Ibu

280 37 2
                                    

Hari belum menyentuh pagi ketika lagi-lagi bel apartemen Adrienne berbunyi. Adrienne terbangun, tersenyum geli ketika menyadari bahwa ia dan Javier tertidur di atas sofa sambil berpelukan. Adrienne mengecup pipi Javier lembut, lalu melangkah untuk membuka pintu.

Betapa terkejut Adrienne ketika menemukan ibunya berdiri di hadapannya.

"Adrienne, kita harus bicara," ucap Via tanpa basa-basi.

Adrienne tidak sempat menyadari keanehan ibunya karena Javier sudah berada di sisinya dan menyapa ibunya.Jika Via terkejut menemukan Javier pada waktu sepagi itu di apartemen anak gadisnya, ia tidak menunjukkannya. Wajahnya tetap terkesan datar.

Lalu ibunya berkata, "Jika kau tidak keberatan, aku harus bicara dengan Adrienne. Kami akan pergi sarapan bersama."

"Tentu. Aku akan menunggu kalian di sini," balas Javier.

Adrienne segera masuk ke kamarnya untuk mencuci muka dan berganti pakaian. Tidak ada waktu, bahkan untuk mandi kilat. Kedatangan ibunya tidak hanya mengejutkan, tetapi juga mengkhawatirkan. Setelah memastikan tidak ada yang aneh dengan penampilannya, Adrienne kembali menghampiri ibunya yang masih berdiri di depan apartemen.Sungguh, apa yang begitu mengganggu pikiran ibunya hingga melangkah masuk saja ia enggan? Adrienne menyentuh tangan Javier, lalu mengikuti langkah ibunya.

Ketika melihat sedan berwarna hitam di tempat parkir, Adrienne mengerutkan kening. Via memang bisa mengendarai mobil, bahkan dengan posisi setir dan jalan yang berbeda antara New York dan Jakarta. Namun, wanita itu tidak memiliki surat izin mengemudi dari Indonesia.

Adrienne tidak sempat membantah ketika ibunya memintanya untuk masuk mobil. Hari ini ibunya tampak berbeda. Lebih dari aneh, wanita itu terlihat pucat, tidak fokus, dan sangat diam.

"Aku menginap di apartemen Katie sejak dua hari yang lalu," ucap Via memecah keheningan.

Adrienne merasa petir menyambarnya. Apa? Mengapa? Bagaimana? Pertanyaan datang silih berganti di benaknya, tetapi tak ada satu pun penjelasan logis yang bisa menjelaskan seluruh pertanyaan itu. Kecuali seseorang merencanakan semuanya.

Kini, rasa khawatir Adrienne semakin menjadi. Adrienne meminta ibunya untuk menepi, lalu bertanya, "Apakah terjadi sesuatu?"

Via menurunkan tangannya dari kemudi. Ia menatap putrinya yang merupakan replika dirinya dalam versi lebih muda dengan tatapan nanar.

Saat akhirnya mampu membuka suara, Via berkata, "Katie memintaku datang ke Jakarta dengan membawa jurnal Antony. Pada awalnya aku bingung, tetapi Katie meyakinkanku bahwa ia akan mengatakan kebenaran di balik kematian Antony. Dan akhirnya, tadi malam ia menunjukkan halaman terakhir jurnal Antony."

Adrienne mematung. Jantungnya berdebar keras. Ketika melihat air mata mulai mengalir menuruni wajah ibunya, Adrienne tahu harapannya sia-sia. Ibunya sudah mengetahui semuanya.

"Apakah itu benar, Adrienne?" tanya Via lirih. "Antony menodaimu dan membuatmu hamil? Itukah alasannya bunuh diri? Karena kalian bertengkar dan kau memintanya untuk pergi?"

Ketika melihat wajah pucat Adrienne juga tangannya yang bergetar, Via tahu jawabannya. Via terlampau mengenal Adrienne. Via tahu semua yang dikatakannya benar. Tangisan Via semakin keras dan Adrienne berusaha menenangkannya.

"Kau menyembunyikannya selama puluhan tahun, Adrienne! Kau membiarkan aku dan Ryan berpikir bahwa kematian Antony karena patah hati hingga kami menyalahkan Katie! Namun, ternyata kau menyimpan masalah sesungguhnya.... Antony bunuh diri karena kau yang memintanya! Oh, Tuhan, bagaimana kau bisa berdiam diri selama ini? Kau tidak hanya menghancurkan hidupmu, kau menghancurkan keluargamu!" Jerit Via.

Adrienne menggeleng. "Ibu, kau harus mendengarkanku—"

"Tidak," sela Via tajam. "Aku sudah menunggumu selama bertahun-tahun. Aku selalu bertanya-tanya, mengapa kau berubah? Mengapa keluarga kita yang penuh cinta bisa hancur sampai titik ini? Dan, kau tidak pernah menjawabnya! Kau tidak pernah bersedia menjawabnya! Kau hanya terus berlari, menghindari semua orang yang peduli padamu! Aku tidak percaya ini.... Aku hidup dalam kebohongan selama bertahun-tahun dan putriku mengetahuinya...."

Adrienne menangis. Semua yang dikatakan ibunya benar dan melihat luka yang begitu dalam di mata ibunya terasa amat menyakitkan untuk Adrienne.

"Maafkan aku.... Maafkan aku, Ibu," bisik Adrienne menyesal.

"Kita harus memberitahu Ryan. Ia berhak mengetahui alasan sesungguhnya Antony bunuh diri. Ia harus mengetahui segalanya," balas Via seraya kembali menjalankan mobilnya.

"Ibu! Aku mohon ... tenangkan dirimu.... Jangan menyetir dengan kondisi seperti ini...." pinta Adrienne.

Namun, rasa sakit yang melingkupi Via terlalu pekat. Ia tidak bisa berpikir jernih. Seluruh perkataannyaberhamburan keluar dengan nada histeris. Jeritannya menggema jelas dalam mobil yang diiringi isak tangis itu. Pegangannya pada kemudi semakin tak terarah. Pandangan matanya mengabur dan sebelum ia sempat berpikir, mobilnya melaju cepat menuju pohon besar di sisi jalan. Tabrakan itu tak terelakkan. Segalanya berjalan begitu cepat.

Dan, hal terakhir yang Adrienne lihat hanyalah kegelapan tanpa dasar.

***

Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang