Penumpang Tambahan

351 49 0
                                    

Adrienne mengecek ponselnya sekali lagi, meyakinkan dirinya bahwa semua pekerjaan telah selesai sebelum naik ke pesawat. Satu pesan singkat dari Tasha masuk tepat sebelum Adrienne mematikan ponselnya.

Hati-hati, Adrienne. Segera hubungi aku setelah kau sampai di Singapura. Dan aku harap perjalananmu menyenangkan! ;)

Kerutan samar perlahan tercipta di kening Adrienne tatkala membaca kalimat terakhir dari Tasha. Ia memutuskan untuk tidak mengacuhkannya. Tasha memang selalu seperti itu; mendukung Adrienne dengan penuh keceriaan, bahkan meski waktunya tidak tepat.

Adrienne mematikan ponsel dan masuk ke pesawat yang akan membawanya ke Singapura. Ia harus bertemu dengan Rita Indira. Adrienne berpikir kesempatan pergi ke luar negeri ini sangat bagus, terlepas dari tujuan utamanya, karena ia bisa sekalian menghindari Javier sementara waktu.

Ya, benar. Javier Keane yang telah merasuki setiap mimpinya dan terus membayangi setiap langkahnya. Adrienne tidak tahu apa sebabnya, tetapi ia yakin ada sesuatu yang salah dalam dirinya.

Hari ini ketika bertemu dengan Javier, Adrienne menyadari bahwa reaksi tubuhnya semakin tak terkendali. Akhirnya setelah mengatakan maksud dari pertemuan itu—untuk meminjam dana—Adrienne segera pergi. Javier pun tidak mencegahnya, hanya tersenyum dengan kilat yang tak bisa diterjemahkan dalam mata hijaunya.

Adrienne mendesah. Lega karena ia bisa pergi dari Javier selama dua hari penuh. Ia tidak harus menghadapi pria itu, berikut reaksi dirinya sendiri yang ganjil, selama kira-kira 48 jam.

"Adrienne?"

Panggilan itu membuatnya mendongak. Begitu melihat siapa pemanggilnya, ia langsung mengerjap. Apakah ia sudah gila? Bagaimana mungkin ia masih membayangkan pria itu?

Kecuali pria itu bukan bayangan. Pria itu sungguh Javier Keane. Dan berada tepat di hadapannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Adrienne.

"Aku harus duduk di kursi 8B," jawab Javier tenang.

Adrienne memucat. Kursi itu berada tepat di sebelahnya!

Javier duduk di kursinya dengan santai. Seolah tatapan tajam Adrienne tidak mengusiknya. Ia mengeluarkan earphone dari saku jaket, terlihat siap menyumpal telinga dengan lagu selama penerbangan dan mungkin sedikitbersenandung.

Adrienne mengutuki dirinya yang masih saja sempat memperhatikan Javier dan memuji tubuh sempurnanya yang hari ini terbalut pakaian semi formal. Gadis itu berusaha mengumpulkan pikirannya yang bertebaran, lalu menarik napas. Menghapus segala ekspresi. Kembali menjadi Adrienne Callandrie.

"Apa kau mengikutiku?" tanya Adrienne dingin.

Javier menoleh. Sejenak terdiam dan tenggelam dalam mata cokelat gadis di sisinya. Namun, mata itu tak bercahaya. Mata itu mematikan segala ekspresi yang ada.

"Mengapa aku harus mengikutimu?" balas Javier santai.

"Karena entah atas alasan apa kau selalu berada di sekitarku," sahut Adrienne.

Javier tertawa pelan. "Tidakkah sekretarismu memberitahu? Aku diminta untuk menemanimu menemui salah satu pegawai yang melakukan korupsi. Ia berpikir kau mungkin akan kesulitan dan membutuhkan tenaga tambahan sebagai staf untuk membantu, maka di sinilah aku sekarang," jawabnya lugas.

"Bagaimana mungkin kau menyetujuinya? Kau tidak percaya pada kemampuanku? Aku bisa mengurus diriku sendiri, juga perusahaanku. Aku tidak membutuhkan bantuanmu," sahut Adrienne defensif.

Satu alis Javier terangkat. "Jika kau tidak membutuhkan bantuanku, maka pinjaman dana yang kau ajukan tadi siang tidak perlu aku pertimbangkan, bukan? Karena jawabannya sudah jelas."

Adrienne mengatupkan bibir hingga menjadi satu garis lurus. Jawaban Javier begitu tepat sasaran, sampai Adrienne tidak tahu harus merespons seperti apa. Perjalanan yang diharapkannya damai telah bermetamorfosa menjadi mimpi buruk. Karena orang yang ingin dihindarinya kini justru duduk tepat di sisinya. Dan, semua ini karena ide gila Tasha. Adrienne bersumpah akan membuat perhitungan dengan sahabatnya yang terlalu ceria itu.

"Baiklah," ucap Adrienne dengan nada melunak. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk kasar. Hanya saja kehadiranmu mengejutkanku."

Javier tersenyum. Seolah ia maklum dan tidak keberatan dengan sikap kurang ramah Adrienne.

Setelah diam sesaat, Adrienne bertanya, "Bagaimana dengan pinjaman dana yang kuajukan?"

Senyum Javier melebar, lalu ia menjawab, "Masih kupertimbangkan."

Adrienne mendengus tanpa sadar, kemudian mengalihkan pandangan dari Javier dan sibuk memuntahkan sumpah serapah dalam hatinya. Sementara Javier mengubah senyumnya menjadi tawa geli tanpa suara.

***

Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang