Hester melangkah menapaki tempat yang amat dibencinya: rumah sakit. Terlebih rumah sakit ini adalah tempat di mana ayahnya dirawat setelah terkena serangan jantung. Penyakit yang membuatnya pergi meninggalkan dunia. Namun, kali ini Hester harus membuat pengecualian, karena kakaknya membutuhkannya.
Memasuki kamar rawat, Hester melihat Javier tengah membisikkan sesuatu di telinga gadis berwajah pucat yang mengenakan alat bantu pernapasan di atas tempat tidur. Selama sesaat Javier hanya menatap gadis yang belum juga bangun sejak dua hari lalu. Kemudian Javier mengecup dahi gadis itu dan berbalik menuju pintu. Langkah Javier tertahan ketika melihat Hester telah berdiri di hadapannya.
"Javier...."
Hester memeluk Javier, meminta maaf karena baru datang. Namun, seperti biasa, Javier menampilkan sosok kakak yang baik hati. Javier justru berterima kasih karena Hester bersedia untuk datang.
"Bisakah kau menjaganya sebentar? Aku harus menemui dokter," ujar Javier.
"Tentu," sahut Hester langsung. "Kau harus makan, Javier. Belilah sesuatu di kantin. Kau terlihat sangat mengerikan. Biar aku menjaganya. Kau tenang saja, aku sudah tahu ia adalah orang baik. Aku akan meminta maaf juga berterima kasih begitu ia membuka mata nanti."
Javier tersenyum, meski senyum itu tak mencapai matanya, lalu melangkah pergi.
Hester duduk di kursi samping ranjang, kemudian mendesah. Ia tidak tahu apa yang telah dilakukan gadis di hadapannya ini hingga mampu membuat Javier mencintainya dengan begitu dalam. Namun, apa pun itu, Hester hanya berharap agar Javier bahagia. Juga agar Adrienne segera sadar, karena kebahagiaan Javier kini terletak pada Adrienne.
Hester tersentak ketika melihat pergerakan pada tangan Adrienne. Tuhan ternyata menjawab doanya, karena kini Adrienne telah membuka mata. Dengan hati mengucap beribu syukur, Hester menekan tombol di sisi tempat tidur untuk memanggil dokter.
Tak lama kemudian, Javier bersama dokter dan beberapa perawat memasuki kamar rawat Adrienne untukmemeriksanya. Hester melangkah ke sudut, hanya memperhatikan. Tampaknya semua baik-baik saja karena Javier terlihat begitu lega. Seolah dunianya urung menemui kiamat. Hester kembali ditinggal bersama Adrienne ketika Javier keluar untuk menghubungi keluarga Adrienne.
"Hai," sapa Hester ragu.
Adrienne tidak membalas sapaan Hester, karena ekspresi ragu juga mewarnai wajahnya. Ia sudah minum dengan dibantu perawat tadi, jadi kelunya kini bukan karena kerongkongannya membutuhkan air.
Berdeham, Hester berkata, "Aku senang melihatmu baik-baik saja. Aku ingin meminta maf atas sikapku sebelumnya. Aku sekarang tahu bahwa pria itu ... bukan orang yang baik. Terima kasih, Adrienne."
Melihat ketulusan yang memancar dari kedua mata hijau Hester, akhirnya Adrienne pun tersenyum.
Hester mendesah. "Javier sangat mencintaimu, entah atas alasan apa, karena jujur saja aku tidak bisa melihat hal dalam dirimu yang bisa disandingkan dengannya. Jangan salah paham, hanya saja aku sedikit terlalu berlebihan jika menyangkut dirinya.
Aku harap kau mengerti. Javier rela mengorbankan segalanya demi diriku. Ia bahkan berhenti menjadi pianis karena aku memilih Julliard juga. Kau tahu peraturan di keluargaku. Seandainya saja aku yang mengambil alih perusahaan, Javier tidak harus berhenti. Namun, ia tidak mau melakukannya. Ia meyakinkanku untuk terus memperjuangkan mimpiku. Javier Keane adalah orang paling tidak egois di dunia. Dan aku berharap kau tidak akan pernah menyia-nyiakannya," ujar Hester.
Adrienne hanya diam. Ia sungguh mengerti maksud Hester, karena Adrienne pernah melakukan hal serupa. Bertahun-tahun yang lalu, untuk sosok yang kini telah terkubur.
Hester pamit undur diri. Ia mengucapkan semoga cepat sembuh, kemudian melangkah pergi. Javier kembali masuk dan tersenyum pada Adrienne. Tangannya membelai pipi Adrienne lembut. Adrienne menangkup tangan Javier dan menautkan tangan mereka.
"Adrienne.... Maaf karena aku harus mengatakan ini. Namun, kau harus tahu," ucap Javier.
Adrienne menatap Javier, menunggu.
"Ibumu.... Ibumu meninggal dalam kecelakaan itu. Pemakamannya akan dilaksanakan besok. Maafkan aku, Adrienne. Aku sungguh menyesal," lanjut Javier.
Adrienne memejamkan mata dan membiarkan tangis kehilangan kembali menenggelamkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)
RomanceAdrienne Callandrie memiliki segalanya: cantik, kaya, dan dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne berusaha menghindar, karena pria itu adalah cerminan sempurna atas...