05 :: Mulai paham

300 55 46
                                    

Mata Nadira sembab, hidungnya sedikit memerah, dan kepalanya terasa pening. Mungkin karena Nadira menghabiskan waktunya sepanjang malam hanya untuk menangis.

Pagi ini, dia sengaja datang ke sekolah lebih awal untuk menemui Kenneth dan membicarakan tentang keputusannya semalam. Nadira tidak bisa. Ini bukan soal siapa yang salah atau siapa yang benar, tapi ini tentang hati dan perasaan.

Kenneth tidak bisa memutuskan hubungan sepihak dan memblokir semua kontak Nadira begitu saja.

Kaki jenjang Nadira terus menelusuri anak tangga hingga sampailah di lantai tiga. Manik matanya menangkap sesosok pria tampan berlesung pipi yang tengah mengobrol santai bersama seorang wanita.

"Kak Kenneth." Panggilnya sumbang.

Si pemilik nama menoleh dengan senyum yang memudar.

"Bisa kita ngobrol sebentar?"

Sambil menghela nafas gusar, Kenneth pun mengangguk singkat dan mengikuti langkah Nadira menuju lorong lantai dasar.

.

.

.

Atmosfer di sekitar keduanya mendadak dingin dan mencekam. Nadira menatap Kenneth kecewa, sementara Kenneth sesekali membuang muka.

"Kakak beneran mau putus sama aku karena permasalahan kemarin?" Nadira memulai obrolan.

Kenneth berdecak samar. "Bukan cuma karena masalah kemarin, tapi karena gua udah gak ada perasaan apa-apa sama lu."

"Maksud kakak? Coba jelasin yang bener."

"Gua jenuh pacaran sama cewek broken home kayak lu!" Kenneth sedikit membentak sambil menunjuk wajah Nadira.

Seketika lutut Nadira melemas, melihat sebagaimana sifat asli Kenneth yang muncul ke permukaan.

"Kalo boleh jujur, awalnya gua ngerasa bisa langgeng dan serius sama lu, Ra. Tapi, ternyata engga. Selama satu tahun kita pacaran, gua bahkan gapernah kenal sama orang tua lu." lanjut Kenneth tanpa memikirkan perasaan Nadira.

"Tapi kan, kakak tau sendiri gimana kondisi keluarga aku, terutama orang tua aku!"

"Gua selalu ngertiin keadaan lu, tapi lu? Gak sama sekali. Gua ngerasa gapernah di anggap sama lu, Ra."

Air mata Nadira menggenang dan menetes menelusuri pipi tembemnya. Entah mengapa dada dia benar-benar terasa sesak sekarang. "Kalo emang bener alasan kakak kayak gitu, kenapa kakak gak ngelakuin itu dari awal? Harusnya kakak udah tau konsekuensi pacaran sama cewek broken home kayak aku!"

"Makanya, mulai sekarang gua gak mau nerima konsekuensinya lagi, Ra." Ekspresi wajah Kenneth jauh lebih serius.

"Kak, aku masih sayang sama kakak." Nadira meringis.

"Tapi, gua enggak."

Setelah itu, Kenneth melangkah pergi meninggalkan Nadira seorang diri.

Tangis Nadira pecah menggema keseisi lorong. Seorang pria tampan yang sedaritadi mengawasi hanya bisa mengepal tangan kuat, tanpa berniat terlibat.

.

.

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang