New York City, 2017
Ketukan itu tak juga memperoleh respons yang diharapkan. Namun, Javier tidak menyerah. Tanpa kenal lelah, ia terus mengetuk pintu kamar adiknya.
Sejak pulang dari pemakaman kemarin, Hester mengurung diri. Javier tahu saat ini merupakan waktu yang sulit. Waktu tiga puluh jam yang mereka habiskan dengan keheningan dalam pesawat pribadi keluarga Keane—yang membawa tubuh ayahnya—selama perjalanan menuju New York, ditambah pemakaman penuh uraian air mata, sudah lebih dari cukup bagi siapa pun untuk larut dalam kesedihan.
Demi Tuhan, Javier juga merasakan kesedihan yang pekat. Namun, apa pun yang terjadi hidup akan terus berjalan, bumi tetap berputar, dan Javier menyadari ada banyak hal yang harus dilakukannya. Akan menjadi tanggung jawabnya.Javier tahu dengan pasti ia tidak bisa bersedih selamanya.
"Hester, bisakah kau membuka pintu? Aku harus bicara denganmu, adik kecil."
Akhirnya pintu terbuka, menampakkan sosok Hester yang rapuh dengan wajah sembap dan pucat. Javier membawa Hester ke dalam pelukan, membiarkan adiknya sekali lagi menangis di dadanya.
"Kau akan baik-baik saja, Hester. Semua akan baik-baik saja. Aku ada di sini untukmu. Aku akan melindungimu. Kau percaya itu?" bisik Javier.
Hester mengangguk. Menggumamkan terima kasih dengan tersendat.
Javier mengurai pelukannya, lalu menghapus sisa air mata di wajah Hester. "Ini tidak akan mudah, Hester. Merelakan kepergian Ayah adalah sesuatu yang sungguh berat. Aku tahu itu. Aku juga merasakannya. Namun, kita memiliki satu sama lain. Kau dengar? Kau memilikiku dan aku memilikimu. Semua akan baik-baik saja. Kau hanya harus melanjutkan hidup dan biarkan waktu yang mengurus sisanya."
Hester kembali mengangguk. Lalu mereka melangkah menuju ruang tengah, tempat Kyle Vaughan—pengacara keluarga Keane—menunggu.
Saatnya untuk pembacaan surat wasiat.
Baik Javier maupun Hester tidak tertarik dengan harta atau semacamnya, mereka telah memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Namun, mereka tetap mendengarkan, tahu bahwa sang ayah akan memberikan hal lain. Sesuatu yang lebih penting dan mungkin bisa sedikit meringankan duka mereka. Sebab mereka tahu, Faxson Keane telah menghabiskan hidup untuk melakukan hal-hal baik. Mulai saat ini, Javier dan Hester harus mengingat dan mengenang ayah mereka dengan cara itu. Bukan menangis dan menutup diri. Faxson Keane pasti tidak ingin anak-anaknya hidup menderita.
Benar saja, setelah pembagian seluruh aset seperti rumah dan mobil dengan jumlah yang sama, Faxson Keane memberikan satu surat untuk masing-masing anaknya.
Javier dan Hester segera membuka amplop itu. Selama sesaat mereka terdiam, lalu Hester mulai menangis. Javier tetap menguatkan hatinya dan membaca saksama.
Javier,
Aku tidak bermaksud menambah sayatan pada lukamu, aku hanya ingin mengatakan selamat tinggal melalui surat ini, seandainya saja aku tidak sempat mengatakan itu di saat terakhirku.
Ketika ibumu meninggal, aku merasa duniaku runtuh. Kau tentu tahu betapa sulit masa itu, bahkan di usiamu yang baru menginjak tiga tahun, kau telah mengerti. Kau mengatakan hal yang membuatku mampu bertahan. Apakah kau mengingatnya? Kau berkata bahwa aku tidak perlu sedih berkepanjangan, karena aku akan kembali bertemu dengannya.
Dan, kurasa inilah saatnya.
Karena itu, aku harap kau dapat menjelaskan hal serupa kepada dirimu juga adik kecilmu. Jangan biarkan kepergianku menghalangi langkah kalian.
Kau sudah dewasa, Javier. Aku memercayaimu. Aku yakin kau tahu apa yang terbaik untukmu, juga adik kecilmu. Meski tidak pernah mengatakannya secara langsung, kau tentu tahu betapa bangga diriku padamu. Aku bahkan memiliki koleksi lengkap albummu, termasuk edisi bertanda tangan khusus yang hanya ada 100 keping di dunia.
Pembacaan isi dari surat wasiatku selanjutnya akan mengubah hidupmu. Maafkan aku karena harus memberikan pilihan yang sulit untukmu, meski aku tahu dengan jelas pilihanmu, aku tahu itu tetap sulit.
Dan, jika perkiraanku benar mengenai pilihanmu—aku yakin sekali benar—kau bisa memercayai satu orang, Javier.
Percayalah pada Adrienne Callandrie.
Javier menurunkan suratnya dan menatap Mr. Vaughan. Meminta pria itu kembali membacakan surat wasiat ayahnya. Poin terakhir.
"Aku memberikan hak, kuasa, juga kewenangan penuh atas kepemimpinan Keane Property Company, kepada siapa pun dari kedua anakku yang mengajukan diri," ucap Mr. Vaughan.
Saat itulah, Javier benar-benar mengerti bagian terakhir dari surat ayahnya. Javier dihadapkan pada keputusan yang sulit; jika Javier mengajukan diri maka ia harus melupakan dunia musiknya, sementara jika Javier diam maka Hester-lah yang harus melupakan dunia tarinya. Semua itu nyaris terlihat seperti jalan buntu. Pilihan apa pun yang diambilnya takkan memberi kebahagiaan untuknya.
Namun, salah satu di antaranya akan memberi kebahagiaan untuk adik kecilnya.
Javier menarik napas, berusaha menguatkan hatinya. Ketika menoleh untuk melihat Hester, Javier tak lagi diselimuti keraguan. Ia tahu ini adalah pilihan terbaik.
"Aku mengajukan diri," ujar Javier tegas.
"Javier!" seru Hester nanar.
Mr. Vaughan mengangguk. Ia menuliskan keputusan Javier, lalu berkata akan kembali dalam beberapa hari dengan seluruh berkas pengalihan kekuasaan.
"Javier, kau tidak boleh melakukannya. Mengapa kau mengorbankan hidupmu? Dunia musikmu? Bagaimana dengan konser keliling duniamu? Kau tidak akan pernah bisa mewujudkannya!" pekik Hester dengan wajah dipenuhi air mata.
"Hester, ini adalah keharusan yang sudah seharusnya kulakukan. Aku berjanji untuk melindungimu, termasuk impianmu di dalamnya. Mungkin benar aku tidak akan pernah bisa melakukan konser keliling dunia itu, tetapi kau bisa melakukannya untukku. Kau mengerti? Jangan menyalahkan dirimu. Kau tahu aku akan melakukan apa pun untukmu," balas Javier.
Hester menangis semakin keras. "Maafkan aku, Javier.... Maafkan aku...."
Javier membelai kepala Hester lembut, berusaha menampilkan senyum. Namun, baik Javier maupun Hester tahu, senyum itu menyimpan kepedihan di dalamnya.
***
Halo~~ maaf lama nggak update, long weekend kemarin aku off hehehe mulai hari ini bakal diusahakan update rutin lagi.
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)
RomanceAdrienne Callandrie memiliki segalanya: cantik, kaya, dan dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne berusaha menghindar, karena pria itu adalah cerminan sempurna atas...