Adrienne tersenyum memandang Javier yang bermain piano. Ia tidak akan pernah bosan, apalagi lelah melakukannya. Adrienne yakin ia bisa menghabiskan sisa hidupnya dengan berada di sisi Javier dan hanya mendengarkan lantunan nada dari jemari hebatnya itu.
Javier membalas senyum Adrienne, masih tetap melarikan jari-jarinya di atas tuts-tuts piano. Perlahan, nada yang dimainkan Javier berubah menjadi nada yang dikenal Adrienne. Nada penyusun sebuah lagu berjudul sama dengan daftar putar yang pernah Javier kirimkan: Song for Unbroken Soul.
Adrienne tidak bisa mengungkapkan betapa ia bersyukur karena memiliki Javier Keane dalam hidupnya. Karena mencintai juga dicintai oleh Javier Keane. Adrienne tidak tahu apa yang bisa dilakukannya untuk menghapus seluruh luka, tetapi ia tetap mencoba. Adrienne tidak akan pergi dari Javier.
Sudah dua bulan berlalu sejak kejadian itu. Adrienne memutuskan untuk tetap berusaha menyembuhkan dirinya. Secara mental. Adrienne menemui Dokter Patricia secara rutin demi membasmi rasa takut yang setiap malam masih saja membayanginya. Kini Adrienne mendapat banyak kemajuan. Meski tentu saja, penentu utama dalam proses penyembuhannya adalah Javier Keane. Pria itu begitu gigih membawanya menuju hidup yang lebih baik. Hidup yang pantas untuk diperjuangkan.
"Tidakkah kau ingin memberiku tepuk tangan?" tanya Javier.
Adrienne tertawa, lalu mendongak untuk mengecup bibir Javier. Adrienne membuka matanya dengan tatapan bingung ketika Javier tidak membalas ciumannya. Javier justru bangkit berdiri dan mengulurkan tangan kepadanya. Adrienne menerima uluran tangan itu, mengikuti langkah Javier ke kamarnya. Betapa terkejut Adrienne ketika melihat balkon kamar Javier yang telah disulap menjadi taman bunga penuh lilin-lilin kecil.
Adrienne menyentuh kelopak mawar putih yang begitu indah dan napasnya tersekat ketika Javier berlutut dengan satu kaki di hadapannya, pun tangannya memegang sebuah kotak beludru hitam. Javier membuka kotak itu, memperlihatkan cincin dengan permata berwarna hijau di dalamnya.
"Menikahlah denganku, Adrienne Callandrie," pinta Javier bersungguh-sungguh.
Adrienne terkesima. Matanya mulai terlapisi oleh kilau bening, sementara bibirnya membentuk sebuah senyum. Dalam mimpi indahnya sekalipun, Adrienne tidak pernah berani memimpikan saat seperti ini. Saat ketika Javier memintanya untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan pria sempurna itu. Adrienne tidak pernah meragukan Javier, Adrienne tahu Javier adalah yang terbaik baginya.
Kini Adrienne tahu maksud dari tulisan Faxson Keane di kertas ujiannya yang bernilai F itu.
Jika kita berhenti, maka kita tidak akan pernah menemukannya.
Tentu saja, karena jika saat itu Adrienne berhenti, maka Adrienne tidak akan pernah bertemu dengan Javier Keane. Seorang pria dengan mata sesejuk daun di pagi buta yang mampu membawanya menuju cahaya.
Adrienne menatap Javier. Diam-diam tertawa dalam hati melihat sirat kecemasan dalam mata hijau itu. Bagaimana mungkin Javier berpikir Adrienne akan menolaknya? Demi Tuhan, Adrienne mencintai pria itu sepenuh jiwanya. Jiwa yang pernah hancur lalu tersembuhkan dengan tempaan cinta dan ketulusan dari Javier.
Tepat saat Adrienne akan menjawab, sebuah suara mengejutkannya. Merusak momen khidmat yang tercipta di sekelilingnya.
"Oh, astaga, Adrienne Callandrie! Cepat terima kakakku! Kau tahu ia sempurna. Kau tidak akan pernah menemukan pria lain yang lebih baik dari Javier Keane!" Seru Hester dari depan pintu kamar mandi dengan berkacak pinggang.
Adrienne mengerjap, belum sempat ia pulih, sahabatnya juga ikut bergabung. Tasha mengomeli Hester yang seenaknya muncul di tengah prosesi lamaran itu. Ternyata mereka berdualah yang menyalakan lilin, lalu bersembunyi di dalam kamar mandi ketika Javier dan Adrienne masuk ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)
RomanceAdrienne Callandrie memiliki segalanya: cantik, kaya, dan dipuja semua orang. Ia terbiasa menekuk lutut para pria, sampai akhirnya pria bermata hijau itu datang. Sejak awal, Adrienne berusaha menghindar, karena pria itu adalah cerminan sempurna atas...