Adrienne menatap Tasha dengan pandangan kosong. Sudah dua hari sejak ia bisa beraktivitas seperti biasa, sehat seutuhnya, dan Adrienne mendapati bahwa kini dirinya justru sulit untuk berkonsentrasi.
"Adrienne? Kau mendengarku?"
"Ya, tentu," jawab Adrienne seketika.
Tasha mendesah. Menutup agendanya dengan putus asa.
"Kau tidak bisa bermain-main, Adrienne. Jadwalmu sangat padat. Aku membutuhkan Adrienne Callandrie. Di mana ia berada saat ini?" ucap Tasha.
"Aku di sini. Maafkan aku, Tasha," sahut Adrienne seraya menggeleng, seolah berusaha menjernihkan pikirannya.
Tasha menarik kursi di hadapan Adrienne, lalu menatap sahabatnya itu lekat-lekat.
"Kau harus menceritakannya kepadaku, Adrienne," bujuk Tasha lembut.
Adrienne tahu. Tentu saja. Belasan tahun persahabatan mereka telah membuktikan segalanya. Bahkan hanya Tasha satu-satunya orang yang mengetahui kenyataan itu. Kenyataan yang menjadi hantu berjalan dalam hidup Adrienne.
"Aku tertarik pada Javier Keane." Adrienne mengaku lirih.
"Terima kasih, Tuhan," desah Tasha dramatis. "Akhirnya gadis bodoh ini bersedia mengakuinya. Lalu, apa yang akan kau lakukan?"
"Ini terasa menakutkan bagiku, Tasha," sahut Adrienne.
Tasha terdiam sesaat, tampak memilah jawabannya.
"Javier Keane adalah pria yang baik. Aku berani bersumpah ia juga tertarik kepadamu, tetapi pada kenyataannya ia tidak pernah menyentuhmu dengan cara seperti itu, bukan? Aku tahu bagian terburuknya, Adrienne. Ia berbeda dengan seluruh pria itu. Ia mengingatkanmu pada seseorang yang tidak ingin kau ingat," ucap Tasha hati-hati.
Adrienne mematung. Tubuhnya menegang seolah kalimat Tasha melukainya.
Tasha menggenggam tangan Adrienne, tersenyum penuh pengertian.
"Dengar, Adrienne. Kau harus memberi dirimu sendiri kesempatan. Tidak perlu langkah besar. Cukup satu langkah awal, langkah yang kau dapat pastikan sendiri aman," ujar Tasha pelan. "Setidaknya ucapkan terima kasih atas segala kebaikan yang dilakukan Javier untukmu. Ia menyelamatkan hidupmu dua kali, kau tahu? Mungkin dengan membalas sedikit kebaikannya, kau akan merasa lebih tenang."
Adrienne membalas senyum Tasha, berjanji dalam hati bahwa ia akan mengucapkan terima kasih kepada Javier Keane.
Hanya terima kasih.
***
Javier menatap tak percaya pada ponselnya yang kini bergetar. Nama yang tercantum di layar membuat Javier merasa ada masalah dengan penglihatannya. Dengan semangat yang ia rasa bisa meningkahi kecintaannya terhadap piano, Javier menerima panggilannya.
"Halo, Adrienne," sapa Javier.
"Mmm, hai," balas gadis itu. "Maaf mengganggu. Aku ingin mengucapkan terima kasih. Kau tahu, untuk menyelamatkanku di gedung itu, juga telah merawatku ketika aku sakit. Terima kasih."
Javier menegakkan bahunya, tanpa sadar tersenyum mendengar nada gugup dalam suara Adrienne. Tiba-tiba saja dorongan untuk menggoda gadis itu terbit dalam hatinya. Tak peduli pada rapat yang kini masih berlangsung di ruang konferensi di belakangnya, Javier memutuskan untuk memperpanjang percakapannya.
"Kau berterima kasih? Aku tidak merasa kau benar-benar seperti itu," sahut Javier datar.
Terdengar helaan napas, lalu Adrienne kembali berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)
RomanceAdrienne Callandrie memiliki segalanya: cantik, kaya, dan dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne berusaha menghindar, karena pria itu adalah cerminan sempurna atas...