LSoBT ~ 8

353 44 10
                                    

Tak terasa, satu minggu sudah lamanya Bulan berada di SMA Hudara. Temannya juga bukan hanya Rara dan Rere, namun semua siswa di kelasnya. Bahkan, beberapa juga ada yang dari luar kelas. Bulan mengenal mereka ketika tengah melaksanakan shalat duhur.

Teman-teman Bulan yang berasal dari kelas lain itu mengaku bahwa mereka kagum pada Bulan. Mulai dari cara berpakaian, sikapnya, hingga sifatnya. Bulan si muslimah yang lemah lembut itu benar-benar hampir menjadi primadona. Mungkin, suatu hari ia bisa saja menggantikan posisi Raisa Marrya.

"Assalamualaikum, Bulan," sapa seorang siswi berkerudung, dia berasal dari komunitas kajian yang ada di SMA Hudara. Di mana Bulan juga berada di komunitas itu sejak kemarin.

"Waalaikumussalam, Sari," balas Bulan.

"Lusa akan ada kajian ke luar sekolah, kamu masih sudah isi list di grup?"

"Aku belum masuk ke grup, jadi aku tidak tahu soal itu."

"Astaghfirullah, maaf, ya, aku yang lupa kasih nomor kamu ke admin. Nanti insya allah aku kasih, biar dimasukin ke grup." Bulan hanya mengangguk sembari tersenyum. "Kalau begitu, aku permisi, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Usai Sari pergi, Bulan juga akan pergi. Namun, kedatangan seseorang membuatnya urung. Dandelion, begitulah nama geng yang terdiri dari lima anggota itu.

"Selamat siang, Bulan," sapa Bintang dengan ceria. Tak lupa ia juga menyisir rambut menggunakan tangannya. Ingin menampilkan ketampanan di depan Bulan.

"Siang. Ada apa, ya?" balas Bulan.

"Enggak ada apa-apa, sih, cuma mau nyapa aja."

"Kalau tidak ada yang penting, aku permisi, assalamualaikum." Tanpa menunggu balasan dari sang lawan bicara, Bulan pergi dari sana. Berada di antara para lelaki tidaklah baik baginya. Menjaga jarak dan pandangan pada yang bukan mahrom sudah menjadi pelajaran utama dari Umi Salamah.

"Waalaikumsalam," seru Iqbal, Yogi, dan Hilmi. Sementara Arya dan Bintang hanya diam. Lain juga dengan Bintang yang memandang ke arah jalan Bulan. Gadis itu terlihat terus menunduk dan sesekali tersenyum atau mengangguk kala ada yang menyapa.

Bagi Bintang, satu minggu ini adalah waktu yang panjang untuk memandang Bulan. Gadis dengan kerudung panjang itu tak bisa mengalihkan pandangan Bintang. Sementara Arya sudah sering mengingatkan sahabatnya itu, bahwa Bulan tidak suka dipandang demikian. Namun, Bintang benar-benar tak bisa lepas pandang.

"Bos, udahlah, masih ada Dedek Raisa yang selalu ada buat lo," celetuk Iqbal. Bintang masih belum mengalihkan pandang dari Bulan. Gadis anggun itu masih bisa dijangkau oleh mata Bintang.

"Betul sekali, Ketua kelas. Tuh, Bos, Dedek Raisa udah menuju ke sini," imbuh Yogi. Mata Bintang langsung mengerjap panik. Raisa? Datang ke sini? Bencana besar akan datang. Itulah yang Bintang pikirkan.

"Gue harus pergi!" Belum sempat Bintang beranjak, tangannya sudah lebih dulu dijangkau Raisa. Helaan napas lelah terdengar begitu lirih dari hidung pria keturunan orang kaya itu. Sementara gadis bernama Raisa itu tersenyum penuh arti.

"Kak Bintang mau ke mana, sih? Aku datang, masa Kak Bintang pergi?" rajuk Raisa. Kepalanya ia senderkan di lengan kiri Bintang yang tadi berhasil ia jangkau. Rasa geli langsung menjamah diri Bintang. Rasanya, ingin sekali ia menghempaskan tangan dan kepala itu, namun rasa kemanusiaannya masih cukup tinggi.

"Kak, nanti malam, 'kan, ada pertemuan keluarga. Kakak pasti datang, 'kan?" ujar gadis itu lagi. Bintang terkejut, bahkan ia tak diberi tahu akan ada pertemuan itu. "Dan, sebentar lagi Kakak, 'kan, ujian kelulusan, abis itu lulus. Tunggu aku, ya, abis aku lulus, kita nikah deh."

Love Story Of BuTa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang