LSoBT ~ 10

346 40 10
                                    

"Hanya Bintang Alaska penerang hidupku. Benar kata author, ditolak orang yang dicintai itu sakitnya nggak ngotak!"

Raisa Marrya

🕊🕊🕊

Tak ada yang lebih mengejutkan dengan keberadaan Bulan di gereja, terlebih lagi ia yang menunggu Arya. Lalu, apakah hubungan keduanya? Jika saja hanya teman biasa, bukankah misteri jika Bulan sampai luluh terhadapnya? Lalu, apakah Bintang harus menelan pil pahit dari fakta kedekatan mereka? Atau ia harus menegur keduanya agar tak terlalu dekat? Namun, dia bukan siapa-siapa sehingga bisa menegur demikian. Kehadiran Bintang yang ditolak Bulan. Apakah penolakan itu ada hubungannya dengan Arya?

"Nggak ada, Bulan cuma nemenin gue ke sini. Kami mau ke acara panti, terus gue dapat SMS dari pendeta, makanya gue ajak mampir dulu."

"Nggak ada maksud lain, 'kan?"

"Nggak ada, cuma itu yang gue dan dia lakukan. Bulan nggak bisa masuk ke gereja, makanya dia nunggu di sini."

"Terus, acara apa?"

"Ada acara panti, gue udah bilang, 'kan, tadi."

"Kalau acara gituan, kenapa kalian harus barengan? Bisa berangkat sendiri-sendiri, 'kan?"

"Ada banyak banget, ya, pertanyaannya? Kami buru-buru ke acara itu. Gue duluan, Tang!"

Percakapan yang berakhir berlalunya Arya dan Bulan itu masih terngiang di pikiran Bintang. Ia yang saat ini berada di Warjung itu tetap tak bisa beralih ke member Dandelion. Bukan hanya tiga sahabatnya--karena Arya tidak ada--tapi ada pasukan The Tigers. Dari kemarin kumpul, belum pernah sang ketua muncul.

"Selamat malam, Bos! Asik, kalau Bos udah di sini mah semua aman. Bayarin, ye, Bos?" ujar Iqbal dengan sangat kurang ajar.

"Udah gila lo, Bapak Ketua Kelas? Padahal tadi lo yang bilang mau traktir kita," sahut Yogi. Benar sekali jika tadi Iqbal sudah bilang akan mentraktir mereka semua, dia habis mendapat rezeki. Sang ayah baru saja mengirim uang banyak, katanya sang ayah menang tender, makanya kirimannya dilebihkan.

"Oh iya, lupa. Sini, Bos, gabung! Pesan aja apa pun, gue yang traktir!" serunya menyambut Bintang.

"Bos lo kayaknya lagi galau, tuh, sepet banget mukanya," bisik seseorang di samping Hilmi. Si usradz gadungan yang sedang menikmati istrinya--mi soto pedas--pun mengalihkan pandangan. Ditatapnya Bintang yang berjalan, hingga duduk di sebelah Danial.

"Pasti gara-gara si Bulan. Bangor amat tuh anak, udah dibilangin nggak usah terlalu mengejar, masih aja dikejar," jawab Hilmi sembari kembali ke istrinya.

"Memang, secantik apa, sih, tuh cewek? Soalnya, gue mencium bau-bau persaingan dari kemarin," bisik Danial lagi. Posisi mereka hanya terlewat tiga orang dari Bintang. Hal itu membuatnya sedikit takut jika saja nanti pemimpin Dandelion itu bisa mendengar pembahasannya.

"Gue nggak punya fotonya, dia juga nggak punya sosial media. Cewek kayak dia mah tertutup, Yal, nggak mau umbar kecantikan di sosmed." Benar kata Hilmi, para gadis seharusnya seperti Bulan, bukan? Menutup diri agar terhindar dari pandangan fitnah.

"Masa nggak ada foto satu pun? Foto kelas gitu?" Danial ini masih ngotot ingin melihat wajah Bulan.

"Kagak ada, Anak Muda! Dia baru seminggu jadi siswa, jadi belum ada foto begituan. Paling juga besok pas foto album, itu pun gue nggak yakin dia bakalan ikut foto."

"Sayang banget, padahal gue pengen lihat wajahnya," keluh Danial. Sekolahnya yang berbeda dengan para member Dandelion pun tak bisa membuatnya melihat wajah Bulan.

Love Story Of BuTa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang