"Jangan berani mencintai, jika iman saja tak sama. Aku berani menolak dengan lantang karena kamu sudah cukup menggangguku. Aku takut akan menjadi fitnah."
Bulan Alycia
🕊🕊🕊
"Maaf, ya, Bulan, kita datangnya telat," sesal Rara.
"Iya, maaf, ya. Habisnya, si Bintang tadi nggak ada di kantin. Eh, memang kelas kita nggak pernah ke kantin," gumam Rere di akhir. "Ah, bodo amat. Jadi, si Bintang bego itu ternyata bolos ke warung samping sekolah. Gila aja, untung ada yang tau. Ya, meskipun sedikit terlambat."
"Tidak apa, Ra, Re. Terima kasih, ya, sudah datang bersama Bintang."
"Sama-sama, Bulan."
Unit Kesehatan Siswa, di sanalah tiga bersahabat itu berada. Pipi Bulan sudah dikompres dengan air dingin, dan kini merah-merahnya sudah sedikit melebur. Di sela mereka berbincang, para member Dandelion pun masuk. Dua raut cemas didapatkan Bulan. Arya dan Bintang. Dua pria yang paling digandrungi itu masuk dengan tergesa dan menampilkan wajah cemas. Rara dan Rere pun dibuat tersenyum karenanya. Mereka menyenggol Bulan, seolah sedang menggoda.
"Cie, Bulan, dikhawatirin sama dua cowok terganteng di sekolah," bisik Rere mengawali.
"Asik banget jadi lo, Lan. Pokoknya, lo harus pilih salah satunya, nah sisanya buat gue juga nggak pa-pa," bisik Rara juga. Bulan tentu tidak dibuat tersenyum, justru mengernyit tak suka. Bukan hanya karena ia risi digoda seperti itu, tapi juga ia tahu siapa dua pria itu. Mereka tidak mungkin ada di hidup Bulan lebih dari seorang teman, mengingat iman mereka yang tak sama dengan Bulan.
"Gimana keadaannya, Bulan? Pipi lo masih sakit? Gue minta maaf atas nama Raisa, ya? Dia udah keterlaluan sama lo," ujar Bintang. Masih dengan wajah cemasnya, bahkan ia hampir saja menyentuh tangan Bulan jika saja sang empu tidak menghindar.
"Lo baik, 'kan? Atau, gue antar pulang aja?" Dua pertanyaan dari Arya, yang semakin membuat Bintang cemburu(?)
"Jangan! Aku baik-baik aja, kok, kalau aku pulang sekarang, umi bisa khawatir nanti. Terima kasih sudah bertanya keadaanku, dan terima kasih juga sudah menghentikan aksi Raisa tadi," ujar Bulan. Seperti biasa, halus dan lembut. Menenangkan dan melegakan.
"Raisa harus dapat hukuman! Om Crish harus tau ini!" geram Bintang. Namun, Bulan langsung mendongak, menatap tepat di mata pria itu.
"Jangan, Bintang, masalah bisa semakin meluas nanti. Kalau orang tua Raisa tau, Raisa bisa kena marah. Biarkan saja untuk sekarang," ujar gadis itu. Bintang sempat tertegun, gadisnya berani menatap manik matanya. Untuk pertama kali gadisnya mau bicara dengan menatap manik itu lama.
"Lagian, kenapa lo nggak lawan tadi? Lo itu kakak kelas, Bulan, harusnya bisa kasih peringatan buat adik kelas!" Kali ini Arya yang bicara, sedikit membentak. Mungkin karena ia terlalu khawatir.
"Kalau aku lawan, Raisa bisa makin benci sama aku, Arya. Lagi pula, dia melakukan itu hanya untuk sebuah pelampiasan. Dia gagal mendapatkan cintanya, maka dari itu dia sedih dan kesal."
"Lain kali, jangan cuma diam dan melawan denga mulut. Lo bisa dapat yang lebih parah dari ini kalau cuma diam." Usai mengatakan itu, Arya memilih pergi. Wajah dingin, datar, dan gaya cool. Langkahnya keluar dari UKS, dengan ditemani oleh tatapan dari beberapa siswa. Tinggal Bulan, Bintang, dan duo kembar. Namun, lewat matanya, Bintang mengisyaratkan agar duo kembar itu ikut pergi. Mereka yang paham pun ingin beranjak, namun Bulan menghentikannya.
"Kalian ingin meninggalkan aku berduaan dengan pria yang bukan mahram? Tetap di sini, Rara, Rere!" pinta Bulan dengan lembut. Mau tak mau duo kembar pun menurut. Terdengar helaan napas dari Bintang, begitu berat, seperti beban hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story Of BuTa (On Going)
Teen FictionBintang Alaska, kristiani yang juga ketua geng di sekolah. Dandelion. Bukan geng motor, hanya nama untuk sebuah perkumpulan lima pria. Bulan Alycia. Murid baru di SMA Hudara ini adalah muslimah yang berhasil menarik perhatian Bintang. Namun, si musl...