11 :: Dua sisi

262 59 49
                                    

Sepasang pemuda itu melangkah keluar dari sebuah rumah sakit yang cukup besar dan tidak jauh dari kediamannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang pemuda itu melangkah keluar dari sebuah rumah sakit yang cukup besar dan tidak jauh dari kediamannya. Jave melempar senyuman manis ke arah Nadira. "Gimana lukanya? Aman?"

"Aman kok, cuma masih agak perih aja karena di bersihin dulu tadi." Nadira meringis tipis.

Tanpa di sadari, Jave spontan merangkul tubuh mungil Nadira menuju mobilnya. "Sekarang kita langsung pulang ya? Kesembuhan fisik sama mental lu jauh lebih penting ketimbang jalan-jalan. Setelah ujian akhir semester nanti, gua janji bakal ajak lu pergi liburan." Bujuknya langsung di beri anggukan mantap oleh Nadira.

.

.

.

"Aku pulang." Sapa Jave ketika sampai di area ruang santai bersama Nadira.

Jenan hanya mengangguk singkat, sementara Ratna langsung membawa satu gelas minuman hangat untuk Nadira. "Nad, ini minuman jahe penghangat tubuh. Kamu kan habis dari luar, pasti anginnya dingin. Jadi, harus di habisin ya, cantik?" ucapnya lembut sambil mengusap kepala Nadira.

"Makasih banyak tante." Nadira menerima minuman tersebut, lalu duduk di sebelah Jave.

Dia melamun, menatap gelas yang ada di genggamannya. Kenapa dia tidak se beruntung Jave? Kenapa dia harus terlahir di keluarga yang bahkan memperlakukannya seperti binatang? Walaupun sudah berhasil kabur, tapi rasa sakit dan luka itu masih sangat membekas di diri Nadira.

"Nadira sayang, kalo kamu gak keberatan kamu bisa cerita ke kita. Gak baik mendem pikiran sendiri. Lagian, kita mau bantu buat ngembaliin mental health kamu." Ratna buka suara lagi ketika melihat Nadira yang bengong dengan sorot mata kosong.

Nadira tersadar. Mata madunya menatap ke arah dua pria dan satu wanita di hadapannya. "Eum..." bibirnya terkatup sesaat, lalu mulai bercerita. "Aku cuma masih belum bisa lupain semua kejadian yang aku alamin aja kok."

"Kejadian apa? Coba cerita biar kita tau apa tindakan yang cocok buat kamu." Ratna kembali membujuk layaknya seorang ibu.

Seketika kelopak mata Nadira memanas. "P-papa. Dari kecil, papa selalu nuntut aku buat dapet nilai sempurna. Papa juga selalu pukulin aku kalo nilai aku di bawah sembilan puluh. Terus, papa selalu maksa aku buat belajar sampe subuh, bahkan sampe aku gak tidur sama sekali." Ucapnya bergetar.

Jenan yang tadinya tidak peduli, langsung membenarkan posisi duduk agar bisa menyimak Nadira lebih jelas.

"Kalo papa sama mama berantem juga aku yang di pukulin. Aku gak tau punya salah apa. Aku udah turutin semua kemauan papa, tapi tetap aja kena pukul. Kalo kak Reza sama istrinya, mereka selalu jadi provokator dan pemanas suasana. Mereka juga gapernah memperlakukan aku dengan baik. Aku bahkan gaboleh dateng ke acara pernikahannya. Aku di kunciin di dalem kamar."

Kalimat akhir Nadira membuat Jave menukikkan kedua alis tajam.

Ternyata dugaannya benar. Pantas saja Nadira tidak tahu kalau Jennifer adalah adik dari Tasya.

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang