LSoBT ~ 25

244 37 0
                                    

"Meski hadirku tidak kamu inginkan, namun nadi kita tetaplah dekat. Aku harap, kamu tidak menolak darah yang mengalir di tubuhmu hanya karena itu dariku."

Bulan Alicya

🕊🕊🕊

Sepuluh menit terakhir sudah berlalu, peserta ujian di semua ruangan mulai keluar bergantian. Membiarkan gema langkah mereka mendengung di telinga pengawas ujian. Seharusnya mereka merasa lega, tapi tentu tidak semudah dan secepat itu. Ini memang hari terakhir ujian nasional, ujian penentu kelulusan mereka. Namun, masih belum ada kabar tentang nilai-nilai setiap mata ujian tersebut. Masih ada hari esok dan esok lagi untuk menunggu dengan gelisah, seperti apakah dan seberapakah nilai yang didapatkan?

Rasa gelisah seperti itu tentu dirasakan juga oleh seorang Arya Dwi Mahendra. Dikenal sebagai siswa teladan dan berprestasi tidak pernah membuatnya besar kepala dan mengabaikan ketekunannya. Dia tidak pernah menggampangkan dan menyepelekan pelajaran hanya karena penilaian tersebut. Arya tetaplah siswa, seorang siswa remaja yang harus terus berusaha menjadi baik. Jika dinilai teladan, maka itulah bonusnya.

Langkah Dandelion masih menggema, pertemuan mereka di luar ruang satu tadi memang sudah direncanakan. Mereka berangkat bersama dan pulang juga harus demikian. Ada rasa lega dan bebas yang Bintang rasakan. Selama empat hari terakhir, tak ada Raisa yang mengganggunya. Laskar dan Crish juga sepakat, Raisa tidak boleh mengganggu Bintang selama hari ujian. Setidaknya, empat hari bisa membuat Bintang merasa bebas.

Satu dua koridor yang ia lewati, meninggalkan jejak tak kasat mata yang tetap bisa dideteksi. Langkahnya masih santai, bibirnya tetap diam sembari telinganya mendengarkan ocehan Iqbal dan Yogi. Hingga, manik hitam miliknya menangkap kehadiran seseorang di depan sana. Bulan Alycia, sosok berkerudung yang saat ini sedang berjalan di depannya. Membentangkan jarak begitu lebar yang perlahan dikikis oleh Bintang. Tak ada yang menyadari kapan pria itu berlari menghampiri si gadis. Bahkan, Arya yang berada tepat di sampingnya saja tidak bisa menghalau karena kecolongan.

Arya hanya bisa menatap sahabat karibnya itu melanggar janjinya sendiri. Malam itu, malam di mana Bintang berjanji kepada Bapa untuk menjauh dari Bulan, hari ini sirna begitu saja. Arya tak lagi bisa mencegah sekarang. Dia hanya bisa melihat dan mengawasi, sampai mana sahabatnya bertindak. Bukan hanya Arya, Iqbal, Hilmi, dan Yogi pun ikut terdiam. Mengamati bagaimana bos Dandelion sedang berbincang dengan si muslimah.

"Gue minta maaf, gue salah karena nuduh lo kayak kemarin. Bulan, gue lagi kalut waktu itu, maafin gue." Terkesan memohon tanpa menjatuhkan harga diri. Bisa Arya tangkap jelas ucapan Bintang, serta bagaimana reaksi Bulan setelahnya.

"Aku nggak marah, aku hanya sedih karena kamu juga menganggapku seperti yang Raisa tuduhkan. Bintang, aku tidak pernah menyalahkan kamu. Jadi, jikalau kamu minta maaf, dengan ikhlas aku maafkan." Suara yang lembut, hangat, begitu menenangkan. Bisa mereka tangkap bagaimana reaksi Bintang setelahnya. Tersenyum begitu lebar, hingga matanya menyipit. Menandakan begitu tulusnya senyum itu.

"Lo mau pulang?" Bulan mengangguk, membuat Bintang kembali tersenyum. "Ayo, gue antar."

"Tidak perlu, aku bisa naik taksi atau menunggu mama menjemput." Begitu halus penolakan itu, tapi tak membuat Bintang tersinggung atau kecewa.

"Sekali ini aja, gue mohon. Setidaknya, sebagai bukti, bahwa lo beneran nggak marah sama gue." Masih dengan rayuannya, Bintang masih ingin memiliki kesempatan membonceng gadis pujaannya di jok belakang sang motor kesayangan.

"Please." Masih memohon, kali ini dengan tangan yang ia satukan dan dengan binar harapan yang begitu besar. Bulan ingin menolak karena ia tahu ini tidak baik. Berboncengan bersama sosok pria yang bukan mahram adalah pantangannya. Namun, hati Bulan menolak. Ia ingin mewujudkan permintaan Bintang, ia ingin bersama Bintang.

Love Story Of BuTa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang