidak membela diri,ia justru meminta putus. Aku tahu, seharusnya aku lega karena telah lepas darinya, tetapi aku.... Aku mencintainya," ucap Antony lirih.

Adrienne kehilangan kata. Kakaknya mencintai seorang gadis? Dan, gadis itu berselingkuh? Selain merasa tidak percaya dan ingin menjambak gadis jahat itu, Adrienne tidak bisa membayangkan rasa sakit yang kini dirasakan Antony.

"Apa kau bertanya alasannya ... melakukan itu?" tanya Adrienne hati-hati.

Sebuah menggeleng meluncur dari kepala Antony. "Tidak. Aku tidak menanyakannya."

Adrienne melepas sabuk pengaman dan mengulurkan tangan untuk memeluk kakaknya. Meski mereka bukan saudara sedarah—ayah Antony dan ibu Adrienne menikah 15 tahun yang lalu—Adrienne sangat peduli terhadap Antony.Melihat kakaknya sedih atau tersakiti adalah hal terakhir yang ia inginkan. Selalu bersama dan tak terpisahkan sejak kanak-kanak membuat mereka mengerti pribadi satu sama lain.

"Kau akan baik-baik saja, Antony. Semua ini akan berakhir. Kau akan menemukan akhir bahagiamu. Aku yakin itu, karena kau adalah kakakku. Aku menyayangimu," ujar Adrienne tulus.

Saat itu, Adrienne benar-benar meyakini ucapannya. Ia berdoa sepenuh hati untuk kebahagiaan Antony, agar Antony baik-baik saja dan kembali menjadi sosok yang dicintainya. Namun, satu minggu kemudian, Adrienne mendapati bahwa harapannya sia-sia.

***

Aku bikin perubahan tipis-tipis. Kebanyakan cuma susunan kalimat sih, tapi semoga bisa lebih enak dibaca. Gimana? Lanjut update-nya?

Jangan lupa vote dan komen, juga ajak teman-teman kalian buat baca ^^

Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang