18 :: Jejak

236 56 19
                                    


Nadira melangkah menghampiri seorang wanita yang tengah memotong sayuran di area dapur. "Tante, kalo Nadira mau pergi ke minimarket sebentar boleh? Nadira mau beli cemilan, sekalian buat Jave sama Jenan juga." Tuturnya meminta izin.

Ratna terkekeh gemas. "Boleh dong sayang, tapi emangnya kamu berani ke minimarket sendirian? Kamu kan belum terlalu hafal sama daerah disini." Dia sedikit khawatir.

Senyum lebar cirikhas Nadira terbentuk. "Berani dong, lagian kan minimarket cuma di depan sana. Aku gak akan lama kok, setelah bayar pasti langsung pulang." Katanya.

Karena merasa di yakinkan, Ratna pun mengangguk mantap. "Yaudah, harus hati-hati ya?"

"Siap tante." Nadira langsung melangkah pergi sambil sesekali bersenandung samar.

Di waktu bersamaan, Jenan keluar dari dalam kamar. "Nadira mau kemana, tan?"

"Ke minimarket, katanya mau beli cemilan."

Mendengar jawaban tersebut, Jenan mengangguk pelan walaupun sebenarnya merasa sedikit cemas. "Kalo Jave kemana? Dia masih belum balik dari rumah omah?"

.

.

.

Mata madu Nadira sesekali berbinar menatap cemilan yang tersusun rapi di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata madu Nadira sesekali berbinar menatap cemilan yang tersusun rapi di hadapannya. Dia meraih beberapa snack rasa keju dan cokelat untuk teman belajarnya. Setelah itu, dia beralih pada kulkas pendingin yang berisi berbagai minuman. Di mulai dari susu sampai ke minuman kaleng beralkohol.

Sedikit ragu. Apakah Jave menyukai minuman manis? Nadira memiringkan kepalanya sesaat, lalu mengambil tiga botol susu cokelat. Baiklah, suka atau tidak yang penting dia sudah bermurah hati untuk membelikannya.

Hampir setengah jam Nadira memilih belanjaan, akhirnya dia menghampiri meja kasir.

"Pembayarannya pakai cash atau debit?"

Nadira tersenyum tipis. "Cash."

Si penjaga kasir pun menghitung total pembelian Nadira. "Semuanya jadi tiga ratus empat puluh lima ribu rupiah."

"Ini." Nadira langsung menyodorkan empat lembar uang seratus ribuan.

"Uangnya empat ratus ribu ya. Kembali lima puluh lima ribu, terima kasih dan jangan lupa datang kembali."

"Terima kasih juga." Nadira membawa dua kantung plastik berukuran besar di tangannya.

Ketika kaki Nadira berhasil keluar dari pintu utama, manik matanya menangkap seorang pria berjas rapi yang sudah berdiri dengan raut wajah dingin.

Prakh!

Genggaman tangan Nadira terlepas. Kelopak matanya memanas, dan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat.

(✓) Rumah untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang